Sandaran
Hati
Sebuah ikatan yang
didasari keterpaksaan, tanpa adanya perasaan, kiranya tak mungkin membuahkan
sesuatu yang indah. Begitu pula hubungan antara Dea dan Rafael satu tahun lalu.
Sejak awal Dea menginjak kelas 2 SMA, ia resmi menjadi tunangan Rafael.
Pertunangan itu terjadi atas dasar paksaan kedua orang tua mereka yang sejak
dulu ingin berbesan. Tanpa mereka sadari, putra-putri mereka menentang
keputusan itu. Keduanya tidak saling mencintai. Keduanya berusaha agar
pertunangan itu dapat diakhiri. Hingga suatu hari Rafael berhasil memutuskan
pertunangannya dengan Dea. Dan mulai saat itu, mereka menjalani kehidupan
layaknya orang yang tak pernah saling mengenal.
Bayangkan saja, jika
dahulu, dia adalah milikmu tapi kamu tak mencintainya. Kemudian kini, saat kamu
sudah tak akan lagi dapat bersamanya, perasaan itu tumbuh. Kamu sadar jika kamu
mencintainya setelah kalian berpisah. Saat dia telah bersama orang lain. Begitu
pula yang Dea rasakan. Beberapa waktu ini, ia sadar jika ia telah menaruh hati
pada Rafael, mantan tunangannya. Padahal saat ini Rafael telah memiliki kekasih
yang sangat cantik bernama Kristin. Ada sebuah penyesalan di hati Dea karena
telah melepaskan Rafael begitu saja. Namun, apa yang dapat ia lakukan dengan
penyesalannya itu?
Ujian Nasional semakin
dekat. Dea makin rajin datang ke perpustakaan untuk menambah wawasannya.
Ditemani Bisma yang tak lain sahabat lamanya, pagi ini Dea memulai aktifitasnya
membaca. Halaman demi halaman ia baca dengan seksama, berusaha mendapatkan ilmu
sebanyak mungkin. Karena ia pikir, itulah satu-satunya jalan agar dia dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sejak setahun silam
setelah gagalnya perjodohan Dea dengan Rafael, keluarga Dea jatuh miskin.
Sebab, perusahaan ayah Dea tak lagi mendapat bantuan dana dari keluarga Rafael.
Hingga kini, beasiswa menjadi incaran utama bagi Dea. Satu-satu harapannya yang
masih tersisa untuk menggapai mimpinya.
Melihat Dea yang
terlalu serius belajar, Bisma menawarinya minuman.
"Minum dulu, De!"ujar Bisma sembari
menyodorkan minuman untuk Dea
"Iya sebentar"Dea
Dea terus asyik dengan buku bacaannya hingga sebuah
suara berhasil mengalihkan perhatiannya. Suara itu tak asing di telinga Dea.
Itu adalah suara Rafael, mantan tunangannya. Dea mengalihkan pandangannya ke
arah Rafael yang kini berada tak jauh dari Dea. Tangan kiri Rafael menggandeng
tangan seorang wanita cantik, Kristin.
Bisma yang sadar akan
perubahan sikap Dea segera melihat ke arah pandangan Dea. Ia sempat tersenyum
tipis, kemudian berkata,
"Sudah jangan dilihat terus kalau bikin
sakit!"
Dea tersenyum ke arah Bisma.
"Terlalu dan selalu memikirkan sesuatu yang
bikin sakit itu nggak baik, De"ujar Bisma
"Iya pak guru cinta. Aku juga tahu
kok"balas Dea dengan senyum
Dea kembali membaca buku di hadapannya meski otaknya
masih terus memikirkan Rafael
'Sakit saat melihatmu bergandengan bukan
denganku'batin Dea
Suatu sore, Dea melihat
latihan tim basket sekolahnya dari atas lantai dua. Sebenarnya, bukan
pertandingannya yang ia lihat. Namun, Rafael yang tengah bermain lincah sebagai
kapten basket. Beberapa kali terlihat Rafael menghapus keringat di keningnya
dengan punggung tangan kanannya.
"Andai saja, aku boleh menghapuskan keringatmu
dengan tanganku, aku pasti akan sangat senang"lirih Dea
"Memang tidak ada hal lain yang bisa membuatmu
senang?"tanya seseorang, Bisma
"Huft...apa aku salah menaruh perasaan ini
padanya? Bahkan, ia tak melihatku. Aku hanyalah bagian kecil dari masa lalunya
yang tak berarti"Dea
Bisma tersenyum.
"Tak ada masa lalu yang tak berarti. Karena
masa lalu adalah pembimbing kita untuk mendapat masa depan yang lebih
baik"Bisma
Dea menoleh ke arah Bisma.
"Tapi aku mencintai dia. Mencintai mantan
tunanganku yang sekarang telah memiliki seorang kekasih"lirih Dea
"Cinta itu tak pernah salah. Karena dia datang
dengan sendirinya dari hati, tanpa kehendak siapapun. Hanya saja, yang harus
kamu ingat adalah cintamu untuk Rafael hanya akan membuahkan luka"Bisma
Dea terdiam. Mungkin kini ia tengah memikirkan
kata-kata Bisma.
Hari berganti. Dea
tengah menunggu Bisma di dalam kelasnya. Memang, keduanya berbeda kelas.
Seperti biasa, mereka akan ke perpustakaan.
"Tumben pacar kamu belum datang?"tanya
seseorang dari arah belakang bangku Dea
Dea menoleh. Di dapatinya Rafael yang tengah membaca
buku di bangku paling belakang. Saat ini, hanya ada Dea dan Rafael di dalam
kelas.
"Pacar? Bisma maksudnya?"bingung Dea
Rafael mengangguk.
Belum sempat Dea menjawab, Bisma datang dan mengajak
Dea pergi.
"Duluan ya, Raf"ujar Dea sembari mengikuti
langkah Bisma
Teng...teng...teng...
Bel pulang sekolah berbunyi.
Dea menggendong tasnya lalu keluar dari kelas. Saat di depan pintu, Dea
berserempetan dengan Rafael.
"Sorry"ujar Rafael
Dea mengangguk.
"Mau pulang bareng Bisma?"Rafael
Lagi-lagi, Dea mengangguk.
Kemudian Rafael berjalan meninggalkan Dea. Dea
sedikit menyunggingkan senyumnya melihat punggung Rafael yang kian menjauh.
Setidaknya Rafael masih mau berbicara dengannya.
Dea telah sampai di
pintu gerbang. Terlihat Bisma sudah menunggunya di atas motor. Dea berlari
kecil ke arah Bisma lalu naik ke belakang Bisma. Bisma memberikan helm pada
Dea.
"Temani aku ke toko buku sebentar ya! Ada buku
yang harus aku beli"Bisma
"Oke"Dea
Sesaat kemudian Bisma menjalankan motornya. Mereka
berhenti di sebuah toko buku tak jauh dari sekolah. Saat turun dari motor
Bisma, Dea melihat ke arah kiri dimana sebuah mobil yang sangat ia kenali
terparkir.
"Ayo masuk!"ajak Bisma
Sembari menunggu Bisma memilih buku, Dea berkeliling
dan membaca sinopsis beberapa buku yang ada. Tangannya meraih buku bersampul
merah hati. Namun tanpa ia duga, tangannya bertemu dengan tangan lain yang juga
ingin mengambil buku itu.
"Kristin?"kaget Dea
Kristin tersenyum, lalu mengambil bukunya.
"Sayang, udah dapat bukunya?"tanya
seseorang yang muncul dari balik rak buku, ia adalah Rafael
Kristin mengangguk.
"Dea, kamu nggak keberatan kan aku ambil buku
ini? Soalnya, kayaknya udah nggak ada yang lain deh"Kristin
"Nggak papa kok"Dea
Dea sempat melirik ke arah Rafael. Pria yang saat
ini singgah di hatinya itu ternyata juga sempat melihatnya.
"Ya sudah, ayo bayar"ujar Rafael
menggandeng tangan Kristin
"Huft..."Dea menghela napas panjang
menahan sakit di hatinya
Kini, Bisma dan Dea
telah sampai di halaman rumah Dea. Dea turun dari motor Bisma lalu melepas
helmnya. Bisma menatap Dea serius.
"Tadi ketemu dengan Rafael?"Bisma
Dea mengangguk.
"Ada Kristin juga"tambah Dea mulai
cemberut
Bisma tersenyum tipis.
"Terus kamu masih cemburu gitu? Biarin lah,
orang statusnya Kristin memang pacar Rafael"Bisma
"Yang ada kamu bikin aku tambah males"Dea
Bisma tertawa.
"Ini"ucap Bisma memberikan sesuatu
Dea membukanya. Di dapatinya buku bersampul merah
hati yang tadi ia lihat di toko buku.
"Itu novel keluaran baru. Penulisnya idola
kamu. Itu tentang mahasiswi Indonesia yang dapat beasiswa ke luar negeri"terang
Bisma
Dea tersenyum.
"Makasih ya Bis"Dea
Bisma mengangguk.
"Aku pulang dulu"ujar Bisma lalu
menghilang dari pandangan Dea
Hari berganti. Pagi ini
Bisma telat menjemput Dea. Namun Dea tetap setia menunggunya.
"Kok telat sih?"tanya Dea
"Maaf, bangunnya kesiangan"Bisma
Sampainya di sekolah, Bisma membuka helmnya lalu
berjalan mendahului Dea.
"Dia kok aneh sih?"bingung Dea
Dea berjalan sendirian menyusuri lorong sekolah
menuju kelasnya. Perhatiannya terbagi antara jalanan dengan novel yang kemarin
Bisma berikan. Tiba-tiba, seseorang menyerempetnya dari belakang hingga buku
pemberian Bisma terjatuh, dan tak sengaja buku itu terinjak orang yang
menyerempet Dea itu.
"Sorry"ujar orang itu sembari mengambilkan
buku Dea yang jatuh
Dea segera meraih buku yang setengah rusak itu. Ia
sedikit kecewa. Baginya, itu adalah buku yang sangat berarti.
"Bukunya rusak. Aku ganti aja ya"ujar
orang itu yang tak lain adalah Rafael
Rafael meraih buku itu lalu membuangnya ke tempat
sampah. Kemudian, ia memberikan buku baru yang sama persis untuk Dea.
Dea terkejut dengan
perbuatan Rafael. Dengan kesal, ia mendorong tubuh Rafael lalu meraih buku
pemberian Bisma yang kini ada di tempat sampah. Rafael tercengang melihat Dea
yang berbuat senekat itu.
"Dea!"tegur Rafael
Dea tak menghiraukannya. Ia meraih dan membersihkan
buku itu dengan tangannya.
"Segitu cintanya kamu sama Bisma?"Rafael
Dea menoleh ke arah Rafael.
"Ini buku kamu. Makasih, tapi aku sudah punya
kok"kesal Dea sembari mengembalikan buku yang Rafael berikan
"Rafael"panggil seseorang
Dea dan Rafael menoleh. Terlihat Kristin berlari ke
arah mereka. Ia langsung menggandeng tangan Rafael.
"Loh Raf, ternyata kamu juga punya buku
ini?"tanya Kristin memperhatikan buku di tangan Rafael
"Aku duluan ya"ujar Dea kemudian pergi
Saat jam istirahat,
Bisma tak kunjung menemui Dea. Di kelas hanya ada Dea dan Rafael. Beberapa saat
kemudian, Dea memutuskan untuk menemui Bisma.
"Mau kemana?"tanya Rafael
"Nyari temen"Dea
Rafael tersenyum miring.
"Bisma?"tanyanya
"Aku sudah disini. Ayo pergi!"ajak Bisma
dari arah pintu
Dea segera bangkit lalu berlari ke arah Bisma. Bisma
menggandeng Dea menuju perpustakaan.
Bisma dan Dea tengah
memilih buku di sebuah rak yang tinggi. Dea berjinjit untuk mengambil sebuah
buku bersampul biru laut.
"Ini"ujar Bisma memberikan buku itu pada
Dea
"Uji Laboratorium Penunjang Diagnosa
Kanker"baca Bisma
Dea tersenyum. Kemudian keduanya berjalan menuju
tempat membaca.
"Bis, pipi kamu kenapa biru gitu
sih?"tanya Dea melihat pipi Bisma yang memar
"Sudah, baca aja bukunya! Aku lagi malas
jelasinnya"Bisma
Dea cemberut.
"Ada yang mukulin kamu ya? Siapa? Dia ada
masalah apa sih sama kamu?"tanya Dea bertubi-tubi
Bisma tersenyum.
"Katanya kamu pengen dapat beasiswa kesehatan,
ya di baca dong bukunya!"Bisma
"Ya iya. Kalau nggak dapat beasiswa, gimana aku
bisa kuliah?"ujar Dea kemudian mulai membaca buku di hadapannya
Tiga bulan telah terlewati.
Ujian Nasional telah berhasil Dea lalui. Lusa, Dea dan Bisma akan menghadapi
ujian untuk mendapat beasiswa di universitas impian mereka. Siang ini Bisma
mengajak Dea ke perpustakaan kota. Mereka belajar bersama seperti biasa.
"Kamu pengen banget ya dapetin beasiswa
itu?"Bisma
Dea mengangguk.
"Itu satu-satunya harapan yang aku punya untuk
lanjut kuliah. Orang tuaku sudah tak seperti dulu lagi Bis. Aku tidak bisa
terus bergantung sama mereka"jelas Dea
Bisma memandangi Dea cukup lama. Hingga Dea sadar
jika ia tengah diperhatikan.
"Makasih ya, udah nemenin aku sejauh ini. Bantu
aku buat usaha dapetin beasiswa itu. Padahal, tanpa kamu dapat beasiswapun kamu
masih bisa kuliah"Dea
Bisma tersenyum.
"Rasanya tu senang kalau bisa berguna buat
kamu"Bisma
Hari yang di
tunggu-tunggu telah tiba. Dea baru saja selesai bersiap untuk tes yang akan dia
hadapi hari ini. Ia membuka pintu utama rumahnya.
"Rafael?"kaget Dea saat melihat Rafael
berdiri di depan pintu utama rumahnya
"Aku dengar, kamu mau tes beasiswa hari
ini?"Rafael
Dea mengangguk.
"Mau aku antar?"tanya Rafael
Dea menggeleng.
"Sebentar lagi Bisma datang"Dea
Sesaat kemudian, terlihat Bisma memarkirkan motornya
di halaman rumah Dea.
"Kamu mau bareng Rafael?"Bisma
Dea menggeleng.
"Bareng Rafael aja! Kamu bisa belajar di jalan
kalau naik mobil. Mau lulus ujian hari ini kan?"tanya Bisma
Dea menatap kesal ke arah Bisma.
"Raf, titip Dea ya! Aku berangkat duluan"ujar
Bisma kemudian pergi dengan terburu-buru
Dea menatap kepergian
Bisma. Hingga sebuah tangan menggandengnya. Dia adalah Rafael. Ia tersenyum
lalu mengajak Dea masuk ke mobilnya.
"Semangat ya buat ujiannya! Semoga
lulus"Rafael
"Makasih"Dea
"Menurut kamu, gimana kalau aku tunangan sama
Kristin?"Rafael
Hati Dea terasa sakit mendengar pertanyaan itu.
Bagaimanapun, ia masih menyimpan perasaan pada mantan tunangannya itu.
"Kenapa kamu tanya aku? Kalau mau tunangan ya
tinggal tunangan aja!"jawab Dea berusaha tegar
Rafael menghela napas panjang.
"Sudahlah. Kamu konsen ujiannya dulu
saja!"Rafael
Dea mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Selesai ujian, Dea
pulang naik kendaraan umum karena Bisma yang tak kunjung menemuinya. Hatinya
bertanya-tanya, kemana perginya Bisma. Disaat ia membutuhkan sandaran setelah
mengetahui rencana Rafael, Bisma malah menghilang. Dea merasa separuh
kekuatannya hilang. Kepalanya terasa pusing.
Satu minggu berlalu.
Dea pergi ke rumah Bisma. Sebab, sejak seminggu lalu Bisma tak memberinya
kabar. Dea sungguh khawatir. Apakah Bisma marah dengan Dea? Tapi memangnya apa
yang telah Dea lakukan? Sampainya di rumah Bisma, Dicky selaku adik Bisma
menemui Dea.
"Kak Dea nyari kak Bisma?"tanya Dicky
Dea mengangguk.
Dicky menghela napas panjang.
"Kak Dea belum tahu ya? Kak Bisma, meninggal
lima hari yang lalu"lirih Dicky
Dea terdiam. Ia tak percaya dengan ucapan Dicky.
"Di hari ujian tes beasiswa, penyakit kak Bisma
kambuh. Dia berbelok ke arah rumah sakit saat hendak ke tempat ujian. Dan dua
hari setelah itu kak Bisma meninggal. Kak Bisma memiliki jantung yang tak
sempurna sejak ia lahir. Katub jantungnya bermasalah"terang Dicky
"Bis...ma"lirih Dea menangis sesenggukan
Ia tak menyangka, sahabat terbaiknya itu kini telah
tiada. Dicky mendekat ke arah Dea.
"Kak Bisma sudah tenang di alam sana. Kakak
jangan terlarut dalam kesedihan!"ujar Dicky
"Kenapa dia tidak pernah menceritakannya padaku
Dick?"Dea
"Kak Bisma bilang, kak Dea harus konsentrasi
pada belajarnya agar dapat beasiswa. Disisa hidupnya, kak Bisma ingin menemani
kakak, menjadi seseorang yang berguna bagi kakak, orang yang kak Bisma
cintai"terang Dicky
Hari berganti. Dea baru
saja mendapat kabar kalau ia gagal dalam ujian beasiswa seminggu lalu. Sore ini
Dea pergi ke pemakaman Bisma. Dea bersimpuh di makam sahabatnya itu. Ia
membelai nisan Bisma.
"Dea"panggil seseorang
"Rafael?"kaget Dea
Rafael bersimpuh disamping Dea.
"Jangan terlalu berlarut-larut dalam kesedihan!
Aku tahu kamu kehilangan Bisma, tapi kamu tak kehilangan hidupmu"Rafael
Dea memeluk Rafael dan meluapkan kesakitannya di
dalam dekapan mantan tunangannya itu.
"Dea, apa kamu mau memberiku satu kesempatan
lagi buat sama-sama kamu?"Rafael
Dea melepas pelukannya pada Rafael, lalu menatapnya
bingung.
"Jika kamu mau, kita akan segera bertunangan
lalu kuliah bersama. Aku akan mendaftarkanmu kuliah bersama
denganku"Rafael
"Kamu sudah punya Kristin"lirih Dea
"Aku yakin dia akan mengerti. Aku memang
terlambat mengenali rasa ini. Tapi please, beri aku satu kesempatan
lagi!"Rafael
Dea berpikir sebentar.
Jujur saja, Dea masih sangat mencintai Rafael meski berkali-kali Rafael melukai
hatinya. Di tambah lagi, kini Bisma yang selalu menjadi sandarannya telah
tiada.
"Raf, kalau aku memberimu satu kesempatan untuk
kembali padaku, artinya aku memberimu kesempatan untuk melukai hati seorang
gadis. Kristin. Dia akan sakit jika kita kembali. Dia sayang sama kamu"Dea
"Aku yakin dia akan mengerti. Dia gadis yang
baik"Rafael
"Justru itu Raf, apa kamu tega melukai hati dan
menyia-nyiakan gadis sebaik itu? Kamu tidak boleh egois. Kamu telah melangkah
cukup jauh dengannya. Sementara aku sudah tertinggal jauh darimu. Kita tidak
bisa kembali Raf. Maaf"ujar Dea
Rafael terdiam.
"Maaf Raf, aku harus pulang"pamit Dea
kemudian pergi
Satu tahun berlalu.
Saat ini Dea berada di Australia. Ia kuliah di salah satu universitas terbaik
disana. Sebulan setelah meninggalnya Bisma, Dea mendapat sebuah bingkisan yang
berisi surat diterimanya Dea di universitas itu dan beberapa dokumen yang dapat
mengantarnya kesana. Semua itu ia dapatkan dari Bisma. Bisma sengaja menabung
untuk jaga-jaga jika Dea tidak diterima jalur beasiswa saat ia sudah tak
disamping Dea lagi. Bisma sudah mengurus semua biaya hidup Dea di Australia
selama empat tahun. Dan sekarang, tugas Dea untuk berterima kasih pada Bisma.
Dengan cara, ia menggapai semua mimpinya. Meneruskan langkahnya saat bersama
Bisma dulu. Melupakan segala kenangan tentang Rafael yang kini sudah berbahagia
dengan Kristin. Dan yakin, suatu hari ia akan menemukan seseorang yang lebih
baik dari Rafael dan Bisma, untuk menjadi pasangan hidupnya.