Bukan
Sekedar Mimpi
Sudah lebih dari lima
buku yang ku baca hari ini. Semuanya sama, berhubungan dengan
"Kanker". Kanker apapun itu, sepertinya menarik bagiku. Bukan karena
aku, atau orang yang ku cintai mengidap penyakit mematikan itu. Namun entah apa
dan kenapa sehingga aku sangat tertarik untuk mempelajarinya.
Aku adalah siswi kelas
2 SMK. Aku mengambil salah satu cabang ilmu kesehatan untuk ku pelajari, yaitu
Analis Kesehatan. Di perpustakaan sekolah tak cukup banyak buku yang membahas
tentang kanker. Karena memang, hal-hal seperti itu terlalu rumit untuk di
pelajari siswa bangku SMK. Namun, sedikit-sedikit aku juga dapat pelajaran
tentang kanker. Terutama di mata pelajaran Immunologi dan Biologi.
Hampir setiap hari, aku
membaca artikel tentang kanker yang hingga saat ini sulit disembuhkan. Banyak
manusia yang meninggal karenanya. Faktornya, tak hanya berasal dari kebiasaan
manusia tersebut. Namun juga bisa karena keturunan, atau bahkan paparan zat
luar yang di tularkan orang di sekelilingnya, misal asap rokok. Tak adil
memang, jika seseorang mengidap penyakit seperti itu karena kesalahan orang
lain. Apalagi, jika korban itu merupakan orang yang baik hati dan cerdas.
Telah banyak film
ataupun novel yang menggambarkan tentang penderitaan yang diakibatkan penyakit
itu. "Surat Kecil Untuk Tuhan" misalnya. Film yang diangkat dari
novel best seller karya Agnes Davonar itu mampu membuatku berderai air mata
setiap melihatnya. Hingga kini, ku rasa aku sudah menontonnya lebih dari sepuluh
kali. Tak ada rasa bosan yang menghinggapiku. Rasa simpatiku tehadap Keke,
tokoh dalam cerita itu tak dapat ku gambarkan dengan kata-kata. Seorang gadis
muda, cantik, pintar, baik hati dengan ribuan mimpi diangannya harus menghadapi
musibah seberat itu. Bagiku itu sungguh tidak adil. Seharusnya ia dapat
menggapai semua mimpinya dan menjadi seseorang yang hebat sekarang. Namun
penyakit itu telah merenggut mimpi-mimpinya.
Bukan aku menyalahkan
takdir. Memang, setiap orang memiliki jalannya sendiri-sendiri. Tapi bukankah
kata "Kanker" itu sangat mengerikan? Tak bisakah aku menjadi
seseorang yang dapat mengalahkannya dan menyelamatkan jutaan jiwa?
Aku pernah menonton kisah
Terry Fox. Seorang pemuda Canada idaman para wanita yang kaya dan merupakan
atlet basket di kampusnya. Pria itu mengidap kanker tulang yang mengharuskannya
kehilangan setengah dari salah satu kakinya. Untung saja, ia tak patah semangat
saat semua ujian itu tiba. Dan ketika ia bertemu dengan anak-anak yang senasib
dengannya, hatinya tersentuh. Ia berpikir untuk membuat orang lain tak bernasip
sama dengannya. Semua hartanya ia sumbangkan dalam sebuah penelitian untuk
menemukan obat kanker. Karena dirasa kurang, ia melakukan marathon untuk
mendapat simpati masyarakat Canada untuk ikut menyumbangkan dana. Namun sayang,
di tengah perjalanan ia harus mengalah dengan penyakitnya. Kanker yang ia
derita telah sampai di paru-parunya. Namun dana yang ia hasilkan dalam kegiatan
itu tak sedikit jumlahnya. Ia berhasil. Meski ia tak sempat merasakan
keberhasilannya, namun jutaan orang akan selalu mengingatnya atas kerja
kerasnya itu.
Namun yang aku tahu,
hingga kini kanker masih banyak menelan korban. Bahkan tak sedikit anak-anak
yang mengidapnya. Ada dorongan di hatiku untuk menghentikan penderitaan mereka.
Ada keinginan di hatiku untuk melanjutkan perjuangan Terry Fox. Tapi apakah aku
bisa? Bahkan aku tak punya apapun. Yang ku tahu hanya terus mempelajarinya,
bersekolah di jalurnya, dan mendapat kepercayaan orang-orang bahwa aku mampu
menemukan obat untuk kanker.
Akhirnya, aku sampai di
kelas terakhir pendidikan SMK ku. Ya, aku naik ke bangku kelas 3. Aku mulai
mengikuti les mata pelajaran ujian, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan
Bahasa Inggris. Dan Allhamdulillah, tak mengecewakan hasilnya. Meski tak
sempurna, tapi aku tetap sangat mensyukurinya.
Kini waktunya bagiku
mencari tempat kuliah. Yang ku tahu, Biomedik adalah salah satu program studi
yang dapat membantuku untuk menemukan obat kanker. Tapi, hanya ada di strata
dua dan tiga saja. Dan untuk melanjutkan kesana, aku harus masuk program strata
satu yang berhubungan dekat dengan Biologi dan Kimia.
Biologi Murni?
Sepertinya menarik. Dengan masuk Biologi pula, aku dapat mengejar
ketertinggalan materiku dari anak-anak SMA IPA. Dan setelah itu, aku bisa
melanjutkan studi ke strata dua Biomedik.
Aku mulai mendaftarkan
diriku ke dua universitas negeri dengan jalur SBMPTN. Keduanya, aku mengambil
program studi Biologi. Aku sudah yakin dengan pilihanku. Menurutku Biologi
adalah cabang ilmu yang paling mampu membantuku untuk menjadi seorang Biomedik.
Jelang beberapa hari
sebelum tes SBMPTN diadakan, aku mendapat kabar bahwa program strata satu
Biologi dan program lain Fakultas MIPA hanya bisa diikuti oleh lulusan SMA IPA
saja. Rasanya, aku benar-benar terjatuh. Aku tidak tahu, apa yang bisa ku
lakukan. Kemudian aku mencari informasi tentang diploma empat Analis Kesehatan
di wilayahku. Aku dapat informasi jika untuk masuk kesana, aku harus
mengerjakan tes dengan materi anak SMA IPA pula.
Keluarga serta
teman-temanku menyarankanku untuk mundur. Aku bisa saja kuliah di universitas
swasta yang cukup baik di kotaku. Tapi, tidak di Biologi Murni. Mereka semua
juga memintaku untuk mengganti impianku, bukan lagi untuk menjadi Biomedik.
Jelas aku menolaknya. Bagiku, Biomedik bukan sekedar cita-cita. Biomedik adalah
kekuatan dan sumber semangatku untuk terus melangkah. Lalu aku memutuskan untuk
melanjutkan usahaku untuk masuk Biologi dan Analis Kesehatan.
Hari demi hari, ku
lalui dengan tumpukan buku dan latihan soal SMA IPA milik tetanggaku. Rasanya
sangat susah. Terlalu banyak materi yang asing bagiku. Di tambah lagi, aku
sudah terlalu down untuk menyerap ilmu. Aku sudah terlanjur jatuh, kalah
sebelum berperang. Aku tak yakin aku bisa melakukannya dengan baik. Bahkan
disetiap aku menemukan soal yang susah, rasa sesak kembali menyelimutiku.
Ketakutanku datang lagi dan membuatku seolah seperti orang hampir gila.
Hari dimana tes SBMPTN
dilaksanakan telah datang. Aku berusaha mengerjakannya semaksimal mungkin. Aku
tahu, syaratnyapun tak dapat ku penuhi. Materi ujianpun banyak yang tak dapat
ku kuasai. Tapi yang ku tahu hanya terus berusaha mendapatkan mimpiku,
Biomedik.
Beberapa hari kemudian,
aku mengikuti tes masuk program diploma empat Analis Kesehatan. Sama halnya
dengan tes SBMPTN, soalnyapun sangat sulit bagiku. Tapi aku tetap
menyelesaikannya semampuku.
Setiap hari, aku berdoa
agar ada keajaiban dan agar aku tak kehilangan mimpiku. Aku memohon pada Tuhan
untuk mengabulkan mimpi besarku itu. Aku tahu, aku bukanlah orang yang cerdas,
rajin, atau kaya. Aku hanya orang biasa, dengan kemampuan standar dan anak dari
keluarga sederhana. Kekuatanku hanya niat, doa, dan keberanian untuk terus
melangkah. Aku yakin, Tuhan akan membantuku dalam setiap langkahku ini.
Hasil tes yang ku ikuti
beberapa minggu lalu telah keluar. Sayang, aku gagal di keduanya. Aku pulang
dengan air mata yang terus menetes dipipiku. Sampainya di rumah, aku masuk ke
dalam kamar dan meluapkan kekecewaanku. Inikah hasil yang harus ku terima? Apa
aku kurang maksimal dalam berusaha? Lalu apa yang harus aku lakukan kini?
Seperti yang ku bilang,
Biomedik bukan sekedar cita-cita bagiku. Aku tak mengejar dan tak peduli berapa
penghasilanku kelak. Yang aku pedulikan hanya suatu saat aku bisa menemukan
obat kanker. Banyak orang akan mempercayaiku dan membantuku jika aku mempunyai
ilmu yang mumpuni dan gelar yang tinggi. Tapi nyatanya, aku telah kalah di
langkah pertamaku.
Hampir seminggu, aku
nyaris tak keluar dari kamarku. Selama itu aku keluar kamar hanya untuk sekedar
mandi, wudhu, dan makan. Selebihnya, aku memilih mengurung diri di dalam kamar.
Suatu hari, ibuku datang dan memberikan brosur universitas swasta yang tempo
hati beliau sarankan. Aku hanya membacanya sekilas lalu menggeleng. Aku belum
siap dengan kegagalan lagi. Aku masih terlalu takut untuk melangkah. Tapi ibu
terus meyakinkanku jika aku mampu. Hingga aku memutuskan keluar dari kamarku.
Aku melangkahkan kakiku
melewati deretan buku yang tertata rapi. Aku memilih beberapa referensi yang
dapat ku pelajari untuk masuk universitas rekomendasi ibu. Setelah mendapat dua
buah buku yang sesuai, aku pergi ke ruang membaca. Tak ada bangku kosong
disana. Kemudian aku melihat pojok ruangan. Ada sebuah kursi kosong. Aku
berjalan kesana, kemudian duduk dan mulai membaca bukuku.
"Mau masuk universitas ya?"tanya seseorang
Aku menoleh kemudian tersenyum ramah padanya
"Kenapa?"tanyanya
"Kenapa apanya?"tanyaku dengan bahasa
tidak formal, karena ku rasa ia seumuran denganku
"Kenapa kamu nangis sampai mata kamu sembam
seperti itu? Diputusin pacar ya? Atau...ditinggal pacarnya?
Atau..."tebaknya terpotong
"Maaf. Bukan itu alasannya"potongku
Pria dihadapanku
mengangguk ragu. Dia meletakkan buku bacaannya di meja, kemudian menatapku.
"Sepertinya saat ujian SBMPTN kemarin aku
melihatmu"ujarnya
Huft...lagi-lagi aku harus mengingatnya. Moodku
hilang begitu saja. Aku menutup buku bacaanku dengan kasar kemudian berdiri,
hendak pergi.
"Tunggu! Apa aku salah lagi?"tanya pria
itu
Dia menghampiriku. Dia menatapku yang hendak
menangis.
"Aku, berbicara tidak sopan ya?"tanyanya
ragu
Aku menggeleng.
"Tidak. Hanya saja seharusnya kamu tak membahas
itu di hadapanku"ujarku lirih
Dari matanya, terpancar
penyesalan yang mendalam. Ia memberikan sebuah sapu tangan untukku setelah kami
berbincang cukup lama di taman.
"Kamu tidak gagal, hanya kurang beruntung saja.
Lagi pula, Allah tidak pernah salah menentukan takdir seseorang. Jika kamu
tidak di terima di universitas yang kamu mau, berarti itu bukan jalan
kamu"ujarnya
Aku menghentikan tangisanku, kemudian menatapnya.
Bisma. Namanya adalah Bisma. Dia memiliki mata yang indah dan senyum tipisnya
meluluhkan.
"Masih banyak jalan untuk kamu bisa jadi
Biomedik. Tugas kamu sekarang mencarinya"Bisma
Aku mengangguk paham.
"Makasih ya Bis, udah bikin aku
baikan"ujarku
Bisma mengangguk. Kemudian Bisma mengajakku ke
sebuah mini market. Ia membelikan ice cream coklat untukku.
"Dinginnya ice bisa mendinginkan otakmu dan
membuatnya kembali rileks"ujarnya memberikan ice itu
"Dan rasa coklat bisa sedikit memperbaiki mood
kamu yang hancur"lanjutnya
Aku tersenyum kemudian memakan ice cream coklat itu.
Hari itu, aku mendapat
sahabat baru. Bisma. Dia mampu menenangkan hatiku. Membuat kekacauan di hatiku
membaik. Dan aku tak perlu merasa kesepian lagi karenanya.
Satu tahun berlalu. Aku
berhasil di terima di universitas swasta yang disarankan ibuku. Aku juga mulai
menikmatinya. Lagi pula, ini sejalur dengan jurusanku saat SMK. Ya. Aku
mengambil diploma empat Analis Kesehatan. Kurasa, dari Analis Kesehatan pun aku
dapat melanjurkan cita-citaku sebagai Biomedik.
Siang ini aku dan Bisma
bertemu di perpustakaan. Kami duduk di tempat pertama kali kami bertemu. Kami
sama-sama asyik dengan bacaan masing-masing.
"Kamu sudah berubah dari Arini yang ku kenal
saat pertama kali dulu"ujar Bisma
Aku tersenyum mendengarnya.
"Berubah gimana?"tanyaku
"Kamu Arini yang periang dan penuh semangat.
Kalau dulu aku ragu kamu bisa jadi Biomedik. Tapi sekarang? Bagaimana bisa
orang sepertimu gagal?"Bisma
"Berkat kamu juga Bis. Jangan terlalu
menyanjungku! Nanti kalau aku terbang ketinggian sakit kalau jatuh"jawabku
"Tenang saja, aku selalu ada saat kamu jatuh.
Dan sebisa mungkin, aku akan mengobati lukamu"Bisma
Lagi-lagi aku hanya dapat tersenyum. Dia memang
sahabat terbaik yang pernah ku miliki.
Di suatu sore, Bisma
mengajakku bertemu di sebuah cafe. Dia memberiku sebuah buku tentang Kanker
Darah atau Leukemia.
"Semoga bisa bantu kamu ya"Bisma
"Makasih Bis. Kamu memang bisa mengerti apa
yang ku inginkan tanpa aku bilang. Dan kepedulianmu membuatku yakin jika aku
tidak sendiri"ujarku
Kemudian kami meminum kopi yang tersedia.
"Ini juga buat kamu"Bisma
Aku membukanya.
"Wah...kue coklat. Kamu kok sering banget
ngasih aku sesuatu yang berbau coklat? Kamu tahu saja jika aku suka
coklat"aku
Bisma tersenyum manis padaku.
Bisma masih setia
menungguku membaca. Aku duduk santai bersandar di pohon. Dan tentu saja, Bisma
berada di sampingku. Sesaat kemudian, Bisma pamit padaku untuk pergi sebentar.
Aku hanya mengangguk dan melanjutkan bacaanku. Beberapa saat kemudian, Bisma
datang membawa ice cream coklat untukku.
"Istirahatin dulu otak kamu!"suruh Bisma
sembari kembali duduk di sampingku
Kami mulai memakan ice cream masing-masing.
"Sekarang, apa yang ada di pikiran
kamu?"Bisma
Aku menatapnya bingung.
"Maksudnya?"aku
"Yang kamu pengen"Bisma
"Aku pengennya sih bisa lanjut S2 ke luar
negeri"ujarku
Bisma menatapku. Matanya menatap dalam manik mataku.
"Kenapa? Kamu nggak harus nurutin itu kok. Kamu
bantu dan menemaniku belajar saja sudah lebih dari cukup"lanjutku
Bisma tersenyum kemudian mengacak-acak poniku.
"Aku yakin kamu bisa"Bisma
Tiga tahun berlalu.
Acara wisuda baru saja selesai ku lewati. Allhamdulillah, aku berhasil meraih
peringkat dua. Kedua orang tuaku sangat bangga terhadapku. Ibu mengajakku
segera pulang, tapi aku menolak.
"Sebentar Bu, Arini lagi nunggu
temen"tolakku
Tapi karena didesak terus-menerus, akhirnya aku mau
pulang. Di sepanjang perjalanan pulang mataku terus mencari sosok Bisma. Dia
sudah berjanji untuk datang ke wisudaku. Tapi nyatanya ia tak juga datang.
Sekarang waktunya
bagiku untuk mencari jenjang pendidikan lanjutan. Strata 2 Biomedik. Aku mulai
mencari informasi tentang jurusan itu. Syarat-syaratpun mulai ku kumpulkan. Tak
hanya itu, aku juga harus mencari kerja. Tak mungkin aku menyia-nyiakan gelar
sarjana ini begitu saja. Bagaimanapun, aku juga ingin segera membahagiakan
kedua orang tuaku.
Tiga hari pasca
wisudaku, Bisma mengajakku bertemu di sebuah cafe. Awalnya aku menolak karena
hari ini aku akan mendaftarkan diri di suatu Perguruan Tinggi Negeri. Tapi
Bisma mendesakku. Lagi pula, aku juga sangat merindukan sahabatku itu. Aku bisa
seperti ini juga karena dia. Kemudian, aku menerima ajakannya.
Hampir setengah jam aku
menunggu, Bisma tak kunjung datang. Awalnya aku berniat untuk pulang. Tapi
tiba-tiba Bisma datang. Ia meminta maaf padaku karena datang terlambat.
"Ada apa?"tanyaku
"Ini, kado atas kelulusan kamu"Bisma
memberiku bingkisan
Aku mengerutkan keningku, bingung dengan tingkah
anehnya. Sementara ia masih terus tersenyum padaku.
"Kemana kamu waktu aku wisuda? Katanya mau datang.
Tapi, nyatanya kamu tidak ada"kesalku
Senyum tipisnya pudar melihat kekecewaanku.
"Maaf deh soal itu. Yang penting, sekarang kamu
buka dulu ya kadonya!"suruh Bisma halus
Aku menghela napas
berat. Aku begitu penasaran, apa isi bingkisan ini.
"Buruan! Aku yakin kamu bakal suka"ujar
Bisma
Perlahan, aku membukanya. Isinya sebuah coklat besar
berbentuk hati dan bingkai foto yang masih kosong. Lagi-lagi, aku mengerutkan
keningku.
"Itu di dalam masih ada lagi"Bisma
Kemudian tanganku meraih sebuah amplop besar dan
membukanya. Mataku membolat sempurna. Aku sungguh tak percaya dengan isi amplop
itu.
"Bagaimana bisa? Ini palsu ya?"tanyaku
Bisma tertawa.
"Itu asli, Arini. Setahun lalu aku dapat info
kalau ada beasiswa di universitas itu. Dan aku coba daftarin kamu. Dan
Allhamdulillah hasilnya..."terang Bisma terpotong karena aku sudah lebih
dulu memeluknya erat
Ia pun membalas pelukanku sembari terus tersenyum.
"Terima kasih Bis. Kamu memang sahabatku yang
paling baik"ujarku
Bisma hanya membalasnya dengan anggukan.
Hadiah dari Bisma
adalah kado terindah untukku. Aku di terima di salah satu universitas terbaik
di Singapura, program studi Biomedik. Dia selalu saja tahu apa mauku, dan
selalu berusaha mendapatkannya. Padahal, kami kenal baru empat tahun terakhir.
Apa mungkin dia menyukaiku? Yang ku tahu, dia adalah tempat ternyaman untukku.
Dia adalah orang yang paling mengerti aku. Tapi untuk cinta, aku ragu jika
memilikinya.
Satu hari menjelang
keberangkatanku ke Singapura, Bisma menemuiku di cafe. Aku tersenyum menyambutnya.
"Arini, aku datang karena besok aku tidak bisa
mengantarmu. Aku harus daftar kuliah juga"Bisma
"Padahal, aku pengen kenalin kamu ke orang tua
ku"ujarku
Dia tersenyum.
"Oh iya. Aku mau kasih alasan, kenapa aku kasih
kamu bingkai kosong"Bisma
Aku menatapnya serius seolah menunggu ucapannya.
"Saat aku ulang tahun yang ke-9, adikku
memberikan bingkai foto itu. Dia membuatnya sendiri untukku. Dia bilang,
bingkai itu hanya boleh diisi fotoku dengan orang yang paling aku
sayang"terang Bisma
"Tapi kenapa kamu kasih bingkai itu padaku?
Bagaimana jika adik kamu marah?"bingungku
Bisma tersenyum manis.
"Kamu kan tahu, aku tidak suka foto. Jadi aku
berikan saja padamu. Aku juga minta ke kamu, buat isi bingkai itu dengan fotomu
dan orang yang paling kamu sayang. Terserah, mau foto dengan orang tuamu,
sahabatmu, suamimu kelak, atau saudaramu. Adikku sangat baik. Dia tidak mungkin
marah aku memberikannya padamu. Dia akan mengerti"Bisma
"Sahabat terbaikku adalah kamu. Kamu tidak suka
foto. Terus, aku anak tunggal, nggak punya saudara"bingungku
Bisma kembali tersenyum dan mengacak-acak poniku.
"Kamu mirip sekali dengan adikku"ujarnya
Beberapa saat kemudian,
Bisma naik ke atas panggung dia memainkan jarinya di atas piano antik itu.
Kemudian, ia mulai bernyanyi,
There's A Place,
InYour Heart And I Know That It Is Love
And This Place,
Could Be Much Brighter Than Tomorrow
And If You, Really
Try You'll Find There's No Need To Cry
In This Place,
You'll Feel There's No Hurt Or Sorrow
There Are Ways To
Get There
If You Care Enough
For The Living
Make A Little Space
Make A Better
Place...
Heal The World
Make It A Better
Place
For You And For Me
And The Entire Human Race
There Are People
Dying
If You Care Enough
For The Living
Make A Better Place
For You And For Me
If You Want, To
Know Why
There's A Love That
Cannot Lie
Love Is Strong, It
Only Cares For Joyful Giving
If We Try, We Shall
See
In This Bliss We
Cannot Feel
Fear Or Dread We
Stop Existing And Start Living
Then It Feels That
Always
Love's Enough For
Us Growing
So Make A Better
World
Make A Better
World...
Heal The World
Make It A Better
Place
For You And For Me
And The Entire Human Race
There Are People
Dying
If You Care Enough
For The Living
Make A Better Place
For You And For Me
And The Dream We
Were Conceived In Will Reveal A Joyful Face
And The World We
Once Believed In Will Shine Again In Grace
Then Why Do We Keep
Strangling Life Wound This Earth Crucify Its Soul
Though It's Plain
To See This World Is Heavenly Be God's Glow
We Could Fly, So
High Let Our Spirits Never Die
In My Heart, I Feel
You Are All My Brothers
Create A World With
No Fear Together We'll Cry Happy Tears
See The Nations
Turn Their Swords Into Plowshares
We Could Really Get
There
If You Cared Enough
For The Living
Make A Little Space
To Make A Better
Place...
Heal The World
Make It A Better
Place
For You And For Me
And The Entire Human Race
There Are People
Dying
If You Care Enough
For The Living
Make A Better Place
For You And For Me
Lagu Michael Jackson,
Heal The World. Bisma menyanyikannya dengan sangat sempurna. Semua orang
bertepuk tangan untuknya. Kemudian ia kembali ke hadapanku.
"Cita-citamu adalah membuat dunia menjadi lebih
baik. Aku akan selalu mendukungmu. Dan aku percaya kamu bisa. Yang harus kamu
lakukan adalah menjadi Arini yang selalu ceria dan penuh semangat. Jangan
biarkan kegagalan menjatuhkanmu lagi!"ujar Bisma
Aku tersenyum dan mengangguk.
Dua tahun berlalu. Aku
pulang tepat di hari ulang tahunku yang ke 24. Aku sudah berjanji dengan Bisma
untuk bertemu dengannya sore ini. Setelah beristirahat beberapa jam di rumah,
aku segera pergi ke taman tempatku belajar bersama Bisma bertahun-tahun lalu.
Tak ku sangka. Impianku
terwujud. Aku telah berhasil menyabet gelas Master Science di salah satu
universitas terbaik di Singapura. Dan dua bulan lagi, aku harus berangkat ke
Canada untuk bekerja disana. Ya. Di pusat penelitian kanker di Canada. Bagiku,
ini adalah awal perjuangan baruku.
Saat dalam perjalanan
menemui Bisma, mobilku mengalami kecelakaan. Aku pun tak sadarkan diri. Dalam
mimpiku, terlintas sosok pria kecil yang sepertinya sangat familiyar bagiku.
Aku dan dia tengah berada di taman. Ia menenangkan aku yang tengah menangis.
"Nanti kakak bantu bilang ke ibu ya, biar kamu
sekolah di tempat kakak"ujarnya
"Tapi kakak janji ya! Arini nggak mau jauh-jauh
dari kakak"balasku
Anak itu menautkan kelingkingnya denganku.
Kemudian bayangan lain
datang. Saat itu usiaku 9 tahun. Ayah baru saja menjemputku dari sekolah.
Kemudian aku mendengar tangisan dari kamar atas. Aku berlari kesana. Dan terlihat
ibu yang tengah menangis di samping tubuh kaku kakakku. Aku mendekat dan
menangis di samping ibu. Setelah pemakaman kakak, aku menjadi pendiam. Hanya
kakak yang selalu bisa membuatku tersenyum. Bagiku, kakak adalah malaikat yang
di kirim Tuhan untuk selalu membuatku bahagia. Tanpanya, jiwaku serasa hilang.
Hingga suatu hari, aku berlari keluar rumah karena frustasinya. Aku ingin
bertemu dengan kakakku. Hingga tanpa sadar, sebuah mobil menabrakku hingga
terpental. Aku hilang ingatan sejak saat itu. Dan dengan kesempatan itu, orang
tuaku membuang semua foto dan kenanganku bersama kakak, agar aku tak lagi larut
dalam duka.
Saat aku sadar, aku
melihat kedua orang tuaku disisiku. Aku menangis begitu saja.
"Aku kangen kakak"lirihku
Kedua orang tuaku terkejut. Mungkin aneh bagi mereka
jika aku mengingat semuanya setelah 15 tahun aku lupa. Tapi bayangan itu, sosok
itu kini kembali. Aku dapat kembali mengingatnya. Dan kini, aku sangat
merindukannya.
Setelah tiga hari di
rawat di rumah sakit. Dokter mengizinkanku pulang. Sore itu juga, aku pergi ke
taman tempat janjianku dengan Bisma. Terlihat Bisma membelakangiku. Aku berlari
ke arahnya kemudian memeluknya.
"Arini?"kagetnya
"Aku kangen kakak. Kenapa selama ini kakak
hanya diam dan membiarkanku seperti orang bodoh?"tanyaku
Ya. Dia adalah Bisma, kakakku. Kak Bisma meninggal
saat usianya 12 tahun karena mengidap Leukemia. Mungkin itu sebabnya aku sangat
ingin menemukan obat kanker. Walau aku sempat lupa dengannya, tapi luka di
hatiku yang bicara dan menuntunku ke jalan ini.
Pria itu melepaskan
pelukanku. Ia berbalik ke arahku dan menghapus air mataku dengan jemarinya.
"Adik udah ingat semua?"tanyanya
Aku mengangguk pasti.
"Jangan lagi menyiksa kakak dengan
keterpurukanmu! Kamu harus jadi Arini yang ceria dan penuh semangat. Selangkah
lagi, mimpimu terwujud"ujar kak Bisma
Aku mengangguk.
"Allah memberi waktu kakak untuk bertemu
denganmu, untuk menguatkanmu dan mengembalikan senyumanmu. Dan, kakak berhasil.
Kakak sangat senang"lanjutnya
Aku kembali memeluknya erat.
"Jangan tinggalin Arini lagi! Arini sayang kak
Bisma"lirihku
Kak Bisma membalas pelukanku.
"Kamu selalu tahu kalau kakak menyayangimu
bukan?"tanyanya
Aku terdiam, kemudian ia kembali melepas pelukannya.
"Mulai dari sini, kamu akan melangkah
sendirian. Kakak tidak bisa membantumu lagi. Tapi kamu harus percaya kalau hati
kakak ada sama kamu meski kamu tidak dapat melihat kakak"kak Bisma
Ia masih terus tersenyum padaku.
"Terima kasih kak. Aku percaya kakak tidak akan
meninggalkanku walaupun hanya sedetik saja"ujarku
"Pasti"balasnya
Sedikit demi sedikit, bayangnya hilang. Tanganku tak
dapat lagi menggenggam tangannya. Hingga mataku yang dapat lagi melihat
senyumnya.
Dua bulan berlalu. Pagi
ini aku berangkat ke Canada untuk melanjutkan cita-citaku. Ada sebuah barang
yang tak mungkin lupa ku bawa. Bingkai foto yang ku buat belasan tahun lalu.
Kini bingkai itu tak lagi kosong. Ada fotoku dengan kak Bisma waktu kami masih
kecil disana. Ya. Orang itu adalah kak Bisma. Dia adalah orang yang paling
mengerti aku, orang yang paling berharga untukku. Aku yakin, saat ini dia masih
setia disisiku. Hanya saja, aku yang tak bisa melihatnya.