Jumat, 14 Agustus 2015

Cerpen-Our Destiny



Our Destiny

Teriknya matahari membuatku enggan keluar dari tempat ini. Cafe yang nyaman, dekat dengan sekolahku. Kini aku tengah menikmati ice cappucino kesukaanku, di temani sahabatku sejak awal masuk SMA, Intan. Sedari tadi Intan sibuk dengan ponselnya. Sesekali, ia menyeruput jus alpukat di hadapannya. Aku dan Intan, saat ini duduk di bangku kelas 2 SMA. Kami ditempatkan di kelas yang sama selama dua tahun ini. Bahkan, kami juga teman sebangku. Tak heran jika aku menganggapnya sahabat terbaikku. Dimana ada aku, disana pasti juga ada Intan.
Aku merasa mulai bosan. Padahal biasanya aku sangat betah jika sedang 'nongkrong' di cafe ini bersama Intan. Mungkin karena sikap Intan yang aneh beberapa hari ini. Dia selalu sibuk dengan hand phonenya.
"Intan, chattingan sama siapa sih?"tanyaku
"Temen"jawab Intan singkat
Aku menghela napas malas. Tak biasanya Intan menjawab pertanyaanku sesingkat itu.
Beberapa saat kemudian aku kembali menyeruput ice cappucinoku hingga tak bersisa.
"Pulang yuk!"ajakku
Intan mengangguk. Kamipun segera pulang ke rumah masing-masing.
Sampainya di rumah, aku mendapati mama ku yang tengah berdandan. Sepertinya beliau tengah mencari sesuatu.
"Mama cari apa sih?"tanyaku
"Hay sayang. Udah pulang? Ini nih..mama nyari sepatu putih oleh-oleh dari tante Mala kemarin. Habis mama coba itu mama taruh mana ya?"bingung mamaku
"Ada di kamarku ma. Kan kemarin mama yang naruh sana"jawabku
Mamaku segera berlari ke kamarku untuk mengambil sepatunya. Aku berjalan malas menghampiri mama. Terlihat mama duduk di tepi tempat tidurku sambil mengenakan sepatu putih yang tadi beliau cari.
"Mama mau kemana sih? Kok dandan gitu?"tanyaku
"Mama mau ketemu seseorang sayang. Penting dan mama udah telat. Mama pergi dulu ya, bye"terang mama ku
Aku tahu pasti siapa yang akan mama temui. Pasti om Ranung. Teman dekat, atau bisa dikatakan sebagai kekasih mama sejak beberapa waktu lalu. Memang, setelah kepergian papa enam tahun lalu aku dan mama hanya hidup berdua saja. Apalagi, keberadaan kami jauh dari sanak saudara. Namun sebenarnya, aku tak pernah menyukai hubungan itu. Bukan karena om Ranung pria jahat atau sebagainya. Om Ranung adalah pria baik dan penyayang. Namun rasanya sangat berat untuk menerima keberadaan keluarga baru bagiku.
Ingatanku kembali ke masa-masa dimana aku tak pernah merasa sendiri. Saat ada seseorang yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukanku setelah kepergian papa. Pacarku semasa SMP. Dia bukanlah pria yang romantis yang selalu memberiku hadiah. Dia hanyalah pria biasa yang membuatku nyaman saat di dekatnya. Aku tak tahu, kapan pastinya rasa ini hadir di tengah kebersamaan kami. Yang aku tahu, aku ingin selalu di dekatnya. Aku merasa tenang dan lebih baik saat dia disisiku. Hingga akhirnya hubungan kami kandas saat perpisahan siswa. Dia meninggalkanku, setelah bertahan cukup lama diantara masalah yang hadir.
Satu bulan berlalu. Besok adalah hari ulang tahun Intan yang ke-17. Seperti remaja pada umumnya, ulang tahun yang dianggap spesial itu akan di rayakan di sebuah restoran. Sore ini aku dan Intan tengah berjalan menyusuri sebuah mall tak jauh dari sekolah.
"Aku lelah. Istirahat dulu yuk!"ajak Intan
"Dimana?"tanyaku
Intan menunjuk sebuah restoran indoor berdindingkan kaca. Aku mengangguk setuju.
Setelah kami duduk, seoang pelayan datang menawarkan menu pada kami. Sembari menunggu pesanan datang, aku dan Intan  membicarakan banyak hal.
"Oh iya Bel, aku mau bilang sesuatu sama kamu"Intan
"Apa? Bilang aja! Kayak orang mau nembak aja kamu"ujarku
Intan tertawa mendengar candaanku.
"Aku serius, Bella. Tapi jangan kaget ya!"Intan
Setelah mengambil napas panjang, Intan melanjutkan ucapannya.
"Aku punya pacar. Yah...tepatnya hampir dua bulan lalu"Intan
"Loh, kok baru bilang? Siapa dia? Pastu ganteng ya?"tanyaku bertubi-tubi
Intan mengangguk mantab.
"Ganteng dong. Baik, lucu, ya gitu deh"Intan
"Maaf baru cerita. Aku nggak enak aja buat bilangnya. Apalagi mengingat tentang masa SMP mu yang membuatmu rapuh hingga saat ini"lanjutnya
Aku tersenyum mendengar penuturan Intan.
"Ssstt, sudahlah, jangan bahas itu! Siapa laki-laki itu? Dia satu sekolah sama kita?"tanyaku
Intan menggeleng.
"Dia anak SMA 7. Namanya Bisma. Bisma Karisma tepatnya"terang Intan
Nama itu tak terdengar asing di telingaku. Bisma Karisma. Nama kekasihku saat SMP dulu. Tapi apa iya Bisma yang dimaksud Intan sama dengan Bisma mantan kekasihku itu? Aku memilih bungkam. Aku tidak bisa membayangkan, jika benar Bisma mantanku itu Bisma yang Intan maksud.
Hari berganti. Sore ini pesta ulang tahun Intan diadakan. Kini aku tengah bersamanya. Kami duduk berbincang di area outdoor restoran yang telah ditata apik. Intan terlihat cantik dengan dress biru laut selututnya ditambah rambut yang diikat dengan beberapa jepit bunga sebagai hiasannya.
"Sebentar lagi Bisma datang. Nanti aku kenalkan ya?"tawar Intan
"Hah? I..iya"jawabku ragu
"Udahlah, nggak usah gugup begitu! Bisma biasa aja kok orangnya. Dia nggak sok cool ataupun dingin. Tapi nggak cerewet juga"ujar Intan sembari tertawa
Aku tersenyum palsu menutupi perasaanku saat itu.
Ku lihat Intan melambaikan tangan ke arah yang ku belakangi. Akupun menoleh. Dan ku dapati sosok Bisma disana. Bisma mantan kekasihku saat SMP. Disana aku hanya dapat diam, perlahan aku mulai merasa sesak untuk bernapas.
Bisma berjalan ke arahku dan Intan.
"Happy birhday sayang. Be better ya!"ujar Bisma
"Makasih Bis"balas Intan
Intan menarikku untuk berdiri.
"Bel, ini loh Bisma yang kemarin aku ceritain"Intan
Aku tersenyum.
Bisma menatapku kemudian mengangkat tangan kanannya. Aku menyambutnya hingga kami bersalaman.
"Bisma"ucapnya memperkenalkan diri
"Bella"balasku sedikit lirih
Rasanya sungguh berat untuk menahan air mataku. Bahkan, untuk sekedar mengakui bahwa kamu mengenaliku pun kamu nggak mau Bis? Apa kamu tidak tahu, betapa sakitnya aku saat ini?
Sejak malam itu, aku terpaksa harus kembali berhadapan dengan Bisma. Bukan Bisma kekasih yang sangat aku cintai, tapi Bisma, kekasih sahabat terbaikku. Karena dia sering bergabung dengan aku dan Intan saat kami pergi bersama.
Sepulang sekolah, Intan mengajakku ke cafe yang biasa kami kunjungi. Ternyata sudah ada Bisma disana.
"Kamu ke Bisma dulu gih! Aku pesenin ice cappucinonya"Intan
Aku mengangguk lalu berjalan ke arah Bisma. Aku mengambil posisi duduk berhadapan dengannya. Tak ada pembicaraan apapun antara kami. Kami sama-sama diam. Bisma terlihat asyik memainkan hand phone nya. Kemudian Intan datang dan langsung duduk di sampingku. Ia menyodorkan ice cappucino pesananku.
"Maaf ya Bis, kami lama"Intan
"No problem. Gimana, besok jadi nonton?"Bisma
"Jadi donk. Kamu sudah beli tiketnya kan?"Intan
"Udah aku pesenin kok"Bisma
"Bella, kamu ikut ya!"Intan
"Hah? Kok aku sih? Nggak ah"tolakku
"Ayolah Bel, kamu bilang dimana ada kamu, disitu ada aku, dan begitu pula sebaliknya"Intan
"Ayolah, Bisma juga nggak keberatan. Iya kan Bis?"tanya Intan
Bisma mengangguk. Aku tak tahu harus menjawab apa. Sahabatku ini sungguh keras kepala. Tak mungkin ia menyerah memaksaku ikut dengannya. Akhirnya, aku mengangguk pelan.
"Okey, besok kamu ke rumahku jam 17.30 ya!"Intan
Lagi-lagi aku mengangguk pasrah.
Malam harinya, aku membuka diary bersampul pink yang lama tak ku jumpai. Aku menemukannya di kardus berukuran cukup besar di kolong tempat tidurku. Disana tertulis beberapa kisahku di masa SMP. Masa dimana aku mulai diperkenalkan dengan yang disebut 'Cinta'. Masa dimana aku mulai bisa menerima sosok lelaki yang membuatku nyaman, Bisma. Dulu aku pikir hubungan kami akan berlangsung lama, bahkan tak akan berakhir. Aku kira dia jodohku. Tapi ternyata aku salah. Belum genap dua tahun dia menjadi kekasihku, aku harus melepasnya karena keegoisan orang lain.
Pukul 17.20, aku telah sampai di rumah Intan. Beberapa kali aku membunyikan bel, hingga pintu utama rumah sederhana itu terbuka. Intan tersenyum melihatku dari atas sampai bawah.
"Kenapa? Memang ada yang salah ya?"tanyaku kebingungan
"Enggak sih, cocok aja kamu pakai baju itu"Intan
Aku tersenyum. Sore ini aku mengenakan celana jeans panjang yang aku lipat hingga mata kaki dan hem berwarna tosca. Di kakiku terpasang sepatu kets hijau tua. Terkesan lebih rapi memang. Sebab biasanya aku lebih nyaman dengan kaus lengan pendek, celana jeans panjang dan flat shoes terbuat dari bahan karet.
Beberapa saat setelah kedatanganku, Bisma datang. Intan segera menarikku untuk naik ke mobil Bisma. Intan duduk di sebelah Bisma, sementara aku di belakang. Di sepanjang perjalanan, Intan dan Bisma asyik bercanda, seakan mereka lupa akan keberadaanku. Beberapa kali aku menghela napas panjang. Berusaha menghilangkan rasa sesak melihat keasyikan mereka. Tiba-tiba, hand phone ku berbunyi. Tertera nama Rafael disana.
'Halo, ada apa Raf?'
'...'
'Maaf Raf, aku nggak bisa. Gimana kalau besok ngerjain di kelas aja?'
'...'
'Ak...aku lagi keluar sama Intan dan Bisma'
'...'
'Oh...iya'
'...'
'Yaudah, bye'
Sambungan telepon ku matikan.
"Rafael ya Bel?"Intan
Aku mengangguk.
"Kenapa?"Intan
Sesekali aku lihat Bisma melirikku dari spion nya.
"Oh...emh..itu, tanya soal tugas kelompok bahasa indonesia"jawabku
"Oh itu. Aku sama Raya juga belum ngerjain. Palingan juga besok ngerjain di kelas"Intan
Tak lama kemudian kami sampai di sebuah gedung bioskop. Kami bertiga segera masuk. Aku dan Intan menunggu Bisma yang tengah mengambil tiket yang ia pesan. Setelah mendapat tiket dan pop corn, kami segera masuk dan duduk di nomor yang tertera pada tiket. Intan duduk diantara aku dan Bisma. Selesai nonton film, Bisma mengajak kami makan malam di sebuah mini resto yang terletak di sebelah gedung bioskop.
"Gimana tadi, suka film nya?"tanya Bisma pada Intan
Intan mengangguk sembari mengunyah makanannya
"Makanannya enak?"tanya Bisma lagi
"Enak kok"Intan
"Gimana Bel, kamu juga suka kan sama makanannya?"tanya Intan padaku
Aku tersenyum, kemudian mengangguk.
Pukul 21.15, aku, Intan dan Bisma memutuskan untuk pulang. Seperti biasa, Intan dan Bisma asyik bercanda seperti tadi. Sementara aku kini sibuk membalas pesan Rafael yang sedari tadi menanyakan pelajaran.
"Siapa sih Bel? Rafael ya?"tanya Intan
"Iya nih"jawabku
"Kayaknya, dia suka deh sama kamu. Menurut kamu gimana Bel?"Intan
Aku menghentikan aktifitasku yang tengah membalas pesan Rafael. Aku melihat ke arah spion, terlihat Bisma menatapku dari sana. Namun ia segera mengalihkan pandangannya setelah ia sadar jika aku juga memperhatikannya.
"Bella"panggil Intan membuyarkan lamunanku
"Ya...ya enggak lah, Intan. Ada-ada aja sih kamu"elakku
"Tapi menurut aku iya kok. Lagian kalian juga cocok sih kalau dilihat-lihat"Intan
Aku terdiam dan pura-pura tak mendengar ucapan Intan
"Kalau menurut kamu gimana Bis? Kamu pasti tahu Rafael kan? Kapten basket sekolahku"Intan
"Cocok kok"balas Bisma
Aku menunduk. Terlalu terlihat bila Bisma sudah benar-benar melupakanku. Padahal, sedikitpun aku belum ikhlas melepaskannya.
Mobil Bisma berhenti di halaman rumah Intan. Karena memang, rumah Intan lebih dekat dari pada rumahku.
"Bel, kamu pindah kedepan gih!"suruh Intan sebelum ia keluar
"Ngapain?"tanyaku
"Ya kalau kamu di belakang gitu kesannya Bisma kayak supir"Intan
"Enggak deh. Aku disini aja"tolakku
"Ayolah, biar kalian akrab juga. Aku nggak pernah loh, lihat kalian bicara. Padahal kalian orang-orang yang aku sayang. Aku mau kalian akrab juga. Aku nggak jealous kok"Intan
Tanpa menunggu jawabanku, Intan membuka pintu belakang mobil lalu menarikku pelan untuk duduk di samping Bisma.
"Ya udah, aku pulang dulu ya. See you"pamit Intan
Aku dan Bisma tersenyum. Sesaat kemudian, Bisma kembali menjalankan mobilnya.
Tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut kami. Hingga tak terasa, hujan mulai mengguyur jalanan yang kami lalui.
"Ya...hujan"lirihku
Memang sejak kecil, aku tak menyukai hujan.
"Kamu masih tidak suka hujan?"tanya Bisma tiba-tiba
Aku beralih menatapnya, lalu mengangguk pelan.
"Masih kayak dulu ya?"lirih Bisma diiringi senyum tipisnya
Aku menunduk mendengar penuturan Bisma. Ternyata dugaanku salah. Ternyata Bisma masih mengingat segelintir cerita kami.
Beberapa kali kilatan petir menyambar. Aku menutup rapat-rapat telingaku. Jujur, sedari dulu aku sangat takut dengan petir.
"Gleeerrrr"suara petir terdengar kian mengerikan
Namun seketika tubuhku terasa hangat, tenang. Perlahan aku membuka mataku yang sempat terpejam. Aku baru sadar, ternyata aku berada dalam dekapan Bisma.
"Jangan takut, aku disini!"lirih Bisma
Aku mendorongnya pelan lalu mengalihkan pandangan keluar jendela.
"Aku minta maaf"ujar Bisma
Aku masih enggan menjawabnya.
"Bella, please! Aku benar-benae minta maaf karena semua ini. Maaf karena aku terlalu banyak menyakiti kamu"lanjut Bisma
"Kamu nggak salah kok Bis"balasku
"Aku sayang sama kamu, Bel"ujar Bisma
Aku menatap manik matanya. Terlihat ketulusan disana. Aku tak sanggup menahan kesedihanku. Setetes air mataku jatuh, mengalir dipipiku. Namun dengan segera Bisma menghapusnya dengan ibu jarinya.
"Please, jangan nangis! Jangan buat aku semakin merasa bersalah!"Bisma
"Kenapa hubungan kita harus jadi korbannya Bis? Kenapa harus kita?"tangisku
"Sudahlah Bel, mungkin ini jalan kita"Bisma
"Tapi kenapa harus kita? Apa salah kita Bisma?"isakku
Beberapa detik kemudian, Bisma memelukku erat. Namun sebisa mungkin aku mendorongnya lalu keluar dari mobilnya. Rasa takutku terhadap hujan dan petir seolah tertutupi dengan sakit di hatiku.
Kemudian, suara petir kembali menggelegar. Aku menutup telingaku sembari terduduk di jalanan. Tiba-tiba, seseorang bersimpuh di hadapanku. Ia adalah Bisma.
"Jangan seperti ini, Bella! Ayo kita pulang!"ajak Bisma
Aku menggeleng.
"Tolong katakan kalau hubungan kita tidak benar-benar berakhir! Katakan kalau kita masih bersama, meskipun itu bohong!"terikku sembari mengguncangkan tubuh Bisma
Bisma menggeleng.
"Sudah Bella! Aku mohon sudah!"Bisma
"Aku sayang sama kamu. Aku tidak bisa melihatmu hancur seperti ini"lanjutnya
"Tapi nyatanya apa? Aku hancur Bis. Aku sakit. Setiap mengingat tentang kamu, tentang kita, hati aku sakit"balasku miris
"Maaf. Aku minta maaf"lirih Bisma
"Aku masih tidak bisa menerima kenyataan, bahwa kamu bukan milikku lagi"aku
"Please Bella! Sebentar lagi kita akan menjadi saudara. Sebulan lagi mama kamu dan papaku menikah, dan kamu akan jadi adikku"ujar Bisma
"Bukan itu yang aku mau Bis"aku
Egois memang. Pernikahan orang tua ku dan Bisma menjadikan hubungan kami korbannya. Mereka tega memisahkan kami. Dan aku tak bisa begitu saja melupakan Bisma sebagai kekasihku. Aku sangat mencintainya.
"Aku mohon Bel, kita pulang ya!"ajak Bisma lagi
"Biarkan aku sendiri, Bisma! Aku butuh waktu"lirihku
"Tidak Bel. Ini sudah malam, hujan. Aku nggak mau kamu sakit"Bisma
"Tapi aku butuh waktu Bis! Tolong ngertiin aku, please!"mohonku
Bisma menatapku iba.
"Okey. Jaga diri kamu baik-baik ya!"Bisma
Bisma berdiri lalu meninggalkanku sendiri.
Tangisku semakin menjadi-jadi. Aku berdiri, kemudian berjalan gontai, entah kemana. Kali ini tubuhku telah basah kuyub, bahkan menggigil akibat derasnya air hujan.
"Bella"panggil seseorang
Aku menoleh. Terlihat Rafael berdiri tegap di hadapanku. Tanpa berkata apa-apa, aku memeluknya erat, seakan ingin mencurahkan semua kesakitan hatiku padanya. Rafael pun membalas pelukanku.
"Ada apa Bel? Apa yang membuatmu seperti ini?"tanya Rafael
"Sakit Raf, aku sakit. Aku tidak bisa melupakannya. Aku cinta sama Bisma"isak ku
"Aku tahu Bel"balas Rafael lirih
Pandanganku terasa kabur, tubuhku ringan, seperti sedang terbang. Kemudian, aku tak tahu apa yang terjadi.
Enam tahun berlalu. Kini aku tengah berada di kamar Bisma yang letaknya tak jauh dari kamarku. Aku berniat mengembalikan charger netbook yang aku pinjam pagi tadi.
"Bis, ini charger nya"aku
"Sini duduk!"suruh Bisma
Aku duduk di tepi tempat tidurnya, tepat di samping Bisma duduk.
"Besok malam jadi?"tanyaku
Bisma mengangguk.
"Aku grogi banget nih"Bisma
"Kenapa? Kayak baru kenal aja sama Intan. Lagian besok kan baru tunangan"aku
Bisma tertawa.
"Iya sih. Lucu aja rasanya"Bisma
"Kok bisa ya, aku sama Intan bisa se-serius ini? Setahunan lagi kami akan menikah"lanjutnya
"Namanya juga jodoh"aku
"Kamu sama Rafael gimana? Kapan nyusul?"Bisma
"Nggak tahu. Tapi minggu depan dia mau ajakin mamanya kesini. Aku udah bilang kok ke mama sama papa"aku
Bisma mengacak-acak poniku, kemudian menarik kepalaku untuk bersandar di bahunya.
Dua tahun belakangan, aku menjaalin hubungan spesial dengan Rafael yang telah lama memendam perasaannya padaku.
"Sudah enam tahun ya?"Bisma
Aku terdiam.
"Aku nggak pernah menyangka, kita bisa seperti ini. Akhirnya kamu jadi adikku. Adik yang sangat aku sayangi"lanjutnya
"Dulu, aku sangat mencintaimu. Aku sebenarnya juga tak bisa meninggalkanmu begitu saja. Tapi akhirnya...."
"Aku sayang kamu, Bella. Selamanya, aku sayang kamu. Lebih dari apapun"
Karena merasa tak ada respon dariku, Bisma melihat kearahku. Ia tertawa geli.
"Masih sama. Kebo"ejek Bisma menatapku yang memejamkan mata
Bisma mengangkat tubuhku lalu membawanya ke kamar. Perlahan ia menidurkanku di tempat tidurku lalu menyelimutiku.
"Have a nice dream, dear. Have a beautiful life in your future. Maaf untuk semuanya. I love you more than you know"lirih Bisma lalu mencium keningku cukup lama
Aku dengar semuanya, Bisma. Tapi aku juga sadar. Sekarang bukan waktunya untuk berharap lebih tentang kita. Tuhan telah menunjukkan jalan untuk kita. Tuhan menyatukan kita, tak mengijinkan kita untuk berpisah. Membuat kita selalu bersama. Namun bukan sebagai pasangan kekasih, melainkan sepasang kakak beradik. Aku yakin, ada hikmah di balik semua ini. Dan aku percaya, pintu kebahagiaan telah menantiku di depan sana.

TAMAT

Sabtu, 01 Agustus 2015

Cerpen-Memory

MEMORY


Kenangan itu, masih ada dalam ingatanku. Saatdiriku mulai mengenal cinta dari sosok pria manis bernama Bisma. Dialah cintapertamaku. Sampai saat ini, hanya dia yang ada dihatiku.
#FlashbackOn
"Sayang, aku minta maaf yah!"ujar Bismaseraya menahan tanganku
Aku menghempaskannya kasar
"Buat apa kamu minta maaf sementara kamu terus mengulangikesalahanmu?"bentak ku
Ia terdiam
"Hh? Kamu nggak bisa jawab kan?"lanjutkuseraya pergi
Lagi-lagi Bisma menahan tanganku
"Lalu aku harus gimana?"Bisma
"Jangan terlalu respect sama fans-fans cewe kamu itu! Akurisih"jawabku
Yaps. Bisma kekasihku. Dia pria yang amat dikagumidi sekolahku. Parasnya yang manis, tampan dan mempesona, di tambah denganbakatnya dalam basket dan dance. Hampir semua siswi di sekolahku menggilainya.
Tapi itu semua membuatku risih. Mereka selalu sajamenggangguku dan Bisma. Dan anehnya, Bisma selalu respect sama mereka. Katanyaia tak tega bila harus cuek pada orang-orang yang memperhatikannya.
"Sayang, mereka cuma fans-fans aku aja, nggaklebih. Aku sayang sama mereka, tapi nggak ada secuilpun rasa cinta aku buatmereka. Karena hanya kamu gadis yang aku cintai"ucap Bisma sambil membelaipipiku
Aku menepis tangannya
"Kalau nggak bisa, lupain aku!"tegasku, lalu pergi
Ku lihat Bisma masih terdiam mematung disana.Matanya melukiskan kebimbangan. Antara cinta, dan karir. Jujur, aku tak tegamelihatnya seperti itu. Namun, aku kembali terbayang rasa sakit ketika melihatBisma dikerubuti gadis-gadis.
Hari ini sekolahku tanding basket dengan sekolahlain. Bisma pun ikut bertanding juga. Aku duduk dibangku paling depan bersamasahabatku, Chika. Terlihat Bisma begitu mempesona dengan seragam basketnya.Rambutnya mulai basah oleh keringat. Sepertinya ia sudah mulai kelelahan. Namunia menahan rasa lelahnya itu demi membela tim basket sekolah kami.
Satu jam kemudian pertandingan usai. Tim basketsekolahku unggul dalam poin. Beberapa kali Bisma berhasil memasukkan bolakedalam ring. Kini, Bisma tengah duduk dibangku cadangan untuk beristirahat.Belasan gadis langsung mengerubutinya. Adayang membawakan air mineral, handuk, kipas, dan lain sebagainya. Bismamenyambut kedatangan mereka dengan senyum keramahan
"Hufft"hatiku kembali panas
Aku pergi dari area lapangan basket. Aku berniat pulang. Di sepanjang perjalananaku mengoceh tak jelas. Meluapkan rasa kesalku pada gadis-gadis yangmengerubuti Bisma tadi.
Tiba-tiba ada yang menahan tanganku. Aku menoleh. Hh, ternyata itu Bisma.
"Kamu cemburu?"Bisma
Aku tak menyahutinya
"Maafin aku ya! Aku nggak ada niat buat bikin kamu kesel"Bismamenggenggam tanganku
Lagi-lagi aku tak menjawab. Lalu Bisma menarik tanganku. Dengan terpaksa, akumengikuti langkah kakinya.
Hingga sampailah kita di taman. Aku duduk di bangkutaman. Sedangkan Bisma bersimpuh di hadapanku.
"Sayang, ngertiin aku donk! Aku ini bener-bener cinta sama kamu. Tapi akujuga nggak bisa ninggalin fans-fans aku"Bisma menggenggam jemariku
"Aku juga bener-bener cinta sama kamu Bis. Tapi hati aku sakit ngeliatkamu dikerubutin cewe-cewe kayak tadi"jawabku
Tanpa terasa, air mataku berjatuhan. Bisma menghapus air mataku dengan ibujarinya
"Please, jangan nangis!"Bisma
Seorang pengamen lewat di depan kami
"Mas, pinjam gitarnya sebentar"Bisma
Pengamen itu meminjamkan gitarnya pada Bisma.
Bisma mulai memetik senar gitar itu.
"This time i just need to know
Try to find the way to tell you what i wanna say
I'm still waiting, i can moving
For your love your love your love your love

I hope you know who i am
And i know you will never understand
And i hope someday i am the man who you want
For sure i know, i not the man for you

I wake up to another lonely day
And realize you'll never feel this way
I'm still waiting i can moving
For you love your love your love

But in my heart will never change
You kind a girl that i want
I'm still in here to do something
I'm still waiting, waiting of you"

Suara Bisma terdengar begitu merdu ditelingaku. Akutak sanggup lagi bila harus marah padanya. Ku berikan senyuman termaniskupadanya. Ia membalas senyumanku. Bisma mengembalikan gitar tadi pada sipengamen dan memberinya sejumlah uang. Kemudian, Bisma menarik tanganku agaraku berdiri.
"Kamu mau kan maafin aku?"Bisma
"Iya Bis. Aku juga akan coba buat ngertiin kamu"jawabku denganseuntai senyum
Bisma memeluk tubuhku erat
"I love you my girl"bisik Bisma di telinga kiriku
"I love you to my boy"balasku
Tapi, semakin lama pelukan Bisma melemah. Dan, iajatuh ke tanah. Aku membantunya duduk di bangku. Terlihat wajahnya mulai pucat.Sepertinya ia sedang sakit.
"Kamu kenapa?"tanyaku khawatir
"Aku nggak papa kok "Bisma
Ku sentuh pipi kirinya. Dingin. Terasa dingin.
"Bis, kok badan kamu dingin banget sih? Kamu lagi sakit?"tanyaku lagi
Air mataku kembali menetes.
"Please jangan nangis sayang! Aku nggak mau air mata kamu tumpah cumagara-gara aku"Bisma kembali menghapus air mata dipipiku
Ia tersenyum manis, lalu kembali memeluk ku. Akupun membalas pelukannya.
"Kamu cinta pertama dan terakhir buat aku. Akubisa bertahan sejauh ini karena kamu"bisik Bisma
"Maksud kamu?"tanyaku
"Aku sakit sayang. Aku sakit lupus. Dan mungkin ini waktunya akupergi"lirih Bisma
Mataku membolat sempurna. Bagaimana mungkin Bismaterkena penyakit lupus? Yang aku tahu Bisma adalah pria yang sehat dan kuat.
"Jangan begitu Bis! Kamu nggak boleh ninggalinaku. Aku cinta sama kamu. Hiks. Maaf selama ini aku nggak bisa ngertiin kaum.Tapi aku janji, mulai sekarang aku akan lebih ngertiin kamu. Hiks hiks"tangisku pecah di pelukan Bisma
Bisma melepas pelukannya. Ia mengambil sesuatu darisakunya. Sebuah cincin yang amat cantik. Lalu, ia memasangkannya di jarimanisku.
"Ini salah satu bukti cintaku. Aku mau kamu simpan&sayangi cincinini!"Bisma
Aku mengangguk. Air mataku masih mengalir deras dipipiku. Bisma meraih daguku.Lalu, ia mendekatkan wajahnya.
"Cupp "ia mengecup keningku sekilas
Kemudian tangannya beralih kepipiku. Diusapnyalembut, dihapusnya air mataku. Tapi, tiba-tiba tangannya terlepas dari pipiku.Aku meraihnya, lalu menggenggamnya erat. Terukir senyum manis dibibir Bisma
"Aku cinta kamu"Bisma
"Aku juga cinta kamu"balasku
"Buggh"tubuh Bisma terjatuh dipelukanku. Matanya terpejam.
"Bis"panggilku
Bisma tak menjawab
"Bisma! Bis bangun!"teriakku sambil menggoncangkan tubuh kekasihkuitu
"Bisma aku mohon bangun! Jangan tinggalin aku! "tangis ku kembalipecah
BISMA. Kekasih yang sangat akucintai, pergi untuk selamanya. Ia meninggal dalam pelukanku.
#FlashbackOff

            
Kuletakkan bucketmawar putih diatas gundukan tanah. Lalu, aku bersimpuh di samping batu nisanbertuliskan nama kekasihku, Bisma.
"Apa kabar kamu disana? Baik-baik aja kan? Aku disini jugabaik-baik aja . Aku nggak akan lupain kamu dan semua kenangan kita. Maaf akunggak pernah bisa ngertiin kamu. Aku nggak bisa jadi pacar yang baik buatkamu"ucapku
Lagi-lagi air mataku mengalir.
Lalu, aku berdiri dan pergi dari tempat itu.
'Walau raga kita tak bisa menyatu,tapi jiwa kita tetap satu. Meski kamu udah tak ada di dunia ini, namun jiwamumasih singgah dihatiku. I love you Bisma'
TAMAT

(Tulisan saya waktu kelas 1 SMK)


Cerpen-From My Friend



From My Friend

Masa putih abu-abu. Adalah masa dimana kita mulai beranjak dewasa. Banyak hal yang kita temui pada masa ini. Baik masalah, persahabatan, bahkan percintaan. Contohnya seperti Kiara dan Anisa. Mereka berteman akrab sejak duduk di bangku kelas 1 SMA. Kemanapun, mereka selalu pergi bersama. Perbedaan tak menjadi penghalang bagi mereka untuk bersama. Kiara adalah gadis tertutup, susah bersosialisasi, pemurung, dan pendiam. Dia selalu menyimpan masalahnya sendiri. Sedangkan Anisa adalah gadis yang selalu tampak ceria. Kehidupannya bak tak pernah tersentuh masalah. Ia sangat ramah, bahkan kadang terkesan cerewet.
Sore ini, mereka berkeliling di area mall dekat sekolah. Anisa asyik bermain hand phone nya. Beberapa kali ia mengajak Kiara berfoto bersama, namun ia selalu menolak. Kemudian mereka beristirahat di sebuah resto. Mereka menunggu pesanan datang di meja pojok. Setelah pesanan mereka datang, Anisa segera melahap makanannya.
"Kamu yakin cuma mau minum aja?"tanya Anisa
Kiara mengangguk.
"Tadi aku sudah makan di rumah"Kiara
Anisa mengangguk mengerti.
Saat asyik menyeruput soft drink nya, mata Kiara menatap sosok yang tak asing baginya.
"Reza?"kaget Kiara
Anisa mengalihkan pandangannya ke arah tatapan Kiara.
"Reza? Kok dia sama cewek? Bukannya kemarin kamu bilang kalian dekat lagi ya?"Anisa
Reza adalah mantan kekasih Kiara. Mereka berpacaran sejak Kiara duduk di bangku kelas 1. Namun dua bulan lalu mereka putus karena sebuah masalah. Tapi, beberapa hari terakhir Reza kembali mendekati Kiara.
"Aku juga nggak tahu"Kiara
"Play boy banget sih dia"kesal Anisa
"Sudahlah, kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi kan?"Kiara
"Jelas-jelas dia mesra banget sama cewek didepannya itu"Anisa
"Ayo kita pulang saja!"Kiara
Anisa menatap bingung ke arah sahabatnya itu.
"Kamu yakin?"Anisa
Kiara mengangguk lalu berdiri dan berjalan meninggalkan Anisa. Anisapun mengejarnya.
"Kamu tidak papa Ra?"tanya Anisa
"I'm fine"Kiara
Di sepanjang perjalanan pulang, Kiara menahan tangisnya. Ia menyimpan rasa sakitnya sendiri.
Sampainya dirumah, Kiara merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia menutup wajahnya dengan bantal dan menangis disana. Kiara memang lebih suka mencurahkan kesedihannya dalam sepi dari pada bercerita kepada orang lain, bahkan Anisa. Sudah berkali-kali ia di sakiti Reza. Namun entah mengapa, rasa cintanya tak kunjung lenyap dari hatinya. Saat ia menangis meluapkan perasaan hatinya, terdengar suara gaduh di luar. Ia bangkit dari tidurnya. Ia menguping dari balik pintu kamarnya. Lagi-lagi, terdengar keributan antara kedua orang tuanya. Mereka selalu saja bertengkar. Dan biasanya, anak selalu jadi pelampiasannya. Entah sampai kapan masalah hinggap di kehidupan Kiara. Belum selesai suatu masalah, sudah datang lagi berbagai masalah lain. Rasanya ingin sekali Kiara pergi dari kehidupan ini. Karena mungkin dengan itu semua penderitaannya akan berakhir. Tiba-tiba hand phone nya berbunyi. Sebuah panggilan masuk dari Anisa. Rasanya sangat malas untuk mengangkat telepon itu. Tapi pasti nanti Anisa akan marah padanya. Terpaksa, Kiara mengangkatnya
'Lama banget sih ngangkatnya?'keluh Anisa diseberang sana
'Maaf'Kiara
'Besok liburan mama mau ngirim aku ke Bandung. Kamu mau ikut nggak?'Anisa
'Lihat besok deh'Kiara
'Ayolah, ikut yah! Aku nggak punya teman disana. Aku cuma tinggal sama nenek ku'Anisa
'Iya aku ikut'Kiara
'Kok suara kamu gitu? Kamu nangis ya? Ada apa?'Anisa
"Nangis? Enggak. Aku mau flu deh kayaknya'
'Oh. Yaudah. Aku tutup yah, aku ngantuk'Anisa
'Iya'Kiara
Hari berganti. Kiara baru saja sampai di sekolah. Ia duduk sendiri di perpustakaan. Ia membaca novel yang tadi ia ambil di sebuah rak. Setengah jam kemudian, bel masuk berbunyi. Kiara segera beranjak ke kelasnya. Ia duduk di bangku nomor 3 dari depan. Tak lama kemudian, Anisa datang dan segera duduk di samping Kiara. Anisa memperlihatkan deretan giginya ke arah Kiara.
"Pipi kamu kenapa?"tanya Kiara melihat pipi kiri Anisa yang lebam
"Tadi malam ada nyamuk. Aku tabok deh. Emang merah ya?"Anisa
"Lihat aja sendiri!"Kiara memberikan cermin ke arah Anisa
"Bodo amet lah. Oh iya, kamu udah ngerjain PR matematika belum?"Anisa
"Oh iya, aku lupa"Kiara menepuk jidatnya
"Aku juga belum. Santai aja. Kan matematika jam terakhir. Nanti aja waktu istirahat kita cari contekan"Anisa
"Nggak ah. Aku mau ngerjain sekarang aja"Kiara membuka buku matematikanya dan mulai mengerjakan PR yang di berikan guru minggu lalu
Sedangkan Anisa malah membaca novel yang kemarin lusa baru ia beli. Kiara menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
"Teng..teng.."bel istirahat terdengar nyaring di telinga para siswa
"Ayo ke kantin!"Anisa
"Aku malas"Kiara
"Tapi aku lapar. Cepatlah Ra, please!"Anisa
"Kenapa sih kamu lapar terus? Terus juga aku yang disusahin"protes Kiara
"Jangan ngeluh! Itu resiko kamu bersahabat sama aku. Udah ah, ayo cepat!"Anisa menarik lengan Kiara
Kiara hanya dapat menurut. Sahabatnya itu memang selalu saja membuatnya susah. Ia sangat manja dan suka makan. Tapi bagaimana lagi, Kiara selalu kalah jika berdebat dengan Anisa.
Sampainya di kantin, Anisa segera memesan makanan.
"Kamu mau makan apa?"Anisa
"Enggak. Es teh aja"Kiara
"Enggak makan?"Anisa
"Belum lapar"Kiara
"Bu, baksonya 1 sama es teh 2"Anisa
Setelah memesan, mereka mencari meja yang masih kosong.
"Gimana sama Reza kemarin? Kamu udah tanya belum?"Anisa
Kiara menggeleng.
"Sudahlah Ra, lupain aja dia! Ngapain sih kamu masih berharap sama dia? Jelas-jelas dia itu play boy"Anisa
Kiara hanya tersenyum getir menanggapi ucapan Anisa.
Tak lama kemudian pesanan mereka datang. Anisa segera menyantap makanannya. Sedangkan Kiara masih terus kepikiran dengan Reza.
Dua hari berlalu. Pagi ini Kiara dan Anisa sedang jogging mengitari taman komplek.
"Huft, aku capek. Istirahat dulu yuk!"Anisa
"Dikit-dikit capek. Katanya pengen olah raga?"Kiara
"Tapi capek Ra. Sana deh kamu lari sendiri aja!"Anisa duduk meluruskan kakinya
Kiara pun ikut duduk di sampingnya.
"Kok kamu pucet?"tanya Kiara
"Aku emang suka gitu kalau capek. Lagian wajar kan, aku nggak kebiasa olah raga"Anisa
Kiara mengangguk mengerti
"Tahu nggak Sa, kemarin, Reza ngajak aku balikan"girang Kiara
"Terus terus?"tanya Anisa antusias
"Aku belum jawab sih"Kiara
"Jangan terima deh! Kamu kan sudah tahu busuknya dia. Masak iya, kamu mau jatuh di lubang yang sama?"Anisa
"Tapi aku cinta sama dia"Kiara
"Masih banyak laki-laki yang lebih baik dari Reza, Ra. Kamu aja yang selama ini terlalu menutup hati. Lagian kamu cantik, baik, aku yakin banyak yang naksir kamu"Anisa
"Tapi aku cuma cinta sama Reza"lirih Kiara
Anisa terdiam. Ia mengerutkan keningnya dan memperjelas pandangannya.
"Kamu kenapa sih Sa?"tanya Kiara
"Ra, itu bukannya Reza ya? Dia kok sama cewek baru lagi?"bingung Anisa
"Mana?"Kiara
Anisa menunjuk ke arah pria yang ia lihat.
Hati Kiara seperti tersambar petir. Baru kemarin sore Reza mengajaknya balikan, tapi sekarang ia malah bersama wanita lain. Tapi Kiara tetap berusaha berpikir positif.
"Mungkin sepupunya"Kiara
"Aku nggak yakin"Anisa
Kiara menatap bingung ke arah Anisa.
"Aku akan buktikan kalau Reza itu play boy"Anisa bangkit dari duduknya lalu berjalan cepat menghampiri Reza
Kiarapun mengejarnya.
Kini Anisa sudah berada tepat di depan Reza dan gadis yang bersamanya.
"Hay Za, apa kabar? Masih ingat aku kan?"Anisa
"Oh...emh..aku lupa"Reza gelagapan. Entah apa yang ia pikirkan
"Aku Anisa. Anisa sahabatnya Kiara. Itu loh, Kiara mantan kamu"Anisa
"Oh iya aku ingat. Kabarku baik. Kamu sama siapa kesini?"Reza
"Tadi sih sama Kiara, tapi dia aku tinggal"Anisa
"Eh iya Za, kata Kiara kemarin kamu ngajakin dia balikan ya? Gimana, diterima nggak?"lanjut Anisa
"Hah...emh..."Reza menggaruk tengkuknya yang gatal
"Hah? Balikan? Kamu nganggap aku apa selama ini?"kesal cewek disamping Reza. Panggil saja ia Kanaya.
"Enggak kok. Aku nggak ngajak Kiara balikan"Reza
Sesaat kemudian Kiara sudah ada di hadapan Reza. Matanya memerah mendengar penuturan mantan kekasihnya itu.
"Plakk..."satu tamparan mendarat di pipi kiri Reza
"Kamu siapa sih? Beraninya kamu nampar pacar aku"kesal Kanaya
"Aku Kiara. Mantannya Reza. Benar, kemarin sore dia ngajak aku balikan tapi aku belum jawab"Kiara
"Dan Za, sekarang aku akan menjawab. Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau balikan, bahkan kenal sama kamu lagi"kesal Kiara
"Tap..tap..tapi"ujar Reza tertahan
"Plak..."lagi-lagi tamparan mendarat dipipinya
"Play boy ya ternyata kamu. Aku nyesel kenal sama kamu"Kanaya berjalan cepat meninggalkan Reza
Sedangkan Anisa segera menarik tangan Kiara untuk pergi.
Kiara dan Anisa duduk di sebuah bangku di taman. Tetes demi tetes air mata Kiara mulai terjatuh.
"Sekarang kamu percayakan sama aku? Harusnya kamu ucapin itu sejak kemarin-kemarin"Anisa
"Aku masih nggak nyangka, ternyata Reza sebusuk itu Sa"Kiara
Anisa memeluk sahabatnya itu. Kiara menangis dalam dekapan Anisa.
Dua minggu berlalu. Siang ini Kiara dan Anisa sampai di rumah nenek Anisa yang di Bandung.
"Nenek"girang Anisa
Anisa  segera memeluk wanita rentan itu.
"Lihat deh nek, Anisa bawa teman. Namanya Kiara. Cantik kan nek? Tapi masih cantikan Anisa pastinya"Anisa
"Kamu ini. Iya deh, cucu nenek kan yang paling cantik"nenek Anisa
Kiara tersenyum mendengar kata-kata manja yang terlontar dari mulut sahabatnya itu.
"Ra, ayo ke kamar beres-beres. Habis itu makan, terus nanti sore main"Anisa
Kiara mengangguk lalu mengikuti langkah Anisa.
'Beruntung sekali jadi Anisa. Dia punya semua yang ia mau. Semua orang menyayanginya. Tak heran jika dia seceria itu. Bahkan, aku nyaris tak pernah melihatnya sedih'batin Kiara
Selesai beres-beres, mereka makan siang bersama nenek. Terlihat kembali kecerewetan dan kemanjaan Anisa pada neneknya. Terselip rasa iri di hati Kiara. Kenapa nasib Anisa begitu indah, sedangkan dirinya penuh luka?
Selesai makan, Anisa mengambil dua buah sepeda dari garasi. Sepeda itu biasa ia kendarai bersama kakak sepupunya yang sekarang tinggal di Australia. Dan sekarang, ia mengendarainya bersama Kiara.
"Kita mau kemana?"Kiara
"Kebun teh milik nenek. Aku suka sekali pemandangannya. Kita bisa melihat gunung dari sana"terang Anisa
Kemudian keduanya mengayuh sepeda mengitari daerah pedesaan yang masih asri itu. Sampainya di kebuh teh, mereka turun dari sepeda lalu bermain disana. Anisa asyik berlari dan berfoto kesana-kemari. Sedangkan Kiara memilih duduk di batu besar sambil menikmati udara sejuk khas pegunungan ditambah suguhan pemandangan alam yang luar biasa indahnya.
Tiba-tiba, sosok Anisa tak terlihat oleh Kiara. Kiara mulai bingung dan mencarinya.
"Anisa, kamu dimana? Anisa, jangan bercanda deh!"teriak Kiara
"Anisa, kamu masih disini kan?"Kiara
Ia terus berjalan mengelilingi kebun teh. Kemudian matanya menangkap sosok seorang gadis yang jatuh tersungkur. Ia berlari ke arahnya.
"Kamu kenapa?"Kiara
"Hah? Aku tidak papa. Aku sembunyi dari kamu biar kamu nyariin. Habisnya dari tadi kamu diam saja sih"Anisa
"Nggak lucu tahu"kesal Kiara kemudian berdiri
"Maaf. Aku kan niatnya bercanda"Anisa memasang wajah memelasnya
Kiara tersenyum lalu mengajak Anisa duduk di batu besar tadi.
"Sa, aku iri deh sama kamu"Kiara
"Iri? Iri kenapa?"Anisa
"Jadi kamu tuh enak. Orang tua kamu selalu akur dan sayang banget sama kamu. Kamu juga punya nenek yang perhatian. Kamu pintar, kamu tak pernah di khianati cowok, kamu selalu ceria"terang Kiara
Anisa tersenyum lalu mengalihkan pandangannya ke depan.
"Aku juga iri sama kamu"Anisa
"Apa yang bikin kamu iri sama aku?"Kiara
"Kamu cantik dan banyak yang naksir sama kamu"Anisa
Kiara tertawa lepas.
"Kok malah ketawa sih? Kan bener"Anisa
"Aku punya kelebihan yang nggak semua orang miliki. Tapi kamu juga punya kelebihan yang nggak aku miliki. Semua orang punya jalan hidup sendiri-sendiri. Jangan cuma melihat ke atas, masih banyak yang dibawah kamu"Anisa
Kiara terdiam mendengar ucapan Anisa. Bagaimana bisa gadis manja dan seceria Anisa bisa bicara seperti itu? Apa yang terjadi padanya?
Malam menjelang. Kiara dan Anisa duduk di sebuah warung sambil menikmati jagung bakar.
"Aku suka jagung bakar disini. Dulu aku suka memakannya sama Bisma"Anisa
"Bisma? Siapa dia? Pacar kamu ya?"Kiara
"Kamu kok kepo sih? Tumben"Anisa
"Jawab aja sih!"Kiara
"Hehe...Bisma itu mantan aku. Mantan terindah tepatnya"Anisa
"Kenapa putus?"Kiara
"Kepo"Anisa berjalan meninggalkan Kiara
'Apa Anisa juga pernah ngerasain apa yang aku rasaij? Tapi kenapa mudah banget buat dia bangkit? Kayaknya hidupnya juga fine-fine aja'batin Kiara sambil mengejar Anisa
"Kamu juga pernah di mainkan ya?"Kiara
Anisa tersenyum sambil menggeleng.
"Sudahlah, nggak usah kepo sama masa lalu aku. Kamu nggak akan ngerti kalau kamu nggak ngalamin sendiri. Yang wajib kamu tahu, kamu nggak sendiri dalam luka. Semua orang juga pasti pernah terluka"Anisa
Kiara tersenyum.
Enam bulan berlalu. Tibalah saatnya bagi Kiara dan Anisa melepas masa indah di SMA mereka. Ini adalah hari kelulusan bagi mereka. Siang ini, mereka mendapatkan ijazah untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
"Kamu mau ngelanjutin dimana?"Kiara
"Sore ini aku berangkat ke Australia. Dan aku akan kuliah disana"Anisa
"Kenapa? Kok mendadak sih?"Kiara
"Orang tua ku bercerai. Aku ikut mama. Sedangkan mama tidak punya siapa-siapa disini setelah nenek meninggal dua minggu lalu. Keluarga mama semua ada di Australia"jelas Anisa
"Tapi..aku..."Kiara
"Aku janji akan kembali kesini. Lagian terlalu banyak kenangan indah di Indonesia. Disini aku lahir"Anisa
Kiara tersenyum.
"Aku antar kamu sampai bandara ya nanti sore"Kiara
Anisa mengangguk.
Sore harinya, Kiara melepas kepergian sahabatnya ke negeri seberang. Ia pulang sendirian dengan taxi.
'Ternyata gadis seperti Anisa juga memiliki cerita pilu di hidupnya'batin Kiara
Setelah itu, Kiara menjalani kehidupannya sebagai mahasiswi di salah satu Universitas negeri. Ia menjadi lebih ceria dari biasanya. Ia juga mulai bisa bergaul sehingga temannya sangat banyak. Reza? Pria itu beberapa kali menemui Kiara untuk meminta maaf dan mengajaknya balikan. Tapi Kiara selalu menolak. Kiara mau memaafkannya dan jadi temannya. Tapi kalau balikan, ia tak mau mengambil resiko untuk jatuh di lubang yang sama. Akhirnya Kiara dan Reza hanya berteman.
Lima tahun berlalu. Minggu depan adalah hari ulang tahun Kiara yang ke-23. Kiara sangat mengharapkan kehadiran Anisa di hari ulang tahunnya itu. Pagi ini, Kiara berangkat bekerja di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dia mengajar Bahasa Indonesia disana. Saat diperjalanan, hand phone nya berbunyi pertanda pesan masuk. Ia membukanya.
'Aku di Indonesia sekarang. Belikan aku novel keluaran terbaru yah! (Anisa)'
Kiara tersenyum mendapati pesan itu.
Sore harinya, Kiara pergi ke toko buku yang dulu sering ia kunjungi bersama Anisa. Ia memilih beberapa novel yang cocok untuk Anisa. Ia mendapat 3 novel, kemudian ia hendak membayar ke kasir. Tapi ternyata, dompetnya tertinggal di mobil.
"Maaf ada apa ya?"tanya seorang pria dibelakang Kiara
"Emh..dompet saya ketinggalan. Saya mau ambil dulu. Silahkan jika anda mau duluan"Kiara
"Oh. Tidak pakai uang saya dulu saja"pria itu
"Tidak usah, terima kasih"Kiara
"Tidak papa. Dari pada kamu antre lagi nanti"pria itu
Akhirnya pria itu membayarkan belanjaan Kiara
"Terima kasih ya. Biar saya ambil dompet dulu, tunggu sebentar!"Kiara
"Tidak usah. Saya buru-buru. Permisi"pamit pria itu
Kiara menggelengkan kepalanya.
'Ternyata masih ada pria sebaik itu di dunia ini?'batinnya
Malam harinya, kembali sebuah pesan masuk dari Anisa.
'Besok ada pameran lukisan di jalan Manggis. Temui aku disana ya!'Anisa
'Okey. Jam 13.00 tepat nggak boleh telat ya!'Kiara
' ;) 'Anisa
Kiara tersenyum. Akhirnya, besok dia akan kembali bertemu dengan sahabat yang sangat ia rindukan.
Seperti dalam perjanjian, jam 13.00 Kiara sudah tiba di area pameran. Ia mencari Anisa kesana-kemari namun tak juga bertemu. Ia mulai kesal dibuatnya. Apakah Anisa hanya mempermainkannya? Ia mencoba menghubungi Anisa, tapi hand phone nya tidak aktif. Ia berbalik hendak pulang, namun,
"Brakks..."
"Aww..."
"Maaf"ujar seorang pria membantu Kiara berdiri
"Maaf saya tidak sengaja. Saya sedang mencari teman saya, jadi nggak konsen jalannya"ujar cowok itu
"Anda bukannya yang kemarin bayarin novel saya ya?"Kiara
"Oh...eh iya"cowok itu
"Wah kebetulan. Ini saya ganti"Kiara membuka tasnya
"Tidak usah. Lupakan saja!"cowok itu
"Tapi..."Kiara
"Tidak papa"cowok itu
"Saya duluan ya, saya sedang mencari orang soalnya"pamit cowok itu
"Iya. Sekali lagi terima kasih"Kiara
Cowok itu mengangguk, lalu pergi.
Tiga hari berlalu. Namun Anisa belum juga menunjukkan batang hidungnya. Lagi-lagi Anisa mengirim pesan pada Kiara. Anisa mengajak Kiara makan di sebuah resto tempat biasa mereka makan dulu. Pukul 18.00, Kiara sudah sampai. Dia duduk sendirian di meja biasa ia makan bersama Anisa. Tak lama kemudian, seorang cowok menghampirinya. Dia adalah cowok yang kemarin di pameran.
"Kamu?"kagetnya
"Ngapain kamu disini?"tanyanya
"Aku menunggu sahabatku"Kiara
"Tapi aku sudah janjian untuk bertemu temanku di meja ini. Boleh aku duduk disini sampai dia datang?"cowok itu
"Tentu"Kiara
Beberapa menit kemudian, seorang pelayan datang. Ia membawa buku bersampul Barbie.
"Maaf apa kalian yang bernama Kiara dan Bisma?"tanya pelayan itu
"Ya saya Kiara"Kiara
"Saya Bisma"cowok itu
'Bisma? Bukannya Bisma itu mantannya Anisa? Apa mungkin....tapi tidak mungkin. Lagian banyak kan orang yang namanya Bisma'batin Kiara
"Maaf ada titipan untuk kalian. Ini untuk Kiara, dan ini untuk Bisma"pelayan itu memberikan sebuah amplop biru untuk Bisma, dan buku bersampul Barbie tadi untuk Kiara. Kiara membuka lembar pertama buku itu. Tertulis biodata Anisa disana.
"Tunggu, apa kamu Bisma mantannya Anisa?"Kiara
Bisma mengangguk
"Kok kamu tahu?"Bisma
"Aku Kiara, sahabat Anisa. Dia pernah sedikit bercerita tentang kamu"Kiara
"Oh..beberapa hari yang lalu Anisa juga bilang kalau dia punya sahabat namanya Kiara disini. Katanya, dia sanget merindukanmu"Bisma
Mereka berbincang cukup lama. Kiara melirik tam tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul 20.00. Artinya, sudah dua jam mereka menunggu Anisa. Tapi Anisa tak juga datang. Bisma mencoba menghubunginya, tapi tidak bisa. Kemudian, mereka pulang sendiri-sendiri.
Anisa benar-benar membuat kesal Kiara. Kiara membanting tubuhnya di atas tempat tidur.
"Apa sih maunya? Bikin janji tapi nggak pernah datang"keluh Kiara
Kemudian ia teringat buku yang tadi di berikan oleh pelayan restoran. Ia membuka, dan membaca dengan seksama setiap lembarnya. Alangkah terkejutnya ia membaca kata-kata Anisa yang dia torehkan di buku itu. Ternyata kehidupan Anisa tak seindah yang Kiara pikirkan. Banyak luka yang selama ini Anisa pendam sendirian. Anisa menyimpan luka itu dibalik tawa keceriaan yang selalu ia perlihatkan.
Mulai dari keluarga. Ternyata keluarga Anisa tak seharmonis apa yang Kiara kira. Kedua orang tua Anisa juga sering bertengkar. Bahkan beberapa kali Anisa juga menjadi korban amarah papanya. Anisa sering ditampar atau bahkan dipukuli papanya. Papa kandungnya sendiri tak mau mengakui kalau Anisa anaknya. Papa Anisa selalu menganggap Anisa anak pembawa sial, entah apa penyebabnya. Lalu percintaan. Anisa sangat mencintai Bisma. Tapi ia harus melepaskan Bisma. Saat kelas 3 SMP, Anisa pura-pura mengkhianati Bisma. Ia pura-pura berselingkuh dengan teman Bisma yang bernama Rangga. Dia melakukan itu agar Bisma menghapus rasa cinta yang ada di hatinya. Dan yang paling membuat Kiara terkejut adalah, ternyata selama ini Anisa menyembunyikan keadaannya yang sebenarnya. Anisa mengidap Kebocoran Jantung sejak berusia 14 tahun. Dokter mengatakan bahwa Anisa tidak bisa disembuhkan. Itulah alasannya meninggalkan Bisma. Dan setelah bertemu dengan Kiarapun, Anisa tetap menutup rapat-rapat tentang keadaannya. Ternyata alasan Anisa yang mudah kecapekan, sering pucat, dan lainnya itu karena ia sakit. Tapi, bagaimana mungkin selama bertahun-tahun ia sanggup menyembunyikan kepedihannya itu? Dan baru Kiara tahu, ternyata gadis seceria Anisa juga sering menangis di dalam kamarnya. Ia takut jika Tuhan mengambil nyawanya sebelum ia siap.
Pada halaman terakhir, tertulis keinginan Anisa untuk melihat dua orang yang sangat ia sayangi di Indonesia bahagia. Yaitu Bisma dan Kiara. Dua tahun lalu Bisma dan Anisa kembali dekat dengan bantuan alat komunikasi yang semakin maju. Beberapa saat yang lalu Bisma juga mengajaknya kembali. Namun Anisa menolak tanpa alasan yang jelas.
Setelah menutup buku itu, hand phone Kiara kembali berdering. Lagi-lagi, pesan masuk dari Anisa.
'Datang ke Cafe Rosela besok jam 7 malam! Besok hari ulang tahunmu kan? Aku punya hadiah spesial untukmu. Aku merindukanmu'begitulah kira-kira isinya
Kiara menitihkan air matanya. Ia ingin sekali ia menghubungi Anisa. Tapi selalu saja tak bisa. Ia juga tak mengerti kenapa bisa begitu. Ia benar-benar frustasi dibuatnya. Kemudian, kembali sebuah pesan masuk dari Anisa.
'Tidak usah bingung. Aku janji besok akan menemuimu. Tunggu aku jika sampai aku telat' itulah isinya
Kiara tersenyum tipis.
'Usahain jangan telat ya! Aku janji akan datang tepat waktu. Miss you too friend'balas Kiara
Pukul 18.45, Kiara sudah sampai di Cafe Rosela. Lima menit kemudian Bisma datang.
"Kok kamu disini?"bingung Kiara
Bisma menunduk lesu.
"Ada apa?"Kiara
"Anisa sudah tiada"Bisma
"Maksud kamu?"Kiara
"Anisa meninggal tiga bulan lalu. Dia menitipkanmu padaku. Dia memintaku untuk menjaga dan menjadikanmu sebagai penggantinya di hatiku"lirih Bisma dengan mata mulai berkaca-kaca
"Ap..apa? Kamu bercanda kan?"Kiara
Bisma menggeleng. Ia memberika surat yang kemarin ia terima dari Anisa pada Kiara. Kiara mulai membacanya. Ternyata semua yang Bisma katakan benar. Anisa telah meninggal tiga bulan lalu karena kebocoran jantung yang ia derita sepuluh tahun terakhir.
'Kenapa kamu menghadiahkan luka seperti ini untuk ulang tahunku yang ke-23? Kenapa kamu pergi?'batin Kiara
Air matanya sudah tumpah ruah membanjiri pipinya.
"Lalu siapa yang selama ini mengirimiku pesan?"Kiara
Bisma menggeleng.
"Aku juga mendapat pesan seperti yang kamu terima. Aku rasa Anisa ingin mempertemukan kita untuk hal ini"Bisma
Kiara melihat ke arah sekitar. Sepi. Kemana perginya semua orang? Dari pintu utama terlihat bayangan putih yang tak lain adalah Anisa.
"Anisa..."lirih Kiara
Bisma mengalihkan pandangannya ke arah pintu utama.
"Anisa..."Bisma segera bangkit dari duduknya
Kiara dan Bisma berjalan cepat ke arah pintu yang terbuat dari kaca itu. Bisma berusaha membukanya, tapi tak bisa.
Terlihat Anisa melambaikan tangannya ke arah Kiara dan Bisma. Ia tersenyum sangat manis. Begitu cantik dengan dress putihnya.
"Jangan! Jangan pergi Anisa! Tunggu aku!"teriak Bisma
"Anisa, aku mohon tunggu sebentar. Izinkan aku memelukmu sebentar saja. Bahkan kamu belum mengucapkan selamat ulang tahun untukku"Kiara
"Kebahagiaan tergantung bagaimana kamu menanggapi semua yang ada. Selalu bersyukur dan nikmati hidupmu!"balas Anisa
Sesaat kemudian, bayangan itu menghilang.
Kaki Kiara seakan tak berdaya menopang berat tubuhnya. Ia terjatuh ke lantai masih dalam keadaan menangis. Bagaimana bisa sahabatnya pergi secepat itu? Anisa adalah gadis yang kuat dan ceria. Tak disangka, ia menyimpan ribuan luka di hatinya. Ia mengelabui semua orang dengan senyum yang selalu ia tebarkan. Dan mungkin, senyuman itu takkan terlihat lagi. Mungkin Kiara akan merindukan senyuman sahabatnya yang cerewet itu.
Satu tahun berlalu. Kiara berlari meninggalkan area tempat parkir dan memasuki sebuah restoran. Ia tersenyum malu ke arah seseorang yang sepertinya sudah menunggunya cukup lama.
"Telat 10 menit. Kebiasaan"keluh orang itu
Kiara menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu duduk di hadapan orang itu.
"Maaf Bis..."Kiara
Bisma tersenyum dan mengangguk.
Bisma? Ya, dia adalah Bisma. Bisma menepati janjinya untuk menjaga Kiara.
"Bagaimana sama orang tua kamu? Kapan aku bisa menemui mereka?"Bisma
"Kamu serius?"Kiara
"Tentu. Kamu masih ragu sama aku?"Bisma
Kiara menggeleng.
"Segera beri tahu aku, kapan kamu siap. Aku akan segera datang bersama orang tuaku untuk melamarmu"Bisma
Kiara mengangguk.
Bisma menggenggam erat jemari gadis yang sekarang berstatus kekasihnya itu. Mereka bersama bukan karena amanah Anisa. Namun juga karena memang benih cinta yang tumbuh antara keduanya. Mungkin Anisa tahu jika mereka cocok, jadi dulu ia berusaha mempertemukan mereka.
Kebahagiaan bukan diukur dengan banyaknya nikmat yang kita terima dari Tuhan. Tapi, seberapa banyak kita bersyukur. Semakin banyak yang kita syukuri, maka hati akan menjadi semakin tenang hingga munculah kebahagiaan. Kesempatan hidup di dunia hanya satu kali. Maka gunakanlah waktumu sebaik mungkin. Nikmati apa yang ada selama itu masih positif. Jangan merusak hidupmu kecuali kamu punya mesin waktu untuk memperbaiki kesalahanmu. Tak ada seorangpun manusia yang mempunyai kehidupan sempurna di dunia ini. Semua telah diatur sedemikian rupa, sesuai dengan kemampuan kita. Always positive thinking with your life!