Sabtu, 13 Februari 2016

Cerpen-Please Don't Cry



Please, Don’t Cry

Cahaya matahari masuk melalui celah kamarku. Memaksaku untuk segera membuka mata, dan siap menjalani hari. Satu jam kemudian, aku sudah siap. Aku berlari kecil menuju parkiran untuk mengambil mobilku.
"Putri, ingat pulang lebih awal ya! Nanti malam kita di undang makan malam oleh calon mertuamu"teriak mamaku
"Iya ma"balasku
Aku segera memasuki mobilku kemudian melaju kencang ke kantor.
Sampainya di kantor, aku langsung di suguhi beberapa naskah yang harus ku perbaiki hari ini. Memang, tugas sebagai editor tidaklah sedikit. Di tambah lagi dua hari kemarin aku tidak masuk kerja. Berjam-jam aku berkutat dengan tulisan-tulisan itu, hingga akhirnya aku merasa lelah. Aku membuka laci mejaku, mencari sesuatu yang mungkin dapat menghiburku. Fotoku dan Bisma. Setidaknya, aku masih punya satu lembar di ruangan ini. Aku tersenyum melihat foto dimana Bisma tengah merangkulku itu. Dia terlihat sangat tampan. Dialah, laki-laki yang sangat ku cintai. Pria yang meninggalkanku dua tahun lalu dan berhasil membuatku hancur. Hampir setiap malam, aku menangis karenanya.
Tak terasa, tumpukan naskah di hadapanku semakin menipis. Aku melirik arlojiku. Ternyata sudah pukul 17.00. Tak lama kemudian, hand phone ku berbunyi. Ternyata panggilan masuk dari mama yang menyuruhku segera pulang. Dengan terpaksa, aku mengakhiri kegiatanku saat itu. Aku segera menuju ke parkiran untuk mengambil mobil kemudian pulang. Kumandang adzan maghrib mulai terdengar. Beberapa kali hand phoneku berbunyi. Namun, keramaian jalan ibu kota sepertinya tak memberiku kesempatan untuk mengangkat telepon itu. Kepalaku sampai pusing di buatnya.
Beberapa saat kemudian, aku tiba di sebuah jalanan yang sukup sepi. Tiba-tiba, mobilku macet. Akupun mencoba untuk menyalakan kembali, namun tidak bisa. Kemudian, dari arah samping terlihat seorang pria yang sangat ku kenali berjalan melewati mobilku. Aku mempertajam pengelihatanku.
"Bisma?"gumamku lirih
Tanpa berpikir panjang, aku segera turun dari mobil. Aku berlari mengejar Bisma yang kian lama kian menjauh. Beberapa kali aku memanggilnya, namun sepertinya ia tak mendengarku. Aku terus berlari. Tak peduli dengan hari yang semakin gelap. Bahkan salah satu hak sepatuku patah. Membuatku terpaksa harus melepas keduanya. Aku terus berlari, hingga mataku tertuju pada sebuah tempat yang sangat terang. Aku berjalan mendekat. Hingga aku sampai di tengah-tengah ratusan lampu berwarna-warni yang sangat indah. Saat aku menoleh ke belakang, puluhan lampu berwarna merah menyala, membentuk bentuk hati yang membuatku sangat terkesima.
"Putri"panggil seseorang
Aku menoleh. Aku terkejut dengan kehadiran pria yang kini berada di hadapanku. Aku berhambur memeluk pria yang sangat ku rindukan itu. Aku memeluknya sangat erat, seakan tak ingin kehilangannya lagi.
Bisma. Pria itu adalah Bisma. Dia membalas pelukan hangatku. Membuatku semakin ingin meluapkan kerinduanku padanya. Beberapa saat kemudian, Bisma melepas pelukanku. Dia menatap mataku yang memerah. Kedua tangannya memegang bahuku.
"Aku kangen sama kamu"ujarku dengan mata berkaca-kaca
Bisma tersenyum.
"Bukankah aku sudah bilang, bahwa kamu harus bahagia? Aku juga memintamu untuk tidak larut dalam kesedihan"Bisma
"Aku nggak bisa. Aku mau kamu selalu disisiku, Bis"aku
"Sedetikpun, aku tak pernah meninggalkanmu. Aku selalu disisimu. Meski aku tak bisa memeluk dan menghapus air matamu lagi"Bisma
Aku terdiam. Setetes air mataku terjatuh. Namun dengan cepat, Bisma menghapusnya.
Bisma menarikku ke dalam dekapan hangatnya. Dekapan yang dua tahun ini tak ku rasakan. Dekapan yang mempu membuatku nyaman dan tenang.
"Maaf, aku mengingkari janjiku. Aku membiarkanmu menjalani kesendirian dua tahun ini"ujar Bisma sembari mencium puncak kepalaku kemudian melepas pelukannya
"Mulai detik ini, aku akan membayar semuanya. Tapi kamu harus janji, nggak boleh sedih-sedih lagi! Kamu harus selalu tersenyum. Selalu bahagia"lanjutnya
Aku mengangguk sembari tersenyum.
Bisma meraih tangan kiriku. Ia melepas sebuah cincin yang terpasang indah di jari manisku. Bisma meletakkan cincin itu di tangan kananku, lalu memintaku untuk menggenggamnya.
"Sekarang, kamu simpan cincin ini dan semua kenangan kita. Biarkan jarimu terisi cincin lain dari calon suamimu"ujar Bisma yang membuatku tercengang
"Kenapa? Bukannya kamu baru saja bilang kalau kamu akan menebus semuanya?"teriakku dengan linangan air mata
Bisma tersenyum.
"Kita kini berbeda dunia. Aku tidak bisa menjagamu lagi. Tapi aku yakin, calon suamimu akan dapat menggantikan tugasku dengan baik. Dia akan menjaga dan mencintai kamu sepenuh hatinya"jawab Bisma lembut
Lagi-lagi, air mataku terjatuh. Bisma segera meredam tangisanku dengan memelukku sangat erat. Beberapa kali ia mencium puncak kepalaku.
"Berbahagialah! Dan please, jangan menangisiku lagi!"bisiknya
Aku mengangguk dalam pelukannya.
Aku kembali membuka mataku. Terlihat disekitarku semua berwarna putih. Kepalaku terasa sangat pusing.
"Putri, kamu sudah bangun?"girang mama
Aku merasa sangat bingung. Dimana aku kini? Bukannya tadi aku tengah bersama Bisma di sebuah tempat yang sangat indah? Kemudian aku melihat tangan kananku yang di infus. Aku membuka genggaman tangan itu. Dan terdapat cincin pemberian Bisma tiga tahun silam disana.
Lima hari berlalu. Kini, aku telah diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Satu minggu lalu, aku mengalami kecelakaan. Kata mama, aku menabrak pembatas jalan dan mobilku terserempet bus saat aku dalam perjalanan pulang dari kantor. Selama aku di rawat di rumah sakit, Morgan tak pernah absen menjengukku. Morgan adalah anak teman papa yang di jodohkan denganku. Awalnya aku menolak. Tapi aku teringat ucapan Bisma. Bisma percaya, jika pria ini akan menggantikan tugas Bisma dengan baik. Maka, aku berusaha untuk mulai menerimanya. Lagi pula, dia pria yang baik.
Dua hari kemudian, Morgan mengajakku ke rumahnya. Dia hanya di rumah sendirian karena papanya sedang berada di luar kota.
"Aku mau ganti baju dulu. Kamu kalau mau lihat-lihat, silahlan!"ucap Morgan kemudian menuju lantai atas
Aku berjalan menyusuri rumah Morgan. Sampainya di dekat tangga, aku melihat barisan foto keluarga yang sangat harmonis. Aku melihatnya satu per satu. Di foto pertama, terlihat keluarga Morgan yang masih lengkap. Mungkin foto itu diambil lima belasan tahun yang lalu saat kedua orang tuanya belum bercerai. Di foto kedua, terlihat foto Morgan dengan adik laki-lakinya saat masih kecil tengah asyik bermain.
Dan foto ketiga adalah, foto yang diambil pada saat wisuda Morgan. Dalam foto itu, terlihat Morgan merangkul seorang lelaki yang sangat aku kenali.
"Bisma?"kagetku
Sesaat kemudian, ada yang menyentuh bahuku. Aku menoleh. Ternyata dia adalah Morgan.
"Biar aku jelaskan"ujar Morgan kemudian menarikku ke ruang tamu
Morgan memperlihatkan sebuah album foto berisi fotonya dengan adik laki-lakinya sejak mereka kecil hingga dewasa. Akupun menyimak dengan seksama isi album itu.
"Pertama kali aku melihatmu adalah saat aku dan Bisma bermain basket. Aku suka sama kamu sejak saat itu. Awalnya, Bisma mau mengenalkanmu padaku. Tapi aku takut, aku tidak bisa mengendalikan perasaanku. Bagaimanapun, kamu pacar Bisma"terang Morgan
"Jadi kamu kakak kandung Bisma?"tanyaku
Morgan mengangguk.
"Saat perceraian itu, kami berpisah. Aku ikut papa, sementara Bisma ikut mama. Tapi kami tetap dekat. Apalagi setelah Bisma SMA. Dia sering mengunjungiku dan papa"Morgan
"Dan kamu tahu, betapa terpukulnya aku saat Bisma pergi? Saat itu aku tengah menyelesaikan study S2-ku di Belanda. Aku tidak ada di sisa-sisa hidupnya. Aku bisa pulang dua minggu setelah kepergiannya"lanjut Morgan dengan mata mulai berkaca-kaca
"Kamu sayang banget ya sama Bisma? Ternyata tidak cuma aku yang merasa gila karena kehilangannya?"lirihku
Kini, Morgan beralih menatapku.
"Putri, izinkan aku menggantikan posisi Bisma di hati kamu. Biarkan aku menggantikan tugasnya untuk menjagamu"pinta Morgan
Aku menangis mendengarnya.
"Gan, kamu tidak akan bisa menggantikan posisi Bisma meski kamu kakak kandungnya. Bisma memiliki tempat tersendiri di hatiku"jawabku
Terlihat kekecewaan di mata Morgan.
"Tapi kamu tenang saja, aku akan berusaha membuka hatiku untuk kamu. Aku menerima perjodohan ini"lanjutku
Satu tahun kemudian, aku menikah dengan Morgan. Pesta yang cukup sederhana. Hanya orang-orang terdekat saja yang datang di pesta pernikahan kami. Setelah pesta di laksanakan, aku dan Morgan pergi ke makam Bisma. Aku membawakan mawar putih untuknya. Aku bersimpuh di samping batu nisan Bisma sembari berbisik,
"Aku akan bahagia buat kamu. Aku akan bahagia bersama orang yang kamu percayai untuk menggantikan tugasmu untuk melindungiku. Tapi berjanjilah, kamu juga harus bahagia disana"