Selasa, 22 Maret 2016

Cerpen-Ring



Ring

Pria itu terus melemparkan senyum pada seorang gadis yang kini berada di hadapannya. Tangan kanannya menggenggam erat tangan gadis itu. Sepertinya, malam ini mereka tengah membicarakan suatu hal yang penting. Bisa di lihat dari keadaan sekitar. Sebuah restoran yang mewah, namun sepi. Lelaki itu nampaknya sengaja menyewa restoran itu untuk malam ini.
Perlahan, gadis itu mengukir senyum di bibirnya. Dia menatap dalam manik mata pria yang ia cintai itu.
"Sebenarnya, kamu tidak perlu menyewa restoran ini hanya untuk makan berdua denganku"ujar gadis itu, Yasmin
Bisma, laki-laki yang ada di hadapannya itu tertawa kecil.
"Apa kamu lupa? Ini adalah 2nd anniversary kita. Apa salahnya aku memberikan yang spesial untuk kamu?"Bisma
Yasmin menggeleng pelan.
"Lagian, aku mau bicarain soal pertunangan kita"lanjut Bisma
Yasmin menatap Bisma sendu. Namun sepertinya Bisma tak mengerti dengan arti tatapan gadis itu.
"Kenapa kamu selalu memundurkan tanggal pertunangan kita? Apa kamu masih tidak percaya denganku?"tanya Bisma halus
"Bukan begitu, Bisma. Aku hanya perlu lebih menyiapkan diriku. Aku rasa, ini terlalu dini"sanggah Yasmin
"Usia kita sudah 23 tahun. Lagian, ini baru tunangan, bukan pernikahan"Bisma
Yasmin menggeleng.
"Maaf"lirih Yasmin
Bisma mengusap wajahnya kasar. Matanya memancarkan kekecewaan pada gadis di hadapannya itu. Namun apalah daya, gadis itu benar-benar sudah memenuhi hatinya. Membuat Bisma seakan gila karena perubahan drastis sikap Yasmin akhir-akhir ini.
"Yasmin"panggil Bisma lembut
Yasmin menatap Bisma. Kemudian, pandangannya beralih ke tangan Bisma yang kini membawa sesuatu.
"Kamu mau ya tunangan sama aku malam ini?"tanya Bisma sembari membuka kotak merah di tangannya
Yasmin menatap nanar sebuah cincin di hadapannya. Ia merasa perih di hatinya. Tak terasa, bulir air mata mulai mengalir di pipinya. Ia tak sanggup melihat manik mata Bisma yang begitu indah disana. Terpancar ketulusan yang besar disana.
"Bis..."lirih Yasmin
Bisma menatap lekat mata gadis itu, seolah menerawang, apa jawaban pertanyaannya tadi.
"Maaf aku nggak bisa"jawab Yasmin terdengar lirih
Bisma semakin kecewa di buatnya. Namun ia tetap sabar. Ia menunggu alasan yang akan terlontar dari mulut gadis itu.
"Ak..aku belum siap. Dan aku harap kamu mengerti, please!"pinta Yasmin dengan nada sendu
Bisma berdiri. Di tariknya tangan Yasmin hingga gadis itu ikut berdiri. Kemudian, ia mendekap erat gadis itu.
"Tidak apa jika kamu belum siap cerita padaku. Aku akan simpan cincin ini, menunggumu hingga kamu siap untuk memakainya"ujar Bisma
Bisma mengusap lembut punggung gadisnya itu.
"Jangan nangis ya! Maaf, aku sudah buat kamu sedih malam ini"lanjut Bisma yang merasa bersalah
Yasmin mengangguk.
Dua hari berlalu. Siang ini Bisma berada di depan pintu utama rumah Yasmin. Beberapa saat lalu, Bisma memencet bel rumah itu. Hingga seseorang membukakan pintu.
"Marissa?"kaget Bisma
"Kak Bisma?"kaget gadis itu
Marissa. Dia adalah adik tiri Yasmin. Namun saat usianya 15 tahun, Marissa melanjutkan sekolahnya di New York.
"Kapan kamu pulang dari New York?"tanya Bisma dengan ekspresi terkejutnya
"Baru tadi pagi"jawab Marissa
"Kak Bisma nyari kak Yasmin ya? Biar aku panggilkan dulu ya"ujar Marissa kemudian berlari kecil ke kamar kakaknya
Marissa mengetuk pintu coklat tua itu.
"Kak, ada kak Bisma di bawah"ujarnya
"Aku lagi nggak enak badan, Sa. Kamu aja yang temuin dia"balas Yasmin yang enggan membukakan pintu
Marissa yang merasakan keanehan pada kakaknya itupun memutuskan untuk membuka pintu lalu masuk ke kamar Yasmin. Terlihat Yasmin menutup sebagian tubuhnya dengan selimut.
"Kakak kenapa?"Marissa
"Kakak cuma sedikit pusing kok. Mungkin tidur sebentar sakitnya udah reda"jawab Yasmin sembari tersenyum
Marissa nampak berpikir.
"Aku suruh kak Bisma kesini aja ya! Kasihan dia sudah meluangkan waktunya kesini buat nemuin kakak"Marissa
Yasmin menggeleng.
"Kakak rasa, kakak perlu istirahat. Besok saja biar kakak ke kantor Bisma"Yasmin sembari tersenyum getir
"Ya sudah. Kakak cepat sembuh ya! Kalau ada apa-apa panggil aku!"Marissa
Yasmin mengangguk.
Marissa melangkahkan kakinya keluar dari kamar Yasmin. Kemudian, ia kembali ke ruang tamu, dimana Bisma berada.
"Kak Yasmin lagi nggak enak badan. Katanya besok kak Yasmin mau ke kantor kakak aja"terang Marissa
"Yasmin sakit? Sakit apa?"tanya Bisma khawatir
"Katanya sih pusing"Marissa
"Boleh aku masuk?"tanya Bisma
Marissa menggeleng.
"Kak Yasmin butuh istirahat. Maaf kak, bukannya Marissa nggak bolehin kakak masuk"Marissa
Bisma tersenyum.
"Ya sudah tidak apa. Oh iya. Aku titip bunga ini untuk Yasmin ya!"Bisma memberikan bucket bunga pada Marissa
Marissa menerimanya sembari tersenyum. Sepertinya, ada sesuatu yang tengah di pikirkan gadis itu. Sesaat kemudian, Bisma pamit pulang.
Kakak beradik ini sepertinya tengah asyik berbincang. Di tangan Yasmin, terdapat bucket bunga pemberian Bisma. Kini Yasmin tengah mendengarkan adiknya itu mengoceh. Bibirnya mengukir senyum mendengar pengalaman-pengalaman baru Marissa di negeri paman sam itu.
"Maafin Marissa ya kak, nggak pernah pulang kesini. Jadi bikin kakak kangen kan?"ujar Marissa
"Iya. Tapi janji ya, cepet lulus kuliahnya. Sama nanti kalau sudah lulus kerja di Indonesia aja!"Yasmin
Marissa mengangguk mantap.
Tiba-tiba, Yasmin mengeluh sakit di kepalanya.
"Kakak kenapa sih? Kakak sakit?"tanya Marissa khawatir
Yasmin menggeleng.
"Nanti deh, sebelum kerja kakak beli obat dulu"Yasmin
"Apa nggak sebaiknya kita ke dokter aja?"Marissa
"Nggak perlu, Sa. Lagian ada dokter Marissa juga ini"goda Yasmin kepada adiknya yang kini tengah mengenyam pendidikan kedokteran itu
"Ih...aku serius kakak. Aku khawatir"Marissa
"Iya, Sa. Nanti kakak ke dokter"jawab Yasmin untuk menenangkan adiknya itu
"Lagian, kenapa sih kakak nggak izin dulu kerjanya? Mana sift malam lagi"kesal Marissa
Yap. Hari ini Yasmin mendapat jatah sift malam di tempatnya bekerja. Yasmin bekerja di sebuah laboratorium rumah sakit swasta yang terkenal di Jakarta. Atau dengan kata lain, dia seorang Analis Kesehatan.
"Manja. Pusing sedikit aja harus izin"canda Yasmin
Seperti yang Yasmin katakan. Siang ini dia pergi ke kantor Bisma. Padahal baru dua jam lalu ia turun dari dinas malamnya. Dia membawakan bekal makan siang untuk kekasihnya itu.
"Yasmin?"girang Bisma melihat sang kekasih berdiri di ambang pintu ruangannya
Yasmin berjalan santai ke arah Bisma, kemudian duduk di hadapannya.
"Makasih ya bunganya. Aku suka. Dan maaf, aku nggak angkat telepon kamu tadi malam"Yasmin
Bisma mengangguk mengerti.
"Aku cuma khawatir aja, dengar kamu kerja sift malam padahal kamu lagi sakit"Bisma
Yasmin tersenyum lalu membuka kotak makan siang yang ia siapkan untuk Bisma.
"Tadi sebelum kesini aku sempetin masak makanan kesukaan kamu. Di makan gih!"Yasmin menyodorkan menu makan siang itu pada Bisma
"Kamu?"tanya Bisma
"Aku sudah tadi sebelum kesini. Habis keburu lapar"Yasmin sembari tertawa kecil
Bisma tersenyum kemudian mulai menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
"Gimana keadaan kamu?"Bisma
"Baik. Jangan terlalu khawatir deh!"Yasmin
"Kalau kamu sakit terus istirahat di rumah, mungkin aku bisa nggak khawatir. Tapi kalau kamu sakit, tetap kerja dan pulang kerja langsung masak buat aku gini, bagaimana bisa aku tidak khawatir?"Bisma
"Kamu itu orang kesehatan, harusnya tahu kalau lagi sakit harus istirahat"lanjut Bisma
"Kamu salah. Kalau orang sakit mah jangan terus dimanja. Nanti malah lemas terus, Bis"sanggah Yasmin
Bisma menghela napas panjang. Sudahlah, gadis itu memang tidak mengerti kekhawatirannya. Lagi pula, melihat Yasmin duduk tenang di hadapannya pun cukup membuatnya percaya kalau gadis itu baik-baik saja.
Setelah menemui Bisma, Yasmin memutuskan untuk langsung pulang. Lagi pula, dia belum sehat betul. Tapi, ternyata sudah ada seseorang yang menunggu di rumahnya. Reza. Sahabat terbaiknya dan Bisma sejak kecil. Reza tersenyum melihat kedatangan Yasmin.
"Bukannya kamu lagi di Bali ya Za?"bingung Yasmin
"Aku langsung kesini waktu tahu kemarin kondisi kamu droup"Reza
Yasmin duduk di antara Marissa dan Reza.
"Lalu pekerjaan kamu di Bali?"Yasmin
"Emh...e....aku tinggal dulu"ujar Reza gugup karena takut Yasmin marah
"Huft. Kamu ini. Seharusnya kamu nggak ninggalin pekerjaan kamu cuma karena hal sepele seperti ini Za"omel Yasmin pada Reza
Marissa sendiri juga bingung, kenapa Reza sampai meninggalkan pekerjaan pentingnya di Bali hanya untuk menemui Yasmin. Padahal, Yasmin kemarin cuma pusing biasa.
"Yasmin, sepertinya kita perlu bicara berdua deh. Kapan kamu ada waktu?"tanya Reza
"Sekarang saja. Biar kamu cepat kembali ke Bali dan urus kerjaan kamu disana"jawab Yasmin cepat
Reza tersenyum kemudian mengajak Yasmin pergi.
Satu jam kemudian, Reza dan Yasmin kembali. Reza mengantarkan Yasmin sampai depan ruang tamunya. Marissa mengintip dari jendela. Ia tercengang melihat Reza mencium puncak kepala Yasmin cukup lama.
'Apa alasan kak Yasmin mengundur-undur pertunangannya dengan kak Bisma itu karena kak Reza?'pikirnya
Marissa menoleh ke arah Yasmin yang baru saja memasuki ruang tamu.
"Kak!"panggilnya
Yasmin menoleh kemudian berjalan ke arah adiknya.
"Ada apa antara kakak dengan kak Reza? Apa ini alasan kakak mengundurkan tanggal pertunangan kakak dengan kak Bisma?"tanya Marissa dengan nada tinggi
"Kamu tidak tahu apa-apa, Sa. Biarkan kakak menyelesaikan urusan kakak sendiri"lirih Yasmin
 "Tunggu! Kakak nangis?"tanya Marissa saat menyadari keanehan pada kakaknya
Yasmin tak menjawab.
"Kakak kenapa? Apa ada yang kakak sembunyikan dari aku? Kakak lagi ada masalah?"tanya Marissa khawatir
"Kakak capek. Kakak mau istirahat"jawab Yasmin kemudian berlalu ke kamarnya
'Ada yang nggak beres dengan kak Yasmin. Mungkin kemarin dia sakit juga karena banyak pikiran'batin Marissa
Tiga hari berlalu. Marissa tercengang melihat kakaknya berpenampilan tak seperti biasanya. Yasmin mengenakan jilbab di kepalanya.
"Kakak mau kemana sih?"tanya Marissa di meja makan.
"Mau bekerja. Ini kakak dapat jatah sift pagi"Yasmin
"Tumben pakai jilbab?"tanya Marissa
Yasmin mengangkat bahunya.
Selesai makan, Yasmin segera pergi ke tempatnya bekerja. Beberapa kali hand phonenya berbunyi, namun ia tak menghiraukannya. Saat jam makan siang, barulah gadis manis itu mengecek hand phonenya. Ternyata ada tujuh panggilan tak terjawab dari Bisma dan tiga buah pesan darinya. Setelah membaca pesan itu, Yasmin menelpon Bisma. Bisma mengajaknya jalan nanti sore. Awalnya Yasmin menolak, tapi Bisma terus memohon hingga akhirnya Yasmin mau.
Pukul 18.30, Bisma menjemput Yasmin. Tapi ternyata Yasmin belum siap. Sambil menunggu Yasmin, Bisma berbincang dengan Marissa. Lagi pula, Marissa ini sangat ramah dan bersahabat. Dulu juga Marissa dan Bisma sangat dekat. Marissa memang akrab dengan sahabat-sahabat Yasmin, terutama Bisma dan Reza.
'Ya Tuhan, perasaan apa ini? Jangan biarkan rasa ini datang lagi, Tuhan. Dia milik kakakku. Dan dia sangat mencintai kakakku'batin Marissa ketika merasa ada hal aneh dalam hatinya
Saat SMP, Marissa memang sempat menyukai Bisma. Begitupun Bisma. Meski keduanya tak pernah saling mengungkapkan hingga kepergian Marissa enam tahun lalu.
Beberapa saat kemudian, Yasmin datang. Dia masih mengenakan jilbab di kepalanya. Sepertinya gadis itu ingin berhijrah ke arah yang lebih baik. Bisma menghampiri gadisnya itu. Dia memuji kecantikan Yasmin yang kian bertambah setelah mengenakan jilbab.
"Kamu terlihat cantik seperti itu"puji Bisma
Yasmin tersenyum manis.
Kemudian, Yasmin dan Bisma berpamitan pada Marissa.
Bisma mengajak Yasmin jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan. Saat Yasmin sibuk memilih baju, Bisma datang mengagetkan sembari membawa boneka beruang besar berwarna coklat. Yasmin tertawa kecil.
"Kamu seperti ABG saja"ejek Yasmin
"Ya memang wajahku wajah ABG"jawab Bisma dengan penuh percaya diri
Kemudian mereka beralih ke bioskop. Keduanya memilih film bergenre romantis. Pukul 21.00, Bisma mengajak Yasmin makan malam di sebuah restoran yang masih berada di dalam mall itu. Yasmin tidak memesan makanan. Dia hanya mau secangkir cappucino hangat. Sembari menyeruput cappucinonya, Yasmin tersenyum. Dia meletakan cangkir itu lalu menatap Bisma yang asyik mengunyah. Selesai Bisma makan, Yasmin meminta pulang. Namun Bisma menolak. Ia ingin lebih lama lagi bersama Yasmin malam ini.
"Yasmin, kapan kamu siap bertunangan denganku?"tanya Bisma
"Entahlah. Kenapa kamu bahas ini lagi?"tanya Yasmin
"Aku ingin tahu alasanmu yang sebenarnya, kenapa kamu tidak mau segera bertunangan denganku. Satu bulan lagi aku berulang tahun yang ke 24. Dan aku ingin kita bertunangan di hari itu"Bisma dengan nada memohon
Yasmin menundukan kepala. Sepertinya ada banyak hal yang sedang ia pikirkan. Bisma yang melihat gadisnya itu kehilangan senyumnya pun menjadi merasa bersalah. Dia merasa, Yasmin sedih gara-gara ucapannya tadi.
"Tap..tapi kalau memang kamu belum siap tak apa. Aku akan tetap menunggu kamu buat siap"lanjut Bisma
Setelah berpikir cukup lama, Yasmin mengangkat dagunya untuk menatap Bisma. Dia menggeleng. Dengan ragu, ia berkata,
"Tidak Bis. Aku siap. Bulan depan kita bertunangan"
Bisma tersenyum mendengar ucapan gadisnya itu.
Hari berganti. Pagi ini Bisma pergi ke kantor Reza untuk menemui sahabatnya itu. Maklum, sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu. Reza baru saja pulang dari Bali kemarin sore. Bisma tidak tahu jika beberapa hari lalu Reza datang untuk melihat Yasmin yang sedang sakit.
"Selamat pagi tuan Bisma, biar saya beri tahu tuan Reza kalau anda datang"ujar sekertaris Reza
"Tidak perlu. Saya mau kasih kejutan sama dia"balas Bisma
Bisma membuka knop pintu ruangan Reza. Namun betapa sesaknya ia melihat sahabatnya itu tengah berpelukan hangat dengan kekasihnya, atau lebih tepatnya calon tunangannya.
"Aku tidak mau bertunangan dengannya, Za. Dia akan semakin sakit nantinya"ujar Yasmin yang tengah menangis dalam dekapan Reza
"Sudahlah Yasmin! Lagi pula itu hanya pertunangan kan?"Reza
"Tidak se-simple itu Za. Bisma harus tahu kalau aku tidak bisa bersama dia. Bantu aku, aku tidak bisa sendiri!"Yasmin melepas pelukan Reza
"Ssttt...kamu tidak pernah sendiri. Selalu ada aku, okey? Aku akan bantu kamu agar segera lepas dari Bisma"ujar Reza mantab.
Bisma tak sanggup lagi menahan emosinya. Ia menarik krah baju Reza kemudian memukulnya dengan keras. Yasmin yang melihatnyapun tercengang dibuatnya.
"Bisma!"pekik Yasmin
"Apa yang kamu katakan hah? Apa yang mau kamu lakukan?"teriak Bisma penuh emosi
Bisma terus menghujani Reza dengan tinjuannya.
"Kamu salah paham Bis"lirih Reza
"Salah paham apa? Kamu mau rebut Yasmin? Dia calon tunanganku! Aku kira kamu sahabatku. Tapi ternyata? Arrgg"pekik Bisma sembari terus memukuli Reza
"Bisma stop! Sudah Bis! Aku mohon!"teriak Yasmin histeris sembari memegangi lengan Bisma
Bisma menatap gadisnya itu. Tidak. Dia menangis. Dia terlihat sangat kacau. Bisma tak sanggup melihatnya.
"Apa yang kamu lakukan Bis?"lirih Yasmin di tengah isak tangisnya
"Jangan nangis!"pinta Bisma lembut
Ia menarik gadis itu dalam dekapannya. Dia mengecup puncak kepala gadis itu yang masih tertutup jilbab.
"Aku yang salah Bisma, bukan Reza"lirih Yasmin
Bisma menggeleng.
"Enggak kamu nggak salah. Reza yang salah. Penghianat itu yang salah"balas Bisma
Yasmin melepas pelukan Bisma.
"Aku yang salah Bisma. Harusnya kamu maki aku, bukannya malah pukulin Reza! Harusnya sekarang kamu memutuskanku!"teriak Yasmin
"Tidak, sayang. Aku cinta kamu. Mana mungkin aku mutusin kamu? Kita akan bertunangan"Bisma
"Bis..."lirih Yasmin
"Sstt..aku tidak mau dengar apapun. Aku mengerti semuanya. Dan kamu tidak salah apa-apa. Sekarang aku antar kamu pulang ya"Bisma menghapus air mata Yasmin
Yasmin masih terus mengangis. Ia menggelengkan kepalanya. Namun Bisma tetap menariknya halus menuju parkiran.
"Bis"panggil Reza lemah
"Diam penghianat! Jangan pernah sentuh pacarku lagi!"teriak Bisma penuh emosi
Kemudian, ia kembali membawa Yasmin pergi
"Jaga dia! Bahagiakan dia! Kamu beruntung memenangkan hatinya. Lihat aku, aku selalu ada untuknya. Namun tak pernah mampu memasuki hatinya"lirih Reza setelah Bisma dan Yasmin pergi
Di dalam mobil, tak ada pembicaraan antara Bisma dan Yasmin. Yasmin menatap kosong ke luar jendela. Sedangkan Bisma, berusaha bersikap seperti tak ada apapun yang terjadi. Sepertinya pria itu sudah gila. Dia tetap mempertahankan Yasmin yang jelas-jelas menghianatinya.
Sampainya di rumahnya, Yasmin segera turun dan berjalan cepat meninggalkan Bisma. Namun Bisma tak tinggal diam. Dia mengejar Yasmin lalu menahan tangannya.
"Selamat beristirahat! Jangan pikirkan apapun! Besok kita makan siang bersama"ujar Bisma lembut sembari tersenyum
Kemudian Yasmin kembali melangkahkan kakinya memasuki rumahnya.
"Kakak?"kaget Marissa melihat kakaknya pulang dengan mata sembam
"Kakak kenapa?"tanya Marissa khawatir
"Nggak papa"jawab Yasmin singkat
"Kak, nanti sore aku harus kembali ke New York. Tapi kakak tenang saja, aku akan datang ke acara pertunangan kakak bulan depan. Kalau ada apa-apa, kakak langsung kabarin aku ya!"Marissa
Yasmin menoleh ke arah adik tirinya itu. Ia memeluknya sangat erat.
"Kakak pasti kangen kamu"Yasmin
Marissa tersenyum.
"Kakak lebay. Aku sebulan lagi kembali. Lagi pula kemarin aku tinggal enam tahun aja kakak nggak kangen"ujar Marissa sembari membalas pelukan kakaknya
Marissa merasa, pelukan kakaknya semakin erat. Sepertinya, ada sesuatu yang ingin Yasmin katakan, namun ia urungkan.
Sore harinya, Marissa menuju ke bandara. Ia tak sempat berpamitan dengan Yasmin. Sebab, Yasmin tengah tertidur pulas dan Marissa tak tega membangunkannya.
'Nanti saja sampainya di New York aku telepon kakak'pikirnya
Di dalam taxi, jari Marissa sibuk memencet huruf-huruf di hand phonenya. Sepertinya ia mengirim pesan untuk seseorang.
Sampainya di bandara, Marissa duduk di ruang tunggu. Hingga seseorang meneriakkan namanya.
"Kak Bisma?"kaget Marissa
Marissa segera berdiri.
"Hati-hati disana! Jaga kesehatan ya!"ujar Bisma setelah sampai di hadapan Marissa
Marissa mengangguk.
"Kakak selalu mengantar kepergianku. Terima kasih"Marissa
"Yasmin. Dia baik-baik saja kan? Dia sedang apa?"tanya Bisma
"Kak Yasmin sedang tidur. Aku tak tega jika harus membangunkannya"jawab Marissa sembari tersenyum
"Hmm...kak"panggil Marissa
"Iya"Bisma
"Apa kakak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kak Yasmin dan kak Reza?"tanya Marissa hati-hati
Bisma menarik Marissa dalam dekapannya.
"Apapun yang kamu tahu soal itu, lupakan!"Bisma
"Andai saja dulu kamu tidak pergi, mungkin aku tak akan mengalami ini. Mungkin aku tak akan terluka karena Yasmin dan Reza"lirih Bisma
Marissa menepuk bahu Bisma.
"Jika aku tidak pergi, mungkin kita akan bersatu. Dan mungkin kita akan bahagia. Tapi nyatanya, aku pergi. Tuhan menggariskan takdirku untuk pergi dari kakak. Jaga kak Yasmin ya kak!"balas Marissa
Tak terasa, Bisma meneteskan air mata. Ia melepas pelukannya pada Marissa.
"Jika aku bukan yang di tunjuk Tuhan untuk menjagamu, ya sudahlah. Mungkin tugasku adalah menjaga dan menyayangi Yasmin. Dan semoga, setelah ini aku tak merasa kehilangan lagi. Semoga Yasmin menjadi wanita terakhir untukku"Bisma
Marissa tersenyum.
Sesaat kemudian, Marissa melangkah meninggalkan Bisma.
Satu bulan berlalu. Setelah kejadian pagi itu antara Bisma, Yasmin dan Reza, Bisma tak pernah lagi bertemu Reza. Menurut kabar yang ia dengar, Reza memindahkan kantor pusat perusahaannya ke Bali. Jadi, kemungkinan Reza kembali ke Jakarta sangatlah kecil. Hari ini adalah hari yang sangat Bisma tunggu-tunggu. Dia berdiri tegap dengan setelah jas hitam dan celana hitam mengkilat di sebuah panggung kecil dalam restoran. Tak lama kemudian, seseorang yang ia nantikan datang. Gadis bergaun lengan panjang hijau itu berjalan ke arah Bisma. Bisma menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Kamu sangat cantik malam ini"puji Bisma
"Terima kasih"ujar gadis itu, Yasmin sembari tersenyum
Semua tamu undangan melihat ke arah mereka. Begitu pula Marissa yang berdiri tak jauh dari kakaknya itu. Sedangkan dari jarak yang cukup jauh, seseorang tersenyum ke arah pasangan itu. Dia Reza.
"Aku tahu, dia bisa membahagiakanmu. Bahkan dia mempertahankanmu setelah melihat dan mendengar ucapan kita waktu itu. Di tengah kesalah pahaman  antara kita, dia tetap mempertahankanmu. Aku tahu, dia sangat mencintaimu"lirihnya
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Bisma menyematkan sebuah cincin permata itu di jari manis Yasmin. Semua orang bertepuk tangan termasuk Marissa dan Reza. Sesaat kemudian, tiba bagi Yasmin memakainya cincin pada Bisma. Namun, tiba-tiba kepala Yasmin terasa sangat nyeri seperti ada ribuan jarum yang menusuk dalam kepalanya. Dia merintih kesakitan.
"Yasmin, kamu kenapa?"panik Bisma
"Bis...sakit"lirih Yasmin
"Kakak kenapa? Kak Bisma, ayo bawa kak Yasmin ke rumah sakit!"Marissa
"Tidak. Tidak perlu"tolak Yasmin
Yasmin semakin lemas hingga ia terjatuh. Namun dengan segera Bisma menangkapnya. Bisma memangku kepala Yasmin. Sementara Marissa ikut bersimpuh di samping kakaknya.
"Bisma"panggil Yasmin lemah
"Maaf. Maafin aku Bisma"lirih Yasmin
"Kamu nggak salah apa-apa, sayang. Kita ke rumah sakit ya?"ajak Bisma
Yasmin menggeleng.
"Aku cinta kamu Bisma. Sejak dulu, sampai detik ini, perasaan ini tak pernah terbagi. Aku hanya takut mengecewakanmu. Aku takut kamu hancur saat hari ini datang"terang Yasmin
"Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Tapi please, kamu bertahan ya! Jangan buat aku hancur Yasmin!"isak Bisma
Dengan sisa tenaganya, Yasmin menghapus air mata Bisma.
"Hey, jangan nangis! Tersenyumlah!"Yasmin
"Aku tak apa. Kamu tahu Bisma? Aku bahagia. Pria yang aku cintai, dia juga mencintaiku. Dia mempertahankanku meski aku melukainya. Dia selalu ada di sampingku sampai akhir"lanjut Yasmin
"Ya. Dan kamu juga harus bersamaku sampai akhir, Yasmin"kekeh Bisma
Yasmin menggeleng. Ia melepas cincin yang terpasang indah di jari manisnya. Kemudian, ia memberikan cincin itu pada Bisma.
"Kembalilah pada cinta pertamamu! Dia juga mencintaimu Bisma. Bersatulah! Jaga dan bahagiakan dia! Itu tugasmu mulai hari ini sampai akhir"Yasmin
Bisma menggeleng. Sementara Marissa tercengang mendengar ucapan kakaknya itu. Air matanya terus menetes.
"Enggak kak. Yang harus sama-sama kak Bisma itu kakak. Bukan aku. Kak Bisma akan bahagia sama kakak. Begitupun sebaliknya"Marissa
"Tapi kakak nggak bisa, Sa. Kamu yang bisa bahagiain Bisma. Kakak titip Bisma ya"lirih Yasmin
"Bis, bahagiakan adikku ya! Aku cinta sama kalian"ujar Yasmin kemudian menutup matanya
Bisma menangis histeris. Itu sangat mengejutkan bagi Bisma. Ia tak pernah mengira bahwa Yasmin akan meninggalkannya. Ia terlihat sangat hancur. Sementara diujung ruangan, Reza berusaha menahan tangisnya. Ia tersenyum getir melihat tubuh gadis yang sangat ia cintai itu terkulai tak bernyawa.
"Selamat jalan Yasmin. Semoga bahagia di sana. Jangan lupakan aku, sahabat yang selalu mencintaimu ini"lirihnya

Dua tahun berlalu. Lelaki berkaca mata hitam itu masih enggan meninggalkan pusara kekasihnya itu. Padahal, besok adalah hari pernikahannya. Dia adalah Bisma. Ia memang sudah mengikhlaskan Yasmin pergi. Namun, sesekali ia masih tetap merindukan gadis cantik itu. Yasmin. Ternyata dia tak pernah mengkhianati Bisma. Ia berusaha menjauh karena dia tahu waktunya tak akan lama lagi. Ia takut Bisma hancur ketika melepasnya. Dan Reza. Dia adalah satu-satunya orang yang tahu bahwa Yasmin mengidap kanker otak. Reza adalah tempat mengadu Yasmin tentang penderitaan dan kesakitannya.
"Hey Bis! Kamu masih disini saja! Jangan terus-terusan begini lah! Yasmin sedih tahu lihatnya. Lagian besok adalah hari pernikahanmu dengan Marissa. Ingat janji kamu ke Yasmin kan? Bahagiaikan Marissa!"dia adalah Reza
Bisma mengangguk.
"Thanks ya Za. Kamu selalu ada buat Yasmin. Dan kamu selalu menjadi bahu yang siap mendengar kesedihannya. Thanks juga sudah memaafkanku"Bisma
"Soal Marissa, tenang saja. Aku akan bahagiakan dia. Aku akan menjalankan tugasku sebagai pelindungnya. Lagi pula, aku sayang sama dia"lanjut Bisma
Reza tersenyum sembari menepuk pelan bahu sahabatnya itu.
"Bis, aku pamit ya. Pekerjaanku di Indonesia sudah di ambil alih adikku. Aku akan pindah ke Jerman, mungkin selamanya"pamit Reza
"Apapun keputusanmu, aku percaya itu yang terbaik. Jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa. Kita tetap sahabat sampai kapanpun"ujar Bisma
Reza tersenyum lalu merangkul Bisma keluar dari area pemakaman.

END