Mengenangmu
Maura. Itulah namaku.
Saat ini, aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Tiga tahun sudah aku menjalani hidup
tanpanya. Sosok seorang pria yang dulu menjadi pangeranku. Bisma. Hanya nama
itu yang selalu singgah di hatiku. Tak peduli, berapa banyak luka yang telah ia
torehkan. Bagiku semua itu tak kan dapat menghapus jutaan kisah indah yang
telah kami lalui.
Aku terus berjalan di
sepanjang koridor sekolah. Tatapan mataku kosong. Hingga seseorang
mengagetkanku.
"Maura, kamu kalau jalan lihat-lihat
donk!"kesal sahabatku, Nanda
"Maaf Nda, aku nggak sengaja. Ayo aku
bantu"aku membantunya membereskan barang bawaannya yang terjatuh karena
ulahku
Kini Nanda berdiri disampingku. Ia menatapku intens.
Aku pun risih dibuatnya.
"Ada apa sih?"tanyaku
"Kamu masih kepikiran Bisma ya?"Nanda
Aku mengangguk.
"Mau sampai kapan sih Ra? Sadar, Bisma nggak
pernah cinta sama kamu. Dia cuma mainin kamu. Lagi pula hampir tiga tahun juga
kalian pisah"Nanda
"Aku sudah nyoba Nda, tapi aku nggak
bisa"lirihku
Kami melanjutkan perjalanan menuju kelas. Kemudian
kami duduk bersebelahan.
"Bukannya nggak bisa, tapi niat kamu itu nggak
dari hati. Harusnya kamu niat melupakannya dari hati, bukan cuma di
mulut"Nanda
"Dia terlalu indah untuk aku lupakan. Terlalu
banyak kenangan indah yang dia ukir di hidupku"aku
"Apa kamu tidak ingat, dia meninggalkanmu
begitu saja seminggu setelah dia bilang cinta sama kamu. Dia bilang, kamu
hanyalah barang yang dijadikan taruhan dengan teman-temannya. Lalu apa lagi yang
kamu harapkan?"Nanda
Kata-kata Nanda berhasil
membuatku terdiam. Benar apa yang ia katakan. Tiga tahun lalu, Bisma berhasil
membuat jantungku hampir berhenti. Baru seminggu dia mengucapkan kata
"Cinta" padaku setelah kami dekat cukup lama, tapi dengan mudahnya
dia bilang kalau itu semua hanya permainan. Pernyataan cintanya seminggu
sebelumnya hanyalah bualan, hanya untuk memenangkan pertaruhannya dengan
teman-temannya. Padahal saat itu aku benar-benar mencintainya. Hatiku sungguh
sakit, kecewa, marah. Tapi entah mengapa, sampai detik inipun aku tak bisa
melupakannya. Bisma tetap singgah di hatiku.
Bel pulang sekolah
telah berbunyi. Terlihat kakakku, Morgan sudah menunggu di gerbang sekolah. Aku
segera naik ke bangku penumpang disampingnya.
"Gimana hari ini?"kak Morgan
"Biasa aja"aku
"Ingat, minggu depan kamu sudah ujian.
Persiapkan diri baik-baik!"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Oh iya, tadi mama telfon, dia nawarin kamu
buat kuliah di New York dan tinggal sama mereka. Gimana sama kamu?"kak
Morgan
"Aku nggak mau kak. Aku mau nerusin kuliah di
sini aja"aku
"Kenapa? Ayolah, disana pendidikannya lebih
baik. Mungkin nanti kakak juga bakal nyusul kalian kesana"kak Morgan
"Aku betah tinggal disini kak. Aku nggak mau
pergi"jawabku
"Semua keputusan ada di kamu dek. Kakak
terserah aja sama kamu"kak Morgan
Aku tersenyum.
Sepuluh hari berlalu.
Ujian Nasional berhasil aku lalui. Kini aku dan kak Morgan tengah menikmati
makan siang di sebuah restoran.
"Sebentar lagi kamu akan bebas dari seragam
putih abu-abu"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Kak, tumben kakak ngajak aku makan siang
diluar. Terus, kenapa restorannya sepi?"tanyaku
Kak Morgan tersenyum. Aku semangkin bingung
dibuatnya.
"Apa kamu tidak ingat ini hari apa?"kak
Morgan
"Tentu aku ingat. Ini hari Kamis kan?"aku
Kak Morgan tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Aku rasa aku benar. Ini adalah hari Kamis. Aku
bingung kenapa kak Morgan malah tertawa.
"Happy Birthday to you... Happy birthdhay to
you... Happy birthdat, happy birthday, happy birthday to you..."
Aku menoleh ke arah sumber suara. Terlihat
teman-teman SMA ku dari arah belakang membawakan kue tart berukuran cukup
besar.
"Happy birthday ya dek"kak Morgan
Aku baru ingat, ini adalah hari ulang tahunku yang
ke-18. Bagaimana bisa aku melupakannya?
Aku dan kak Morgan
berdiri. Satu per satu dari sahabatku menyalamiku. Terlihat disana Tisa,
sahabatku semasa SMP. Tapi, bukankah dia pindah ke Bandung tiga tahun lalu?
Entahlah. Dia tersenyum sambil berjalan ke arahku.
"Happy birthday ya Ra.."ujarnya
Aku tersenyum lalu memeluknya
Tiba-tiba ku rasakan bahuku basah karena air
matanya. Sesekali isakan juga terdengar dari mulutnya.
"Kamu kenapa?"tanyaku
Tisa menggeleng.
"Aku kangen sama kamu"Tisa
Aku mengangguk lalu melepaskan pelukannya.
"Aku juga kangen sama kamu. Aku tidak menyangka
kamu akan datang jauh-jauh dari Bandung untuk mengucapkan selamat ulang tahun
untukku. Terima kasih ya"aku
Tisa mengangguk.
Beberapa saat kemudian, aku meniup lilin diatas kue
yang dibawakan Nanda.
"Happy birthday ya Ra"Nanda
Aku mengangguk lalu memeluknya
Ucapan selamat ulang tahun terus membanjiriku. Aku
tak menyangka mereka mengingat hari ulang tahunku. Padahal aku sendiri sampai
lupa.
Hari berganti.
Pagi-pagi sekali, kak Morgan membangunkanku. Dia bilang Nanda menungguku di
ruang tamu.
"Untuk apa dia disini. Kemarin aku sudah bilang
ke dia kalau aku malas ke sekolah"aku
"Kenapa sih dek memangnya?"kak Morgan
"Nggak pelajaran juga. Aku malas"aku
"Ayolah bangun! Kasihan Nanda menunggumu.
Setidaknya temui dia!"kak Morgan
Aku mengangguk lalu berjalan menuju ruang tamu.
"Kok kamu belum siap-siap Ra? Ini udah mau jam
7"Nanda
"Aku malas ke sekolah Nda"aku
"Kenapa lagi sih? Kepikiran Bisma
lagi?"Nanda
Aku terdiam. Pikiranku kembali menerawang jauh ke
masa-masa dimana aku masih bersama Bisma.
"Ayolah Ra, Bisma hanyalah masa lalu yang suram
untuk kamu"Nanda
"Kamu salah Nda. Bisma adalah separuh dari
jiwaku"aku
"Tapi setidaknya kamu harus sekolah. Ya
walaupun cuma absen, tapi kan lumayan bisa buat ngilangin kejenuhan
kamu"Nanda
Aku menoleh kearahnya. Terlihat dari pancaran
matanya sebuah harapan. Kemudian aku mengangguk. Nanda menyambut gembira
anggukkanku. Aku kembali ke kamar untuk bersiap-siap. Setelah itu kak Morgan
mengantar kami ke sekolah.
Siang harinya, aku dan
Nanda pergi ke cafe yang dulu pernah ku kunjungi bersama Bisma. Kami menyeruput
secangkir cappucino sambil berbincang ringan.
"Dulu Bisma pernah mengajakku kesini
Nda"aku
Nanda tersenyum.
"Aku nggak tahu kenapa, setelah kemarin bertemu
dengan Tisa, perasaanku tidak enak"ungkapku
"Mungkin karena Tisa sahabatmu saat SMP. Dia
pasti juga tahu banyak soal Bisma. Jadi mungkin kamu semakin ingat dengan
Bisma"Nanda
"Sepertinya bukan itu"aku
"Maura"panggil seseorang
"Tisa?"kagetku
Tisa duduk disampingku.
"Hay"sapaku
Tisa tersenyum.
"Tisa, kenalkan, ini Nanda, sahabat
baikku"ujarku memperkenalkan kedua sahabatku ini
Mereka pun berkenalan.
Tisa menatapku intens.
Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Tapi apa? Tak biasanya ia
seperti ini. Tisa adalah sahabatku yang paling ceria dan cerewet dulu.
"Ada apa?"tanyaku yang mulai berasa aneh
"Apa kamu masih mencintai Bisma?"tanya
Tisa balik
Aku terdiam.
"Maura, kamu masih cinta sama Bisma?"ulang
Tisa
Aku mengangguk.
Tisa menunduk. Aku semakin merasa bingung dengan
tingkahnya. Aku melirik ke arah Nanda. Ia mengangkat kedua bahunya pertanda
tidak tahu.
"Ada apa memangnya jika aku masih mencintai
Bisma?"tanyaku lagi
"Maura, boleh aku minta waktu kamu sebentar
saja? Aku mau bawa kamu ke suatu tempat"Tisa
"Kemana?"aku
Tisa tak menjawab.
Aku kembali menoleh ke arah Nanda untuk meminta
pendapatnya.
"Pergilah! Mungkin itu penting"Nanda
Aku mengangguk.
Kemudian Tisa menggandeng tanganku untuk pergi.
Aku semakin bingung
saat kami sampai di sebuah tempat. Rumah sakit. Tisa mempercepat langkahnya
memasuki rumah sakit.
"Siapa yang sakit Tis?"tanyaku
Tisa tak menjawab. Hingga sampailah kami di suatu
ruangan. Hanya ada seorang pasien di ruangan itu. Beberapa alat medis terpasang
di tubuhnya.
"Siapa dia?"tanyaku
Lagi-lagi Tisa enggan menjawab. Malahan, Tisa mulai
meneteskan air mata. Perasaanku semakin tidak enak. Aku mendekati seseorang
yang bisa dibilang "koma" itu.
Mataku membolat
sempurna melihat sosok pria yang terbaring koma itu. Jantungku seakan berhenti
berdetak, nafaskupun mulai terasa sesak. Bisma. Dia adalah Bisma. Meskipun
tubuhnya kini sangat kurus, pucat pasi, dan kepalanya gundul, aku yakin dia
Bisma. Air mata mengucur deras dari sudut mataku. Aku meraih tangannya lalu
menggenggamnya erat.
"Bisma...Bisma..."panggilku
Perlahan ia membuka matanya. Ia tersenyum ke arahku.
"Akhirnya kamu disini. Aku senang bisa melihatmu
lagi"lirihnya kemudian menggenggam erat tanganku
"Bisma kamu kenapa? Kenapa semua jadi seperti
ini?"tanyaku
"Maaf aku pernah membuatmu menangis. Maaf aku
telah meninggalkanmu dan menyakitimu"ujarnya lemah
"Bisma mengidap Kanker Otak stadium tiga saat dia
meninggalkanmu dulu. Dia pergi bukan karena tak mencintaimu. Tapi karena dia
tidak mau membebani dan membuatmu sedih"sambung Tisa yang kini berdiri di
sampingku.
"Aku cinta sama kamu"lirih Bisma
Aku mengangguk.
"Aku juga cinta sama kamu Bis"balasku
Bisma tersenyum, lalu menutup matanya. Genggaman
tangannya padakupun terlepas.
"Bisma...Bisma bangun Bis!"aku
Bisma tak kunjung membuka matanya.
"Apa yang terjadi? Bisma kenapa? Bisma bangun
Bis! Aku mohon bangun!"
"Tisa, Bisma kenapa? Suruh dia
bangun!"teriakku
Tisa mendekapku erat.
Enam bulan berlalu.
Kini aku tengah berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kak Morgan dan
Nanda pun mengantarku. Hari ini aku akan pergi ke New York. Aku akan kuliah
disana. Aku akan tinggal disana bersama kedua orang tuaku.
"Sering-sering main kesini ya Ra!"lirih
Nanda dengan mata berkaca-kaca
Aku memeluknya.
"Tentu saja. Teman-temanku semuanya disini,
jadi aku pasti akan sering kesini"hiburku
Kemudian aku melepaskan pelukanku pada Nanda
"Hati-hati ya dek disana! Jangan lupa baju
hangatnya! Kata mama disana lagi musim dingin"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Cepet kelarin ya kuliahnya! Entar cepet nyusul
juga!"aku
Kak Morgan mengangguk mantab.
"Pasti. Janji deh,sebelum tahun depan kakak
udah disana sama kamu"kak Morgan
Aku tersenyum.
"Sudah sana, sebentar lagi pesawat kamu
berangkat"kak Morgan
Aku menarik koperku meninggalkan kak Morgan dan
Nanda.
Siapa yang tahu tentang
akhir cerita kita sebelum kita menjalaninya? Sebelumnya, aku pikir jika cintaku
bertepuk sebelah tangan. Aku kira Bisma benar-benar hanya menganggapku sebagai
taruhan. Bahkan aku sempat kehilangan semangat hidup karenanya. Tapi nyatanya,
semua salah. Dia pergi bukan karena dia tak mencintaiku. Mungkin caranya salah.
Karena dengan itu aku jadi menyesal karena disisa hidupnya aku tak ada
disisinya. Aku belum sempat membahagiakannya. Aku belum sempat mencurahkan
perasaan cintaku padanya. Tapi sekarang...dia telah pergi. Setidaknya aku tahu kalau aku adalah cinta
terakhir baginya. Sedangkan bagiku, Bisma adalah seseorang yang telah mengukir
kisah luar biasa dalam hidupku. Aku tak akan melupakannya. Bahkan setiap
detikpun, aku selalu mengingatnya. Aku akan terus mengingatnya, hingga nanti
kami kembali dipertemukan, dan kami akan kembali dapat bersama. Menyambung
kisah yang belum usai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar