Sabtu, 21 Maret 2015

Cerpen-Mengenangmu



Mengenangmu
Maura. Itulah namaku. Saat ini, aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Tiga tahun sudah aku menjalani hidup tanpanya. Sosok seorang pria yang dulu menjadi pangeranku. Bisma. Hanya nama itu yang selalu singgah di hatiku. Tak peduli, berapa banyak luka yang telah ia torehkan. Bagiku semua itu tak kan dapat menghapus jutaan kisah indah yang telah kami lalui.
Aku terus berjalan di sepanjang koridor sekolah. Tatapan mataku kosong. Hingga seseorang mengagetkanku.
"Maura, kamu kalau jalan lihat-lihat donk!"kesal sahabatku, Nanda
"Maaf Nda, aku nggak sengaja. Ayo aku bantu"aku membantunya membereskan barang bawaannya yang terjatuh karena ulahku
Kini Nanda berdiri disampingku. Ia menatapku intens. Aku pun risih dibuatnya.
"Ada apa sih?"tanyaku
"Kamu masih kepikiran Bisma ya?"Nanda
Aku mengangguk.
"Mau sampai kapan sih Ra? Sadar, Bisma nggak pernah cinta sama kamu. Dia cuma mainin kamu. Lagi pula hampir tiga tahun juga kalian pisah"Nanda
"Aku sudah nyoba Nda, tapi aku nggak bisa"lirihku
Kami melanjutkan perjalanan menuju kelas. Kemudian kami duduk bersebelahan.
"Bukannya nggak bisa, tapi niat kamu itu nggak dari hati. Harusnya kamu niat melupakannya dari hati, bukan cuma di mulut"Nanda
"Dia terlalu indah untuk aku lupakan. Terlalu banyak kenangan indah yang dia ukir di hidupku"aku
"Apa kamu tidak ingat, dia meninggalkanmu begitu saja seminggu setelah dia bilang cinta sama kamu. Dia bilang, kamu hanyalah barang yang dijadikan taruhan dengan teman-temannya. Lalu apa lagi yang kamu harapkan?"Nanda
Kata-kata Nanda berhasil membuatku terdiam. Benar apa yang ia katakan. Tiga tahun lalu, Bisma berhasil membuat jantungku hampir berhenti. Baru seminggu dia mengucapkan kata "Cinta" padaku setelah kami dekat cukup lama, tapi dengan mudahnya dia bilang kalau itu semua hanya permainan. Pernyataan cintanya seminggu sebelumnya hanyalah bualan, hanya untuk memenangkan pertaruhannya dengan teman-temannya. Padahal saat itu aku benar-benar mencintainya. Hatiku sungguh sakit, kecewa, marah. Tapi entah mengapa, sampai detik inipun aku tak bisa melupakannya. Bisma tetap singgah di hatiku.
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Terlihat kakakku, Morgan sudah menunggu di gerbang sekolah. Aku segera naik ke bangku penumpang disampingnya.
"Gimana hari ini?"kak Morgan
"Biasa aja"aku
"Ingat, minggu depan kamu sudah ujian. Persiapkan diri baik-baik!"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Oh iya, tadi mama telfon, dia nawarin kamu buat kuliah di New York dan tinggal sama mereka. Gimana sama kamu?"kak Morgan
"Aku nggak mau kak. Aku mau nerusin kuliah di sini aja"aku
"Kenapa? Ayolah, disana pendidikannya lebih baik. Mungkin nanti kakak juga bakal nyusul kalian kesana"kak Morgan
"Aku betah tinggal disini kak. Aku nggak mau pergi"jawabku
"Semua keputusan ada di kamu dek. Kakak terserah aja sama kamu"kak Morgan
Aku tersenyum.
Sepuluh hari berlalu. Ujian Nasional berhasil aku lalui. Kini aku dan kak Morgan tengah menikmati makan siang di sebuah restoran.
"Sebentar lagi kamu akan bebas dari seragam putih abu-abu"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Kak, tumben kakak ngajak aku makan siang diluar. Terus, kenapa restorannya sepi?"tanyaku
Kak Morgan tersenyum. Aku semangkin bingung dibuatnya.
"Apa kamu tidak ingat ini hari apa?"kak Morgan
"Tentu aku ingat. Ini hari Kamis kan?"aku
Kak Morgan tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Aku rasa aku benar. Ini adalah hari Kamis. Aku bingung kenapa kak Morgan malah tertawa.
"Happy Birthday to you... Happy birthdhay to you... Happy birthdat, happy birthday, happy birthday to you..."
Aku menoleh ke arah sumber suara. Terlihat teman-teman SMA ku dari arah belakang membawakan kue tart berukuran cukup besar.
"Happy birthday ya dek"kak Morgan
Aku baru ingat, ini adalah hari ulang tahunku yang ke-18. Bagaimana bisa aku melupakannya?
Aku dan kak Morgan berdiri. Satu per satu dari sahabatku menyalamiku. Terlihat disana Tisa, sahabatku semasa SMP. Tapi, bukankah dia pindah ke Bandung tiga tahun lalu? Entahlah. Dia tersenyum sambil berjalan ke arahku.
"Happy birthday ya Ra.."ujarnya
Aku tersenyum lalu memeluknya
Tiba-tiba ku rasakan bahuku basah karena air matanya. Sesekali isakan juga terdengar dari mulutnya.
"Kamu kenapa?"tanyaku
Tisa menggeleng.
"Aku kangen sama kamu"Tisa
Aku mengangguk lalu melepaskan pelukannya.
"Aku juga kangen sama kamu. Aku tidak menyangka kamu akan datang jauh-jauh dari Bandung untuk mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Terima kasih ya"aku
Tisa mengangguk.
Beberapa saat kemudian, aku meniup lilin diatas kue yang dibawakan Nanda.
"Happy birthday ya Ra"Nanda
Aku mengangguk lalu memeluknya
Ucapan selamat ulang tahun terus membanjiriku. Aku tak menyangka mereka mengingat hari ulang tahunku. Padahal aku sendiri sampai lupa.
Hari berganti. Pagi-pagi sekali, kak Morgan membangunkanku. Dia bilang Nanda menungguku di ruang tamu.
"Untuk apa dia disini. Kemarin aku sudah bilang ke dia kalau aku malas ke sekolah"aku
"Kenapa sih dek memangnya?"kak Morgan
"Nggak pelajaran juga. Aku malas"aku
"Ayolah bangun! Kasihan Nanda menunggumu. Setidaknya temui dia!"kak Morgan
Aku mengangguk lalu berjalan menuju ruang tamu.
"Kok kamu belum siap-siap Ra? Ini udah mau jam 7"Nanda
"Aku malas ke sekolah Nda"aku
"Kenapa lagi sih? Kepikiran Bisma lagi?"Nanda
Aku terdiam. Pikiranku kembali menerawang jauh ke masa-masa dimana aku masih bersama Bisma.
"Ayolah Ra, Bisma hanyalah masa lalu yang suram untuk kamu"Nanda
"Kamu salah Nda. Bisma adalah separuh dari jiwaku"aku
"Tapi setidaknya kamu harus sekolah. Ya walaupun cuma absen, tapi kan lumayan bisa buat ngilangin kejenuhan kamu"Nanda
Aku menoleh kearahnya. Terlihat dari pancaran matanya sebuah harapan. Kemudian aku mengangguk. Nanda menyambut gembira anggukkanku. Aku kembali ke kamar untuk bersiap-siap. Setelah itu kak Morgan mengantar kami ke sekolah.
Siang harinya, aku dan Nanda pergi ke cafe yang dulu pernah ku kunjungi bersama Bisma. Kami menyeruput secangkir cappucino sambil berbincang ringan.
"Dulu Bisma pernah mengajakku kesini Nda"aku
Nanda tersenyum.
"Aku nggak tahu kenapa, setelah kemarin bertemu dengan Tisa, perasaanku tidak enak"ungkapku
"Mungkin karena Tisa sahabatmu saat SMP. Dia pasti juga tahu banyak soal Bisma. Jadi mungkin kamu semakin ingat dengan Bisma"Nanda
"Sepertinya bukan itu"aku
"Maura"panggil seseorang
"Tisa?"kagetku
Tisa duduk disampingku.
"Hay"sapaku
Tisa tersenyum.
"Tisa, kenalkan, ini Nanda, sahabat baikku"ujarku memperkenalkan kedua sahabatku ini
Mereka pun berkenalan.
Tisa menatapku intens. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. Tapi apa? Tak biasanya ia seperti ini. Tisa adalah sahabatku yang paling ceria dan cerewet dulu.
"Ada apa?"tanyaku yang mulai berasa aneh
"Apa kamu masih mencintai Bisma?"tanya Tisa balik
Aku terdiam.
"Maura, kamu masih cinta sama Bisma?"ulang Tisa
Aku mengangguk.
Tisa menunduk. Aku semakin merasa bingung dengan tingkahnya. Aku melirik ke arah Nanda. Ia mengangkat kedua bahunya pertanda tidak tahu.
"Ada apa memangnya jika aku masih mencintai Bisma?"tanyaku lagi
"Maura, boleh aku minta waktu kamu sebentar saja? Aku mau bawa kamu ke suatu tempat"Tisa
"Kemana?"aku
Tisa tak menjawab.
Aku kembali menoleh ke arah Nanda untuk meminta pendapatnya.
"Pergilah! Mungkin itu penting"Nanda
Aku mengangguk.
Kemudian Tisa menggandeng tanganku untuk pergi.
Aku semakin bingung saat kami sampai di sebuah tempat. Rumah sakit. Tisa mempercepat langkahnya memasuki rumah sakit.
"Siapa yang sakit Tis?"tanyaku
Tisa tak menjawab. Hingga sampailah kami di suatu ruangan. Hanya ada seorang pasien di ruangan itu. Beberapa alat medis terpasang di tubuhnya.
"Siapa dia?"tanyaku
Lagi-lagi Tisa enggan menjawab. Malahan, Tisa mulai meneteskan air mata. Perasaanku semakin tidak enak. Aku mendekati seseorang yang bisa dibilang "koma" itu.
Mataku membolat sempurna melihat sosok pria yang terbaring koma itu. Jantungku seakan berhenti berdetak, nafaskupun mulai terasa sesak. Bisma. Dia adalah Bisma. Meskipun tubuhnya kini sangat kurus, pucat pasi, dan kepalanya gundul, aku yakin dia Bisma. Air mata mengucur deras dari sudut mataku. Aku meraih tangannya lalu menggenggamnya erat.
"Bisma...Bisma..."panggilku
Perlahan ia membuka matanya. Ia tersenyum ke arahku.
"Akhirnya kamu disini. Aku senang bisa melihatmu lagi"lirihnya kemudian menggenggam erat tanganku
"Bisma kamu kenapa? Kenapa semua jadi seperti ini?"tanyaku
"Maaf aku pernah membuatmu menangis. Maaf aku telah meninggalkanmu dan menyakitimu"ujarnya lemah
"Bisma mengidap Kanker Otak stadium tiga saat dia meninggalkanmu dulu. Dia pergi bukan karena tak mencintaimu. Tapi karena dia tidak mau membebani dan membuatmu sedih"sambung Tisa yang kini berdiri di sampingku.
"Aku cinta sama kamu"lirih Bisma
Aku mengangguk.
"Aku juga cinta sama kamu Bis"balasku
Bisma tersenyum, lalu menutup matanya. Genggaman tangannya padakupun terlepas.
"Bisma...Bisma bangun Bis!"aku
Bisma tak kunjung membuka matanya.
"Apa yang terjadi? Bisma kenapa? Bisma bangun Bis! Aku mohon bangun!"
"Tisa, Bisma kenapa? Suruh dia bangun!"teriakku
Tisa mendekapku erat.
Enam bulan berlalu. Kini aku tengah berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kak Morgan dan Nanda pun mengantarku. Hari ini aku akan pergi ke New York. Aku akan kuliah disana. Aku akan tinggal disana bersama kedua orang tuaku.
"Sering-sering main kesini ya Ra!"lirih Nanda dengan mata berkaca-kaca
Aku memeluknya.
"Tentu saja. Teman-temanku semuanya disini, jadi aku pasti akan sering kesini"hiburku
Kemudian aku melepaskan pelukanku pada Nanda
"Hati-hati ya dek disana! Jangan lupa baju hangatnya! Kata mama disana lagi musim dingin"kak Morgan
Aku mengangguk.
"Cepet kelarin ya kuliahnya! Entar cepet nyusul juga!"aku
Kak Morgan mengangguk mantab.
"Pasti. Janji deh,sebelum tahun depan kakak udah disana sama kamu"kak Morgan
Aku tersenyum.
"Sudah sana, sebentar lagi pesawat kamu berangkat"kak Morgan
Aku menarik koperku meninggalkan kak Morgan dan Nanda.
Siapa yang tahu tentang akhir cerita kita sebelum kita menjalaninya? Sebelumnya, aku pikir jika cintaku bertepuk sebelah tangan. Aku kira Bisma benar-benar hanya menganggapku sebagai taruhan. Bahkan aku sempat kehilangan semangat hidup karenanya. Tapi nyatanya, semua salah. Dia pergi bukan karena dia tak mencintaiku. Mungkin caranya salah. Karena dengan itu aku jadi menyesal karena disisa hidupnya aku tak ada disisinya. Aku belum sempat membahagiakannya. Aku belum sempat mencurahkan perasaan cintaku padanya. Tapi sekarang...dia telah pergi.  Setidaknya aku tahu kalau aku adalah cinta terakhir baginya. Sedangkan bagiku, Bisma adalah seseorang yang telah mengukir kisah luar biasa dalam hidupku. Aku tak akan melupakannya. Bahkan setiap detikpun, aku selalu mengingatnya. Aku akan terus mengingatnya, hingga nanti kami kembali dipertemukan, dan kami akan kembali dapat bersama. Menyambung kisah yang belum usai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar