Selasa, 28 Juni 2016

Cerpen-Bukan Sekedar Mimpi



Bukan Sekedar Mimpi

Sudah lebih dari lima buku yang ku baca hari ini. Semuanya sama, berhubungan dengan "Kanker". Kanker apapun itu, sepertinya menarik bagiku. Bukan karena aku, atau orang yang ku cintai mengidap penyakit mematikan itu. Namun entah apa dan kenapa sehingga aku sangat tertarik untuk mempelajarinya.
Aku adalah siswi kelas 2 SMK. Aku mengambil salah satu cabang ilmu kesehatan untuk ku pelajari, yaitu Analis Kesehatan. Di perpustakaan sekolah tak cukup banyak buku yang membahas tentang kanker. Karena memang, hal-hal seperti itu terlalu rumit untuk di pelajari siswa bangku SMK. Namun, sedikit-sedikit aku juga dapat pelajaran tentang kanker. Terutama di mata pelajaran Immunologi dan Biologi.
Hampir setiap hari, aku membaca artikel tentang kanker yang hingga saat ini sulit disembuhkan. Banyak manusia yang meninggal karenanya. Faktornya, tak hanya berasal dari kebiasaan manusia tersebut. Namun juga bisa karena keturunan, atau bahkan paparan zat luar yang di tularkan orang di sekelilingnya, misal asap rokok. Tak adil memang, jika seseorang mengidap penyakit seperti itu karena kesalahan orang lain. Apalagi, jika korban itu merupakan orang yang baik hati dan cerdas.
Telah banyak film ataupun novel yang menggambarkan tentang penderitaan yang diakibatkan penyakit itu. "Surat Kecil Untuk Tuhan" misalnya. Film yang diangkat dari novel best seller karya Agnes Davonar itu mampu membuatku berderai air mata setiap melihatnya. Hingga kini, ku rasa aku sudah menontonnya lebih dari sepuluh kali. Tak ada rasa bosan yang menghinggapiku. Rasa simpatiku tehadap Keke, tokoh dalam cerita itu tak dapat ku gambarkan dengan kata-kata. Seorang gadis muda, cantik, pintar, baik hati dengan ribuan mimpi diangannya harus menghadapi musibah seberat itu. Bagiku itu sungguh tidak adil. Seharusnya ia dapat menggapai semua mimpinya dan menjadi seseorang yang hebat sekarang. Namun penyakit itu telah merenggut mimpi-mimpinya.
Bukan aku menyalahkan takdir. Memang, setiap orang memiliki jalannya sendiri-sendiri. Tapi bukankah kata "Kanker" itu sangat mengerikan? Tak bisakah aku menjadi seseorang yang dapat mengalahkannya dan menyelamatkan jutaan jiwa?
Aku pernah menonton kisah Terry Fox. Seorang pemuda Canada idaman para wanita yang kaya dan merupakan atlet basket di kampusnya. Pria itu mengidap kanker tulang yang mengharuskannya kehilangan setengah dari salah satu kakinya. Untung saja, ia tak patah semangat saat semua ujian itu tiba. Dan ketika ia bertemu dengan anak-anak yang senasib dengannya, hatinya tersentuh. Ia berpikir untuk membuat orang lain tak bernasip sama dengannya. Semua hartanya ia sumbangkan dalam sebuah penelitian untuk menemukan obat kanker. Karena dirasa kurang, ia melakukan marathon untuk mendapat simpati masyarakat Canada untuk ikut menyumbangkan dana. Namun sayang, di tengah perjalanan ia harus mengalah dengan penyakitnya. Kanker yang ia derita telah sampai di paru-parunya. Namun dana yang ia hasilkan dalam kegiatan itu tak sedikit jumlahnya. Ia berhasil. Meski ia tak sempat merasakan keberhasilannya, namun jutaan orang akan selalu mengingatnya atas kerja kerasnya itu.
Namun yang aku tahu, hingga kini kanker masih banyak menelan korban. Bahkan tak sedikit anak-anak yang mengidapnya. Ada dorongan di hatiku untuk menghentikan penderitaan mereka. Ada keinginan di hatiku untuk melanjutkan perjuangan Terry Fox. Tapi apakah aku bisa? Bahkan aku tak punya apapun. Yang ku tahu hanya terus mempelajarinya, bersekolah di jalurnya, dan mendapat kepercayaan orang-orang bahwa aku mampu menemukan obat untuk kanker.
Akhirnya, aku sampai di kelas terakhir pendidikan SMK ku. Ya, aku naik ke bangku kelas 3. Aku mulai mengikuti les mata pelajaran ujian, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Dan Allhamdulillah, tak mengecewakan hasilnya. Meski tak sempurna, tapi aku tetap sangat mensyukurinya.
Kini waktunya bagiku mencari tempat kuliah. Yang ku tahu, Biomedik adalah salah satu program studi yang dapat membantuku untuk menemukan obat kanker. Tapi, hanya ada di strata dua dan tiga saja. Dan untuk melanjutkan kesana, aku harus masuk program strata satu yang berhubungan dekat dengan Biologi dan Kimia.
Biologi Murni? Sepertinya menarik. Dengan masuk Biologi pula, aku dapat mengejar ketertinggalan materiku dari anak-anak SMA IPA. Dan setelah itu, aku bisa melanjutkan studi ke strata dua Biomedik.
Aku mulai mendaftarkan diriku ke dua universitas negeri dengan jalur SBMPTN. Keduanya, aku mengambil program studi Biologi. Aku sudah yakin dengan pilihanku. Menurutku Biologi adalah cabang ilmu yang paling mampu membantuku untuk menjadi seorang Biomedik.
Jelang beberapa hari sebelum tes SBMPTN diadakan, aku mendapat kabar bahwa program strata satu Biologi dan program lain Fakultas MIPA hanya bisa diikuti oleh lulusan SMA IPA saja. Rasanya, aku benar-benar terjatuh. Aku tidak tahu, apa yang bisa ku lakukan. Kemudian aku mencari informasi tentang diploma empat Analis Kesehatan di wilayahku. Aku dapat informasi jika untuk masuk kesana, aku harus mengerjakan tes dengan materi anak SMA IPA pula.
Keluarga serta teman-temanku menyarankanku untuk mundur. Aku bisa saja kuliah di universitas swasta yang cukup baik di kotaku. Tapi, tidak di Biologi Murni. Mereka semua juga memintaku untuk mengganti impianku, bukan lagi untuk menjadi Biomedik. Jelas aku menolaknya. Bagiku, Biomedik bukan sekedar cita-cita. Biomedik adalah kekuatan dan sumber semangatku untuk terus melangkah. Lalu aku memutuskan untuk melanjutkan usahaku untuk masuk Biologi dan Analis Kesehatan.
Hari demi hari, ku lalui dengan tumpukan buku dan latihan soal SMA IPA milik tetanggaku. Rasanya sangat susah. Terlalu banyak materi yang asing bagiku. Di tambah lagi, aku sudah terlalu down untuk menyerap ilmu. Aku sudah terlanjur jatuh, kalah sebelum berperang. Aku tak yakin aku bisa melakukannya dengan baik. Bahkan disetiap aku menemukan soal yang susah, rasa sesak kembali menyelimutiku. Ketakutanku datang lagi dan membuatku seolah seperti orang hampir gila.
Hari dimana tes SBMPTN dilaksanakan telah datang. Aku berusaha mengerjakannya semaksimal mungkin. Aku tahu, syaratnyapun tak dapat ku penuhi. Materi ujianpun banyak yang tak dapat ku kuasai. Tapi yang ku tahu hanya terus berusaha mendapatkan mimpiku, Biomedik.
Beberapa hari kemudian, aku mengikuti tes masuk program diploma empat Analis Kesehatan. Sama halnya dengan tes SBMPTN, soalnyapun sangat sulit bagiku. Tapi aku tetap menyelesaikannya semampuku.
Setiap hari, aku berdoa agar ada keajaiban dan agar aku tak kehilangan mimpiku. Aku memohon pada Tuhan untuk mengabulkan mimpi besarku itu. Aku tahu, aku bukanlah orang yang cerdas, rajin, atau kaya. Aku hanya orang biasa, dengan kemampuan standar dan anak dari keluarga sederhana. Kekuatanku hanya niat, doa, dan keberanian untuk terus melangkah. Aku yakin, Tuhan akan membantuku dalam setiap langkahku ini.
Hasil tes yang ku ikuti beberapa minggu lalu telah keluar. Sayang, aku gagal di keduanya. Aku pulang dengan air mata yang terus menetes dipipiku. Sampainya di rumah, aku masuk ke dalam kamar dan meluapkan kekecewaanku. Inikah hasil yang harus ku terima? Apa aku kurang maksimal dalam berusaha? Lalu apa yang harus aku lakukan kini?
Seperti yang ku bilang, Biomedik bukan sekedar cita-cita bagiku. Aku tak mengejar dan tak peduli berapa penghasilanku kelak. Yang aku pedulikan hanya suatu saat aku bisa menemukan obat kanker. Banyak orang akan mempercayaiku dan membantuku jika aku mempunyai ilmu yang mumpuni dan gelar yang tinggi. Tapi nyatanya, aku telah kalah di langkah pertamaku.
Hampir seminggu, aku nyaris tak keluar dari kamarku. Selama itu aku keluar kamar hanya untuk sekedar mandi, wudhu, dan makan. Selebihnya, aku memilih mengurung diri di dalam kamar. Suatu hari, ibuku datang dan memberikan brosur universitas swasta yang tempo hati beliau sarankan. Aku hanya membacanya sekilas lalu menggeleng. Aku belum siap dengan kegagalan lagi. Aku masih terlalu takut untuk melangkah. Tapi ibu terus meyakinkanku jika aku mampu. Hingga aku memutuskan keluar dari kamarku.
Aku melangkahkan kakiku melewati deretan buku yang tertata rapi. Aku memilih beberapa referensi yang dapat ku pelajari untuk masuk universitas rekomendasi ibu. Setelah mendapat dua buah buku yang sesuai, aku pergi ke ruang membaca. Tak ada bangku kosong disana. Kemudian aku melihat pojok ruangan. Ada sebuah kursi kosong. Aku berjalan kesana, kemudian duduk dan mulai membaca bukuku.
"Mau masuk universitas ya?"tanya seseorang
Aku menoleh kemudian tersenyum ramah padanya
"Kenapa?"tanyanya
"Kenapa apanya?"tanyaku dengan bahasa tidak formal, karena ku rasa ia seumuran denganku
"Kenapa kamu nangis sampai mata kamu sembam seperti itu? Diputusin pacar ya? Atau...ditinggal pacarnya? Atau..."tebaknya terpotong
"Maaf. Bukan itu alasannya"potongku
Pria dihadapanku mengangguk ragu. Dia meletakkan buku bacaannya di meja, kemudian menatapku.
"Sepertinya saat ujian SBMPTN kemarin aku melihatmu"ujarnya
Huft...lagi-lagi aku harus mengingatnya. Moodku hilang begitu saja. Aku menutup buku bacaanku dengan kasar kemudian berdiri, hendak pergi.
"Tunggu! Apa aku salah lagi?"tanya pria itu
Dia menghampiriku. Dia menatapku yang hendak menangis.
"Aku, berbicara tidak sopan ya?"tanyanya ragu
Aku menggeleng.
"Tidak. Hanya saja seharusnya kamu tak membahas itu di hadapanku"ujarku lirih
Dari matanya, terpancar penyesalan yang mendalam. Ia memberikan sebuah sapu tangan untukku setelah kami berbincang cukup lama di taman.
"Kamu tidak gagal, hanya kurang beruntung saja. Lagi pula, Allah tidak pernah salah menentukan takdir seseorang. Jika kamu tidak di terima di universitas yang kamu mau, berarti itu bukan jalan kamu"ujarnya
Aku menghentikan tangisanku, kemudian menatapnya. Bisma. Namanya adalah Bisma. Dia memiliki mata yang indah dan senyum tipisnya meluluhkan.
"Masih banyak jalan untuk kamu bisa jadi Biomedik. Tugas kamu sekarang mencarinya"Bisma
Aku mengangguk paham.
"Makasih ya Bis, udah bikin aku baikan"ujarku
Bisma mengangguk. Kemudian Bisma mengajakku ke sebuah mini market. Ia membelikan ice cream coklat untukku.
"Dinginnya ice bisa mendinginkan otakmu dan membuatnya kembali rileks"ujarnya memberikan ice itu
"Dan rasa coklat bisa sedikit memperbaiki mood kamu yang hancur"lanjutnya
Aku tersenyum kemudian memakan ice cream coklat itu.
Hari itu, aku mendapat sahabat baru. Bisma. Dia mampu menenangkan hatiku. Membuat kekacauan di hatiku membaik. Dan aku tak perlu merasa kesepian lagi karenanya.
Satu tahun berlalu. Aku berhasil di terima di universitas swasta yang disarankan ibuku. Aku juga mulai menikmatinya. Lagi pula, ini sejalur dengan jurusanku saat SMK. Ya. Aku mengambil diploma empat Analis Kesehatan. Kurasa, dari Analis Kesehatan pun aku dapat melanjurkan cita-citaku sebagai Biomedik.
Siang ini aku dan Bisma bertemu di perpustakaan. Kami duduk di tempat pertama kali kami bertemu. Kami sama-sama asyik dengan bacaan masing-masing.
"Kamu sudah berubah dari Arini yang ku kenal saat pertama kali dulu"ujar Bisma
Aku tersenyum mendengarnya.
"Berubah gimana?"tanyaku
"Kamu Arini yang periang dan penuh semangat. Kalau dulu aku ragu kamu bisa jadi Biomedik. Tapi sekarang? Bagaimana bisa orang sepertimu gagal?"Bisma
"Berkat kamu juga Bis. Jangan terlalu menyanjungku! Nanti kalau aku terbang ketinggian sakit kalau jatuh"jawabku
"Tenang saja, aku selalu ada saat kamu jatuh. Dan sebisa mungkin, aku akan mengobati lukamu"Bisma
Lagi-lagi aku hanya dapat tersenyum. Dia memang sahabat terbaik yang pernah ku miliki.
Di suatu sore, Bisma mengajakku bertemu di sebuah cafe. Dia memberiku sebuah buku tentang Kanker Darah atau Leukemia.
"Semoga bisa bantu kamu ya"Bisma
"Makasih Bis. Kamu memang bisa mengerti apa yang ku inginkan tanpa aku bilang. Dan kepedulianmu membuatku yakin jika aku tidak sendiri"ujarku
Kemudian kami meminum kopi yang tersedia.
"Ini juga buat kamu"Bisma
Aku membukanya.
"Wah...kue coklat. Kamu kok sering banget ngasih aku sesuatu yang berbau coklat? Kamu tahu saja jika aku suka coklat"aku
Bisma tersenyum manis padaku.
Bisma masih setia menungguku membaca. Aku duduk santai bersandar di pohon. Dan tentu saja, Bisma berada di sampingku. Sesaat kemudian, Bisma pamit padaku untuk pergi sebentar. Aku hanya mengangguk dan melanjutkan bacaanku. Beberapa saat kemudian, Bisma datang membawa ice cream coklat untukku.
"Istirahatin dulu otak kamu!"suruh Bisma sembari kembali duduk di sampingku
Kami mulai memakan ice cream masing-masing.
"Sekarang, apa yang ada di pikiran kamu?"Bisma
Aku menatapnya bingung.
"Maksudnya?"aku
"Yang kamu pengen"Bisma
"Aku pengennya sih bisa lanjut S2 ke luar negeri"ujarku
Bisma menatapku. Matanya menatap dalam manik mataku.
"Kenapa? Kamu nggak harus nurutin itu kok. Kamu bantu dan menemaniku belajar saja sudah lebih dari cukup"lanjutku
Bisma tersenyum kemudian mengacak-acak poniku.
"Aku yakin kamu bisa"Bisma
Tiga tahun berlalu. Acara wisuda baru saja selesai ku lewati. Allhamdulillah, aku berhasil meraih peringkat dua. Kedua orang tuaku sangat bangga terhadapku. Ibu mengajakku segera pulang, tapi aku menolak.
"Sebentar Bu, Arini lagi nunggu temen"tolakku
Tapi karena didesak terus-menerus, akhirnya aku mau pulang. Di sepanjang perjalanan pulang mataku terus mencari sosok Bisma. Dia sudah berjanji untuk datang ke wisudaku. Tapi nyatanya ia tak juga datang.
Sekarang waktunya bagiku untuk mencari jenjang pendidikan lanjutan. Strata 2 Biomedik. Aku mulai mencari informasi tentang jurusan itu. Syarat-syaratpun mulai ku kumpulkan. Tak hanya itu, aku juga harus mencari kerja. Tak mungkin aku menyia-nyiakan gelar sarjana ini begitu saja. Bagaimanapun, aku juga ingin segera membahagiakan kedua orang tuaku.
Tiga hari pasca wisudaku, Bisma mengajakku bertemu di sebuah cafe. Awalnya aku menolak karena hari ini aku akan mendaftarkan diri di suatu Perguruan Tinggi Negeri. Tapi Bisma mendesakku. Lagi pula, aku juga sangat merindukan sahabatku itu. Aku bisa seperti ini juga karena dia. Kemudian, aku menerima ajakannya.
Hampir setengah jam aku menunggu, Bisma tak kunjung datang. Awalnya aku berniat untuk pulang. Tapi tiba-tiba Bisma datang. Ia meminta maaf padaku karena datang terlambat.
"Ada apa?"tanyaku
"Ini, kado atas kelulusan kamu"Bisma memberiku bingkisan
Aku mengerutkan keningku, bingung dengan tingkah anehnya. Sementara ia masih terus tersenyum padaku.
"Kemana kamu waktu aku wisuda? Katanya mau datang. Tapi, nyatanya kamu tidak ada"kesalku
Senyum tipisnya pudar melihat kekecewaanku.
"Maaf deh soal itu. Yang penting, sekarang kamu buka dulu ya kadonya!"suruh Bisma halus
Aku menghela napas berat. Aku begitu penasaran, apa isi bingkisan ini.
"Buruan! Aku yakin kamu bakal suka"ujar Bisma
Perlahan, aku membukanya. Isinya sebuah coklat besar berbentuk hati dan bingkai foto yang masih kosong. Lagi-lagi, aku mengerutkan keningku.
"Itu di dalam masih ada lagi"Bisma
Kemudian tanganku meraih sebuah amplop besar dan membukanya. Mataku membolat sempurna. Aku sungguh tak percaya dengan isi amplop itu.
"Bagaimana bisa? Ini palsu ya?"tanyaku
Bisma tertawa.
"Itu asli, Arini. Setahun lalu aku dapat info kalau ada beasiswa di universitas itu. Dan aku coba daftarin kamu. Dan Allhamdulillah hasilnya..."terang Bisma terpotong karena aku sudah lebih dulu memeluknya erat
Ia pun membalas pelukanku sembari terus tersenyum.
"Terima kasih Bis. Kamu memang sahabatku yang paling baik"ujarku
Bisma hanya membalasnya dengan anggukan.
Hadiah dari Bisma adalah kado terindah untukku. Aku di terima di salah satu universitas terbaik di Singapura, program studi Biomedik. Dia selalu saja tahu apa mauku, dan selalu berusaha mendapatkannya. Padahal, kami kenal baru empat tahun terakhir. Apa mungkin dia menyukaiku? Yang ku tahu, dia adalah tempat ternyaman untukku. Dia adalah orang yang paling mengerti aku. Tapi untuk cinta, aku ragu jika memilikinya.
Satu hari menjelang keberangkatanku ke Singapura, Bisma menemuiku di cafe. Aku tersenyum menyambutnya.
"Arini, aku datang karena besok aku tidak bisa mengantarmu. Aku harus daftar kuliah juga"Bisma
"Padahal, aku pengen kenalin kamu ke orang tua ku"ujarku
Dia tersenyum.
"Oh iya. Aku mau kasih alasan, kenapa aku kasih kamu bingkai kosong"Bisma
Aku menatapnya serius seolah menunggu ucapannya.
"Saat aku ulang tahun yang ke-9, adikku memberikan bingkai foto itu. Dia membuatnya sendiri untukku. Dia bilang, bingkai itu hanya boleh diisi fotoku dengan orang yang paling aku sayang"terang Bisma
"Tapi kenapa kamu kasih bingkai itu padaku? Bagaimana jika adik kamu marah?"bingungku
Bisma tersenyum manis.
"Kamu kan tahu, aku tidak suka foto. Jadi aku berikan saja padamu. Aku juga minta ke kamu, buat isi bingkai itu dengan fotomu dan orang yang paling kamu sayang. Terserah, mau foto dengan orang tuamu, sahabatmu, suamimu kelak, atau saudaramu. Adikku sangat baik. Dia tidak mungkin marah aku memberikannya padamu. Dia akan mengerti"Bisma
"Sahabat terbaikku adalah kamu. Kamu tidak suka foto. Terus, aku anak tunggal, nggak punya saudara"bingungku
Bisma kembali tersenyum dan mengacak-acak poniku.
"Kamu mirip sekali dengan adikku"ujarnya
Beberapa saat kemudian, Bisma naik ke atas panggung dia memainkan jarinya di atas piano antik itu. Kemudian, ia mulai bernyanyi,
There's A Place, InYour Heart And I Know That It Is Love
And This Place, Could Be Much Brighter Than Tomorrow
And If You, Really Try You'll Find There's No Need To Cry
In This Place, You'll Feel There's No Hurt Or Sorrow

There Are Ways To Get There
If You Care Enough For The Living
Make A Little Space
Make A Better Place...

Heal The World
Make It A Better Place
For You And For Me And The Entire Human Race
There Are People Dying
If You Care Enough For The Living
Make A Better Place For You And For Me

If You Want, To Know Why
There's A Love That Cannot Lie
Love Is Strong, It Only Cares For Joyful Giving

If We Try, We Shall See
In This Bliss We Cannot Feel
Fear Or Dread We Stop Existing And Start Living

Then It Feels That Always
Love's Enough For Us Growing
So Make A Better World
Make A Better World...

Heal The World
Make It A Better Place
For You And For Me And The Entire Human Race
There Are People Dying
If You Care Enough For The Living
Make A Better Place For You And For Me

And The Dream We Were Conceived In Will Reveal A Joyful Face
And The World We Once Believed In Will Shine Again In Grace
Then Why Do We Keep Strangling Life Wound This Earth Crucify Its Soul
Though It's Plain To See This World Is Heavenly Be God's Glow

We Could Fly, So High Let Our Spirits Never Die
In My Heart, I Feel You Are All My Brothers
Create A World With No Fear Together We'll Cry Happy Tears
See The Nations Turn Their Swords Into Plowshares

We Could Really Get There
If You Cared Enough For The Living
Make A Little Space
To Make A Better Place...

Heal The World
Make It A Better Place
For You And For Me And The Entire Human Race
There Are People Dying
If You Care Enough For The Living
Make A Better Place For You And For Me

Lagu Michael Jackson, Heal The World. Bisma menyanyikannya dengan sangat sempurna. Semua orang bertepuk tangan untuknya. Kemudian ia kembali ke hadapanku.
"Cita-citamu adalah membuat dunia menjadi lebih baik. Aku akan selalu mendukungmu. Dan aku percaya kamu bisa. Yang harus kamu lakukan adalah menjadi Arini yang selalu ceria dan penuh semangat. Jangan biarkan kegagalan menjatuhkanmu lagi!"ujar Bisma
Aku tersenyum dan mengangguk.
Dua tahun berlalu. Aku pulang tepat di hari ulang tahunku yang ke 24. Aku sudah berjanji dengan Bisma untuk bertemu dengannya sore ini. Setelah beristirahat beberapa jam di rumah, aku segera pergi ke taman tempatku belajar bersama Bisma bertahun-tahun lalu.
Tak ku sangka. Impianku terwujud. Aku telah berhasil menyabet gelas Master Science di salah satu universitas terbaik di Singapura. Dan dua bulan lagi, aku harus berangkat ke Canada untuk bekerja disana. Ya. Di pusat penelitian kanker di Canada. Bagiku, ini adalah awal perjuangan baruku.
Saat dalam perjalanan menemui Bisma, mobilku mengalami kecelakaan. Aku pun tak sadarkan diri. Dalam mimpiku, terlintas sosok pria kecil yang sepertinya sangat familiyar bagiku. Aku dan dia tengah berada di taman. Ia menenangkan aku yang tengah menangis.
"Nanti kakak bantu bilang ke ibu ya, biar kamu sekolah di tempat kakak"ujarnya
"Tapi kakak janji ya! Arini nggak mau jauh-jauh dari kakak"balasku
Anak itu menautkan kelingkingnya denganku.
Kemudian bayangan lain datang. Saat itu usiaku 9 tahun. Ayah baru saja menjemputku dari sekolah. Kemudian aku mendengar tangisan dari kamar atas. Aku berlari kesana. Dan terlihat ibu yang tengah menangis di samping tubuh kaku kakakku. Aku mendekat dan menangis di samping ibu. Setelah pemakaman kakak, aku menjadi pendiam. Hanya kakak yang selalu bisa membuatku tersenyum. Bagiku, kakak adalah malaikat yang di kirim Tuhan untuk selalu membuatku bahagia. Tanpanya, jiwaku serasa hilang. Hingga suatu hari, aku berlari keluar rumah karena frustasinya. Aku ingin bertemu dengan kakakku. Hingga tanpa sadar, sebuah mobil menabrakku hingga terpental. Aku hilang ingatan sejak saat itu. Dan dengan kesempatan itu, orang tuaku membuang semua foto dan kenanganku bersama kakak, agar aku tak lagi larut dalam duka.
Saat aku sadar, aku melihat kedua orang tuaku disisiku. Aku menangis begitu saja.
"Aku kangen kakak"lirihku
Kedua orang tuaku terkejut. Mungkin aneh bagi mereka jika aku mengingat semuanya setelah 15 tahun aku lupa. Tapi bayangan itu, sosok itu kini kembali. Aku dapat kembali mengingatnya. Dan kini, aku sangat merindukannya.
Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit. Dokter mengizinkanku pulang. Sore itu juga, aku pergi ke taman tempat janjianku dengan Bisma. Terlihat Bisma membelakangiku. Aku berlari ke arahnya kemudian memeluknya.
"Arini?"kagetnya
"Aku kangen kakak. Kenapa selama ini kakak hanya diam dan membiarkanku seperti orang bodoh?"tanyaku
Ya. Dia adalah Bisma, kakakku. Kak Bisma meninggal saat usianya 12 tahun karena mengidap Leukemia. Mungkin itu sebabnya aku sangat ingin menemukan obat kanker. Walau aku sempat lupa dengannya, tapi luka di hatiku yang bicara dan menuntunku ke jalan ini.
Pria itu melepaskan pelukanku. Ia berbalik ke arahku dan menghapus air mataku dengan jemarinya.
"Adik udah ingat semua?"tanyanya
Aku mengangguk pasti.
"Jangan lagi menyiksa kakak dengan keterpurukanmu! Kamu harus jadi Arini yang ceria dan penuh semangat. Selangkah lagi, mimpimu terwujud"ujar kak Bisma
Aku mengangguk.
"Allah memberi waktu kakak untuk bertemu denganmu, untuk menguatkanmu dan mengembalikan senyumanmu. Dan, kakak berhasil. Kakak sangat senang"lanjutnya
Aku kembali memeluknya erat.
"Jangan tinggalin Arini lagi! Arini sayang kak Bisma"lirihku
Kak Bisma membalas pelukanku.
"Kamu selalu tahu kalau kakak menyayangimu bukan?"tanyanya
Aku terdiam, kemudian ia kembali melepas pelukannya.
"Mulai dari sini, kamu akan melangkah sendirian. Kakak tidak bisa membantumu lagi. Tapi kamu harus percaya kalau hati kakak ada sama kamu meski kamu tidak dapat melihat kakak"kak Bisma
Ia masih terus tersenyum padaku.
"Terima kasih kak. Aku percaya kakak tidak akan meninggalkanku walaupun hanya sedetik saja"ujarku
"Pasti"balasnya
Sedikit demi sedikit, bayangnya hilang. Tanganku tak dapat lagi menggenggam tangannya. Hingga mataku yang dapat lagi melihat senyumnya.
Dua bulan berlalu. Pagi ini aku berangkat ke Canada untuk melanjutkan cita-citaku. Ada sebuah barang yang tak mungkin lupa ku bawa. Bingkai foto yang ku buat belasan tahun lalu. Kini bingkai itu tak lagi kosong. Ada fotoku dengan kak Bisma waktu kami masih kecil disana. Ya. Orang itu adalah kak Bisma. Dia adalah orang yang paling mengerti aku, orang yang paling berharga untukku. Aku yakin, saat ini dia masih setia disisiku. Hanya saja, aku yang tak bisa melihatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar