Remember
Dua tahun sudah
aku hidup bersama perasaan ini. Perasaan yang oleh beberapa orang disebut
cinta. Entah benar atau salah. Sebab, aku sendiri tak tahu betul definisi kata
'Cinta'. Yang aku tahu, setiap detik ada sebuah nama yang melekat dalam otakku,
membuatku mati gaya saat berhadapan dengan pemilik nama itu. Bisma. Nama yang
sederhana. Entah apa yang membuat nama dan si pemiliknya itu begitu spesial
untukku.
Namun sayang,
apa yang aku rasakan ini, tak di ketahui olehnya. Setiap berhadapan denganku,
ia menunjukkan tatapan cueknya. Dia terlihat malas jika harus sekedar
berpapasan denganku. Tapi aku sadar. Dia tak hanya mempesona di mataku, namun
juga belasan gadis lain sebaya denganku. Dia adalah idola sekolah, tak seperti
aku, pecundang. Tak pantas memang, malaikat sepertinya bersanding dengan
manusia biasa sepertiku.
Siang itu,
lapangan basket dikelilingi banyak orang. Suasananya sangat ramai, hingga aku
tak tahu apa yang mereka teriakkan. Karena penasaran, aku naik ke atas tangga,
melihat tengah lapangan basket dari lantai dua. Sesak. Itulah yang seketika ku
rasakan. Mataku memerah seketika melihat pria yang selalu ada di hati dan
pikiranku itu bersimpuh di hadapan seorang wanita cantik. Safira. Apa yang ia
lakukan? Perlahan, aku mendengar teriakkan riuh para siswa yang mengelilingi
mereka.
"Terima! Terima! Terima!"
Hingga seseorang menepuk bahuku.
"Sukma?"kagetku
Sukma tersenyum ke arahku.
"Kenapa kamu masih disini jika hati
kamu sakit melihatnya?"tanya Sukma
Aku menatapnya bingung.
"Kenapa? Kamu mencintainya bukan?
Tak hanya kamu kok yang terluka. Sebab bukan hanya kamu yang mencintai Bisma.
Dia tak sekedar tampan, tapi sempurna"lanjut Sukma
"Sebenarnya apa yang
terjadi?"tanyaku
"Terlihat jelas disana, Bisma
sedang menembak Safira untuk menjadi kekasihnya"Sukma
Aku memundurkan
langkahku pelan, lalu berbalik badan dan berlari ke tempat dimana aku bisa
menyendiri. Belakang sekolah. Ku rasa itu tempat yang tepat aku datangi saat
ini. Disitu situ aku merenungi perkataan orang-orang tentang perasaanku ini.
Cinta. Sepertinya aku memang mencintai Bisma. Dan saat ini aku sakit karena
melihatnya bersama perempuan lain. Bisma yang selalu dingin terhadapku, tak
pernah mau tahu tentang perasaanku, ternyata dia bisa melakukan hal semanis itu
untuk gadis yang ia cintai. Namun sayang, gadis itu bukan aku.
Malam harinya,
aku membaca sebuah novel yang baru aku beli. Disana menceritakan tentang
seorang gadis yang diam-diam mencintai seorang temannya. Namun, pria itu cuek
dan tak mau tahu tentang perasaan gadis itu. Si gadis selalu melihatnya dari
jauh. Memperhatikannya saat dia tengah membaca buku dengan tenang di
perpustakaan. Tanpa ada niat untuk mendekat dan menyapanya. Hingga beberapa
tahun kemudian, pria itu pergi keluar negeri tanpa tahu jika ada seorang gadis
yang sangat mencintainya. Belum selesai aku membaca, kak Rafa memanggilku untuk
makan malam.
Hari berikutnya,
aku berjalan melewati lorong sekolahan menuju kelasku yang berada nomor dua
dari pojok. Dari arah kantin, aku melihat Bisma menggandeng erat tangan gadis
disebelahnya. Tentu dia Safira. Mereka memang tampak serasi. Bisma, lelaki yang
paling digilai di sekolah ini. Pria yang paling sempurna di mata siswa-siswi.
Bersanding dengan Safira. Gadis cantik berwajah oriental karena memang ayahnya
asli orang Jepang. Ditambah lagi, Safira adalah salah satu siswi kebanggaan SMA
ku karena memang kepintarannya yang melebihi rata-rata.
Aku menundukkan
kepala saat sampai di hadapan Bisma dan Safira. Aku menarik nafas panjang
menahan pedih yang menjalar di hatiku. Tapi aku tahu pasti, Bisma melirikku
sekilas dengan tatapan dinginnya.
"Tunggu!"tegurnya
Aku menghentikan langkahku tanpa
berbalik menatapnya.
"Kenapa kamu nunduk gitu lihat aku
dan Safira? Kamu pikir kami hantu apa?"tanya Bisma dengan nada kesalnya
"Maaf"lirihku
"Kenapa masih nunduk? Lihat mataku!
Aku yang lagi ngomong, bukan lantai"kesal Bisma
"Bis..."lirih Safira memegangi
lengan Bisma
Perlahan aku mengangkat pandanganku.
"Apa? Aku manusia kan? Sekali lagi
aku lihat kamu nunduk waktu lihat aku, kamu bakal nyesel!"ujar Bisma
kemudian menarik lembut tangan Safira untuk pergi
"Aku nunduk karena aku sakit Bis.
Sakit melihat kamu menggandeng tangan wanita lain"lirihku sembari menahan
sesak
Tiga bulan
berlalu. Semakin lama, hubungan Bisma dan Safira begitu hangat. Bahkan aku
dengar kemarin sore Bisma memberi kejutan untuk Safira. Semua siswa juga masih
sibuk membahas mereka. Dan aku tetap sama. Masih merasa sakit dan sesak saat
bertemu atau sekedar melihat kemesraan mereka.
"Nggak terasa ya, dua bulan lagi
kita ujian. Kamu mau ngelanjutin dimana Diva?"tanya Sukma
"Aku belum tahu"jawabku
singkat
"Sampai sekarang kamu belum punya
target?"Sukma
"Nanti ajalah. Masih dua bulan
juga. Memangnya kamu mau kemana?"tanyaku
"Aku sih pengennya ke Kedokteran
Universitas Indonesia"Sukma
"Keren. Semoga diterima ya!
Semangat belajarnya!"ujarku menyemangatinya
Sukma mengangguk dan tersenyum padaku.
Saat jam istirahat pertama, aku ke
kantin untuk membeli minum. Setelah memesan, aku duduk di bangku yang masih
kosong. Memang, keadaan kantin belum begitu ramai saat itu. Tak lama kemudian,
datanglah Bisma dan Safira. Safira berjalan ke arahku, sementara Bisma siap
memesan makanan.
"Boleh aku duduk disini?"tanya
Safira ramah sambil menunjuk bangku dihadapanku
"Tentu"jawabku singkat
Safira segera duduk disana.
"Kamu Diva kan?"tanya Safira
Aku mengangguk. Memang, aku tak begitu
terkenal disekolah. Beda dengan Safira yang begitu familiyar bagi seluruh siswa
dan guru.
"Diva, kamu ingat tidak, dulu saat
SMP kita teman les. Ya memang tidak begitu akrab sih. Tapi aku tahu
kamu"Safira
"Iya aku ingat"jawabku
Beberapa saat kemudian Bisma datang dan
langsung duduk disamping Safira.
"Maaf lama"ujarnya halus
Nada yang ia pakai saat bersama Safira
terdengar sangat berbeda dengan yang biasa ia pakai saat berbiacara denganku.
Minumanku datang. Aku memesan memakai
gelas plastik tadi.
"Pesananku sudah datang. Aku duluan
ya!"ujarku cepat-cepat untuk menghindari mereka
Safira mengangguk.
"Gadis aneh"gumam Bisma
Aku berlari
kecil menuju kelas dan segera duduk di samping Sukma. Sesekali aku menyeruput
jus yang baru aku beli sambil mengerjakan soal matematika yang tadi di berikan
guru.
Sukma menatapku aneh.
"Itu kan masih dikumpulin besok
Jum'at Div, ngapain kamu kerjakan sekarang?"tanya Sukma yang asyik membaca
novel
"Lagi pengen aja"jawabku asal
Padahal aku mengerjakan soal-soal itu
supaya sejenak aku bisa melupakan apa yang tadi aku lihat di kantin. Sebab, aku
merasa sakit melihat kebersamaan Bisma dan Safira tadi. Egois sekali memang.
Sore harinya,
aku membereskan kamar. Aku menata ulang barang-barangku. Membuat suasana
senyaman mungkin untuk aku belajar. Entah kenapa, aku ingin sekali mendapat
nilai terbaik saat Ujian Nasional nanti. Padahal, sebelumnya aku selalu cuek
dengan nilaiku. Aku mengepak buku yang sepertinya sudah tak terpakai. Kemudian,
aku menatap novel yang terjatuh di bawah tempat tidurku. Aku meraihnya. Itu
adalah novel yang aku beli tiga bulan lalu. Novel yang bahkan belum selesai aku
baca.
Selesai
membereskan kamar, aku duduk bersandar di tempat tidurku. Aku melanjutkan
membaca novel yang sempat terhenti sejak tiga bulan lalu. Di novel itu
diceritakan, si gadis menyesal karena tak mengungkapkan perasaannya sejak awal,
hingga akhirnya dia harus kehilangan pria yang ia cintai. Si gadis berusaha
mencari cara untuk menghubungi pria itu, namun selalu gagal. Dia sangat
frustasi. Ia bahkan tak mau membuka hatinya hingga beberapa tahun kemudian. Aku
merasa tersentuh dengan cerita itu. Aku takut hal yang sama akan terjadi
padaku. Aku takut aku tak sempat mengungkapkan perasaanku pada Bisma, hingga
aku harus kehilangannya selamanya.
Hari berganti.
Seisi sekolah sibuk membicarakan kabar tentang Bisma dan Safira. Aku tak
peduli. Sebab, memang kebiasaan mereka membicarakan tentang pasangan fenomenal
itu. Aku berjalan santai memasuki kelas hingga Sukma menarikku untuk segera
duduk.
"Kamu sudah dengar
kabar?"Sukma
"Kabar apa?"tanyaku bingung
"Safira diterima di Universitas
terbaik di Jepang"terang Sukma
"Hah? Bagaimana mungkin? Bahkan
kita kan belum Ujian"bingungku
"Entahlah. Mungkin kabar
kecerdasannya sudah sampai sana. Dan lagi aku dengar dia bakal menetap di
Jepang bersama orang tuanya setelah lulus nanti"jelas Sukma
"Lalu...bagaimana dengan
Bisma?"tanyaku hati-hati
"Aku juga tidak tahu. Tapi kata
orang-orang sih mereka masih seperti biasa"Sukma
Aku berkunjung
perpustakaan, berniat meminjam buku materi tentang ujian. Namun perhatianku
teralihkan saat melihat Bisma dan Safira disana. Bahkan tak sengaja aku
mendengar pembicaraan mereka.
"Iya tidak masalah. Selamat ya kamu
di terima di Universitas impianmu. Tetap harus rajin belajar disana"Bisma
"Kamu mau kuliah dimana? Kenapa
tidak ikut bersamaku saja?"Safira
"Aku tidak berminat
kesana"Bisma
"Kamu bilang kamu mau melupakan
masa lalu kamu di Indonesia. Menurutku Jepang adalah tempat yang
tepat"Safira
"Tidak Safira. Disana aku juga akan
bertemu denganmu. Membuat aku semakin tak bisa melupakannya"lirih Bisma
"Maaf ya"Safira
Bisma mengangguk
Melupakan'nya'?
Siapa yang Bisma maksud? Apa ada wanita lain dihati Bisma selain Safira? Siapa
dia? Sepertinya dia begitu berarti bagi Bisma.
Malam harinya,
aku kembali melanjutkan novel yang kemarin aku baca. Entah kenapa, aku sangat
penasaran dengan akhir cerita itu. Sebab, kisahnya sama seperti aku, yang
menyimpan rasa cinta pada seorang pria. Pada kelanjutan kisahnya, si gadis
memilih pindah keluar kota. Ia berusaha melupakan pria yang ia cintai itu.
Sebab, ia tak ingin semakin larut dalam kesedihan. Meskipun begitu, ia selalu
berdo'a untuk pria yang ia cintai itu. Berdo'a agar dia baik-baik saja disana.
Sungguh tulus cinta gadis itu.
Malam
selanjutnya, aku enggan melanjutkan membaca novel itu. Sebab, aku harus
berkonsentrasi pada Ujian Nasional yang akan segera datang. Aku semakin kiat
mengasah otakku. Entah kenapa, aku ingin pergi ke tempat dimana papaku berada.
New York. Karena memang sejak beberapa tahun terakhir papa memilih mengurus bisnisnya yang disana. Tepatnya
setelah perceraiannya dengan mama. Aku ingin melanjutkan pendidikanku disana. Aku
ingin tinggal bersama laki-laki yang sangat aku rindukan itu. Dan aku tahu, itu
tak mudah. Aku harus berusaha lebih giat lagi agar aku bisa kuliah disana.
Dua bulan
berlalu. Ujian Nasional telah aku lewati. Kabarnya, sore ini Safira akan pindah
ke Jepang bersama ayahnya. Sementara ibunya akan menyusul nanti setelah ijazah
Safira dibagikan. Siangnya, aku melihat Bisma duduk menyepi di belakang
sekolah. Dengan ragu, aku menghampirinya. Dia sama sekali tak melihatku yang
kini berada disampingnya. Aku rasa ia tengah memikirkan sesuatu yang sangat
penting.
"Apa tentang Safira?"tanyaku
tiba-tiba
Bisma yang kaget mendongak menatapku
sekilas, lalu menggeleng. Kini tatapannya lurus ke depan. Dia bergeser sedikit
memberi isyarat agar aku duduk disampingnya. Akupun segera duduk.
"Lalu ada apa?"tanyaku hati-hati
"Bukan urusan kamu juga"jawab
Bisma dingin
"Aku tahu. Aku hanya sekedar
bertanya. Siapa tahu dengan bercerita akan mengurangi sedikit beban
kamu"ucapku lembut
Bisma beralih menatapku. Membuatku lemah
seketika kemudian aku menunduk.
"Maaf"lirihku
Bisma
menyandarkan punggungnya pada bangku. Duduknya terlihat lebih santai walau
tatapannya terlihat dingin, lurus ke depan.
"Diva!"panggilnya dengan nada
dingin
Aku menoleh cepat kearahnya.
"Dua minggu lagi aku pindah ke
Sydney. Aku akan kuliah disana"terang Bisma tanpa melihat kearahku
"Ap...apa?"kagetku seolah tak
percaya
"Mungkin kamu bingung kenapa aku
memberi tahu mu tentang ini. Ya...aku kira kamu juga pantas tahu"Bisma
Aku kembali menunduk.
Bisma melirik arloji di pergelangan
tangannya.
"Maaf aku harus pergi"ujarnya
kemudian pergi dari sisiku
Setetes air
mataku terjatuh, disusul oleh puluhan tetes air mataku lainnya. Ingin sekali
aku menahannya. Namun aku ingat, siapa aku. Aku sama sekali tak berarti
baginya. Jadi percuma saja jika aku menahannya.
Waktu berlalu.
Satu bulan lalu, aku mendapat kabar bahwa Bisma telah pergi ke Sydney. Dan sore
ini pun aku akan terbang ke New York. Kata papa aku di terima di salah satu
Universitas terbaik di sana. Dan minggu depan aku sudah mulai masuk kuliah. Aku
bertekat untuk belajar sungguh-sungguh disana.
Empat tahun
berlalu. Ini adalah pertama kalinya bagiku melangkahkan kaki di tanah
kelahiranku, Indonesia. Pukul 10.00 WIB, kakakku sudah stay di depan bandara,
siap membawakan koperku. Sampainya di rumah, aku bergegas turun dari mobil,
berjalan cepat memasuki rumah. Namun saat aku sampai di tangga, kak Rafa
memanggilku.
"Diva!"
Aku menoleh ke arahnya.
"Di kamar kamu ada kotak berwarna
pink dari teman SMA kamu"kak Rafa
"Siapa?"tanyaku
"Entahlah. Kurir yang mengantarnya
hanya berkata itu dari teman SMA mu"kak Rafa
Aku mengangguk lalu berlari kecil menuju
kamar. Aku meraih kotak berwarna pink berukuran cukup besar itu, lalu
membukanya.
"Snow globe?"pekikku
Kotak itu berisikan snow globe berwarna
pink yang sangat cantik dan sebuah mahkota plastik berwarna senada. Tiba-tiba
kepalaku pusing saat memegangi mahkota plastik itu. Tapi tanganku segera meraih
amplop pink dibawahnya. Aku membaca surat yang ditulis dengan rapi itu.
"Dear
Diva..
Maaf,
selama kita SMA aku selalu mengacuhkanmu. Aku menjauhi, bahkan terkesan
membencimu. Aku kecewa, karena kamu seperti tak mengenaliku saat awal masuk
SMA. Namun, aku baru tahu, kalau saat kelas 1 SMP kamu kecelakaan hingga
mengharuskanmu melupakan kenangan masa kecil kita.
Diva,
apa kamu ingat mahkota kecil ini? Apa kamu ingat tentang masa kecilmu yang
selalu berkhayal suatu hari kamu akan menjadi seorang puteri? Lalu, apa kamu
ingat tentang pangeranmu saat kecil itu? Pangeran yang berjanji akan melindungi
dan menyayangimu hingga ia mati. Hingga detik aku menulis surat ini, dia masih
memegang janjinya, meski dengan luka dihatinya karena sang puteri telah
melupakannya. Aku mencintaimu Diva, selalu, dan selamanya.
Bisma"
"Bisma..."lirihku
Kemudian
bayangan itu datang. Bayangan dimana aku masih mengenakan seragam TK favorit.
Saat itu aku bersama seseorang di taman halaman rumahku. Aku memakai sebuah
mahkota berwarna pink dan berkata aku akan menjadi seorang puteri suatu saat
nanti. Kemudian, pria kecil dihadapanku berkata bahwa setiap puteri pasti punya
pangeran. Dan dia yang akan menjadi pangeranku kelak. Pangeran Bisma. Ia
berjanji akan menjaga dan menyayangiku sampai akhir nafasnya.
Tiba-tiba, kak
Rafa datang lalu menyandarkan kepalaku di bahunya. Entah apa yang aku rasakan,
mendadak perasaanku tak enak.
"Dia sudah tiada,
Diva"terangnya
"Siapa?"tanyaku mengangkat
kepalaku dari bahunya
"Sahabat kecilmu, Bisma"lirih
kak Rafa
Aku tak dapat menahan isak tangisku.
Namun dengan sigap kak Rafa memelukku. Membiarkan aku menangis dalam
pelukannya.
Malam harinya,
aku meraih novel yang hingga detik ini tak kunjung usai ku baca. Aku membuka
lembar pembatas yang aku pasang empat tahun lalu, kemudian melanjutkan
membacanya. Di kisahkan, lima tahun setelah si gadis pergi, dia memutuskan
untuk kembali. Sampainya di rumah, dia mendapat bingkisan yang dititipkan pada
pembantunya. Ia membukanya dikamar. Isinya adalah sebuah beruang besar dan
sebuah amolop berisi surat. Perlahan, ia membaca surat itu. Yang berisikan
pengakuan cinta dari pria yang ia cintai saat SMA. Namun, beberapa saat
kemudian sang ibu datang memberikan sebuah undangan pernikahan sembari berkata
"Dia menikah hari ini. Nanti malam adalah resepsinya". Gadis itu
semakin menyesal di buatnya. Andai saja ia datang lebih awal, mungkin pria itu
akan menikahinya, bukan wanita lain. Dan pada akhirnya, dia datang ke resepsi
pernikahan itu. Ia tersenyum melihat pria yang ia cintai itu bahagia bersama
jodohnya.
Aku juga
menyesal. Dulu sempat melupakan Bisma. Kenapa dulu aku bisa melupakannya begitu
saja? Yang aku tahu aku mencintainya. Tanpa tahu siapa dia di masa laluku. Tapi
kini aku tak bisa berbuat apa-apa. Dia sudah tenang di alam sana setelah
mengalami kecelakaan tiga bulan lalu. Dan kak Rafa juga sudah berjanji, besok
akan mengantarku ke makam Bisma. Semoga kamu tenang di alam sana Bis. Aku
mencintaimu, selalu dan selamanya.
TAMAT

Tidak ada komentar:
Posting Komentar