Sabtu, 01 Agustus 2015

Cerpen-Remember



Remember

Dua tahun sudah aku hidup bersama perasaan ini. Perasaan yang oleh beberapa orang disebut cinta. Entah benar atau salah. Sebab, aku sendiri tak tahu betul definisi kata 'Cinta'. Yang aku tahu, setiap detik ada sebuah nama yang melekat dalam otakku, membuatku mati gaya saat berhadapan dengan pemilik nama itu. Bisma. Nama yang sederhana. Entah apa yang membuat nama dan si pemiliknya itu begitu spesial untukku.
Namun sayang, apa yang aku rasakan ini, tak di ketahui olehnya. Setiap berhadapan denganku, ia menunjukkan tatapan cueknya. Dia terlihat malas jika harus sekedar berpapasan denganku. Tapi aku sadar. Dia tak hanya mempesona di mataku, namun juga belasan gadis lain sebaya denganku. Dia adalah idola sekolah, tak seperti aku, pecundang. Tak pantas memang, malaikat sepertinya bersanding dengan manusia biasa sepertiku.
Siang itu, lapangan basket dikelilingi banyak orang. Suasananya sangat ramai, hingga aku tak tahu apa yang mereka teriakkan. Karena penasaran, aku naik ke atas tangga, melihat tengah lapangan basket dari lantai dua. Sesak. Itulah yang seketika ku rasakan. Mataku memerah seketika melihat pria yang selalu ada di hati dan pikiranku itu bersimpuh di hadapan seorang wanita cantik. Safira. Apa yang ia lakukan? Perlahan, aku mendengar teriakkan riuh para siswa yang mengelilingi mereka.
"Terima! Terima! Terima!"
Hingga seseorang menepuk bahuku.
"Sukma?"kagetku
Sukma tersenyum ke arahku.
"Kenapa kamu masih disini jika hati kamu sakit melihatnya?"tanya Sukma
Aku menatapnya bingung.
"Kenapa? Kamu mencintainya bukan? Tak hanya kamu kok yang terluka. Sebab bukan hanya kamu yang mencintai Bisma. Dia tak sekedar tampan, tapi sempurna"lanjut Sukma
"Sebenarnya apa yang terjadi?"tanyaku
"Terlihat jelas disana, Bisma sedang menembak Safira untuk menjadi kekasihnya"Sukma
Aku memundurkan langkahku pelan, lalu berbalik badan dan berlari ke tempat dimana aku bisa menyendiri. Belakang sekolah. Ku rasa itu tempat yang tepat aku datangi saat ini. Disitu situ aku merenungi perkataan orang-orang tentang perasaanku ini. Cinta. Sepertinya aku memang mencintai Bisma. Dan saat ini aku sakit karena melihatnya bersama perempuan lain. Bisma yang selalu dingin terhadapku, tak pernah mau tahu tentang perasaanku, ternyata dia bisa melakukan hal semanis itu untuk gadis yang ia cintai. Namun sayang, gadis itu bukan aku.
Malam harinya, aku membaca sebuah novel yang baru aku beli. Disana menceritakan tentang seorang gadis yang diam-diam mencintai seorang temannya. Namun, pria itu cuek dan tak mau tahu tentang perasaan gadis itu. Si gadis selalu melihatnya dari jauh. Memperhatikannya saat dia tengah membaca buku dengan tenang di perpustakaan. Tanpa ada niat untuk mendekat dan menyapanya. Hingga beberapa tahun kemudian, pria itu pergi keluar negeri tanpa tahu jika ada seorang gadis yang sangat mencintainya. Belum selesai aku membaca, kak Rafa memanggilku untuk makan malam.
Hari berikutnya, aku berjalan melewati lorong sekolahan menuju kelasku yang berada nomor dua dari pojok. Dari arah kantin, aku melihat Bisma menggandeng erat tangan gadis disebelahnya. Tentu dia Safira. Mereka memang tampak serasi. Bisma, lelaki yang paling digilai di sekolah ini. Pria yang paling sempurna di mata siswa-siswi. Bersanding dengan Safira. Gadis cantik berwajah oriental karena memang ayahnya asli orang Jepang. Ditambah lagi, Safira adalah salah satu siswi kebanggaan SMA ku karena memang kepintarannya yang melebihi rata-rata.
Aku menundukkan kepala saat sampai di hadapan Bisma dan Safira. Aku menarik nafas panjang menahan pedih yang menjalar di hatiku. Tapi aku tahu pasti, Bisma melirikku sekilas dengan tatapan dinginnya.
"Tunggu!"tegurnya
Aku menghentikan langkahku tanpa berbalik menatapnya.
"Kenapa kamu nunduk gitu lihat aku dan Safira? Kamu pikir kami hantu apa?"tanya Bisma dengan nada kesalnya
"Maaf"lirihku
"Kenapa masih nunduk? Lihat mataku! Aku yang lagi ngomong, bukan lantai"kesal Bisma
"Bis..."lirih Safira memegangi lengan Bisma
Perlahan aku mengangkat pandanganku.
"Apa? Aku manusia kan? Sekali lagi aku lihat kamu nunduk waktu lihat aku, kamu bakal nyesel!"ujar Bisma kemudian menarik lembut tangan Safira untuk pergi
"Aku nunduk karena aku sakit Bis. Sakit melihat kamu menggandeng tangan wanita lain"lirihku sembari menahan sesak
Tiga bulan berlalu. Semakin lama, hubungan Bisma dan Safira begitu hangat. Bahkan aku dengar kemarin sore Bisma memberi kejutan untuk Safira. Semua siswa juga masih sibuk membahas mereka. Dan aku tetap sama. Masih merasa sakit dan sesak saat bertemu atau sekedar melihat kemesraan mereka.
"Nggak terasa ya, dua bulan lagi kita ujian. Kamu mau ngelanjutin dimana Diva?"tanya Sukma
"Aku belum tahu"jawabku singkat
"Sampai sekarang kamu belum punya target?"Sukma
"Nanti ajalah. Masih dua bulan juga. Memangnya kamu mau kemana?"tanyaku
"Aku sih pengennya ke Kedokteran Universitas Indonesia"Sukma
"Keren. Semoga diterima ya! Semangat belajarnya!"ujarku menyemangatinya
Sukma mengangguk dan tersenyum padaku.

Saat jam istirahat pertama, aku ke kantin untuk membeli minum. Setelah memesan, aku duduk di bangku yang masih kosong. Memang, keadaan kantin belum begitu ramai saat itu. Tak lama kemudian, datanglah Bisma dan Safira. Safira berjalan ke arahku, sementara Bisma siap memesan makanan.
"Boleh aku duduk disini?"tanya Safira ramah sambil menunjuk bangku dihadapanku
"Tentu"jawabku singkat
Safira segera duduk disana.
"Kamu Diva kan?"tanya Safira
Aku mengangguk. Memang, aku tak begitu terkenal disekolah. Beda dengan Safira yang begitu familiyar bagi seluruh siswa dan guru.
"Diva, kamu ingat tidak, dulu saat SMP kita teman les. Ya memang tidak begitu akrab sih. Tapi aku tahu kamu"Safira
"Iya aku ingat"jawabku
Beberapa saat kemudian Bisma datang dan langsung duduk disamping Safira.
"Maaf lama"ujarnya halus
Nada yang ia pakai saat bersama Safira terdengar sangat berbeda dengan yang biasa ia pakai saat berbiacara denganku.
Minumanku datang. Aku memesan memakai gelas plastik tadi.
"Pesananku sudah datang. Aku duluan ya!"ujarku cepat-cepat untuk menghindari mereka
Safira mengangguk.
"Gadis aneh"gumam Bisma
Aku berlari kecil menuju kelas dan segera duduk di samping Sukma. Sesekali aku menyeruput jus yang baru aku beli sambil mengerjakan soal matematika yang tadi di berikan guru.
Sukma menatapku aneh.
"Itu kan masih dikumpulin besok Jum'at Div, ngapain kamu kerjakan sekarang?"tanya Sukma yang asyik membaca novel
"Lagi pengen aja"jawabku asal
Padahal aku mengerjakan soal-soal itu supaya sejenak aku bisa melupakan apa yang tadi aku lihat di kantin. Sebab, aku merasa sakit melihat kebersamaan Bisma dan Safira tadi. Egois sekali memang.
Sore harinya, aku membereskan kamar. Aku menata ulang barang-barangku. Membuat suasana senyaman mungkin untuk aku belajar. Entah kenapa, aku ingin sekali mendapat nilai terbaik saat Ujian Nasional nanti. Padahal, sebelumnya aku selalu cuek dengan nilaiku. Aku mengepak buku yang sepertinya sudah tak terpakai. Kemudian, aku menatap novel yang terjatuh di bawah tempat tidurku. Aku meraihnya. Itu adalah novel yang aku beli tiga bulan lalu. Novel yang bahkan belum selesai aku baca.
Selesai membereskan kamar, aku duduk bersandar di tempat tidurku. Aku melanjutkan membaca novel yang sempat terhenti sejak tiga bulan lalu. Di novel itu diceritakan, si gadis menyesal karena tak mengungkapkan perasaannya sejak awal, hingga akhirnya dia harus kehilangan pria yang ia cintai. Si gadis berusaha mencari cara untuk menghubungi pria itu, namun selalu gagal. Dia sangat frustasi. Ia bahkan tak mau membuka hatinya hingga beberapa tahun kemudian. Aku merasa tersentuh dengan cerita itu. Aku takut hal yang sama akan terjadi padaku. Aku takut aku tak sempat mengungkapkan perasaanku pada Bisma, hingga aku harus kehilangannya selamanya.
Hari berganti. Seisi sekolah sibuk membicarakan kabar tentang Bisma dan Safira. Aku tak peduli. Sebab, memang kebiasaan mereka membicarakan tentang pasangan fenomenal itu. Aku berjalan santai memasuki kelas hingga Sukma menarikku untuk segera duduk.
"Kamu sudah dengar kabar?"Sukma
"Kabar apa?"tanyaku bingung
"Safira diterima di Universitas terbaik di Jepang"terang Sukma
"Hah? Bagaimana mungkin? Bahkan kita kan belum Ujian"bingungku
"Entahlah. Mungkin kabar kecerdasannya sudah sampai sana. Dan lagi aku dengar dia bakal menetap di Jepang bersama orang tuanya setelah lulus nanti"jelas Sukma
"Lalu...bagaimana dengan Bisma?"tanyaku hati-hati
"Aku juga tidak tahu. Tapi kata orang-orang sih mereka masih seperti biasa"Sukma
Aku berkunjung perpustakaan, berniat meminjam buku materi tentang ujian. Namun perhatianku teralihkan saat melihat Bisma dan Safira disana. Bahkan tak sengaja aku mendengar pembicaraan mereka.
"Iya tidak masalah. Selamat ya kamu di terima di Universitas impianmu. Tetap harus rajin belajar disana"Bisma
"Kamu mau kuliah dimana? Kenapa tidak ikut bersamaku saja?"Safira
"Aku tidak berminat kesana"Bisma
"Kamu bilang kamu mau melupakan masa lalu kamu di Indonesia. Menurutku Jepang adalah tempat yang tepat"Safira
"Tidak Safira. Disana aku juga akan bertemu denganmu. Membuat aku semakin tak bisa melupakannya"lirih Bisma
"Maaf ya"Safira
Bisma mengangguk
Melupakan'nya'? Siapa yang Bisma maksud? Apa ada wanita lain dihati Bisma selain Safira? Siapa dia? Sepertinya dia begitu berarti bagi Bisma.
Malam harinya, aku kembali melanjutkan novel yang kemarin aku baca. Entah kenapa, aku sangat penasaran dengan akhir cerita itu. Sebab, kisahnya sama seperti aku, yang menyimpan rasa cinta pada seorang pria. Pada kelanjutan kisahnya, si gadis memilih pindah keluar kota. Ia berusaha melupakan pria yang ia cintai itu. Sebab, ia tak ingin semakin larut dalam kesedihan. Meskipun begitu, ia selalu berdo'a untuk pria yang ia cintai itu. Berdo'a agar dia baik-baik saja disana. Sungguh tulus cinta gadis itu.
Malam selanjutnya, aku enggan melanjutkan membaca novel itu. Sebab, aku harus berkonsentrasi pada Ujian Nasional yang akan segera datang. Aku semakin kiat mengasah otakku. Entah kenapa, aku ingin pergi ke tempat dimana papaku berada. New York. Karena memang sejak beberapa tahun terakhir papa memilih  mengurus bisnisnya yang disana. Tepatnya setelah perceraiannya dengan mama. Aku ingin melanjutkan pendidikanku disana. Aku ingin tinggal bersama laki-laki yang sangat aku rindukan itu. Dan aku tahu, itu tak mudah. Aku harus berusaha lebih giat lagi agar aku bisa kuliah disana.
Dua bulan berlalu. Ujian Nasional telah aku lewati. Kabarnya, sore ini Safira akan pindah ke Jepang bersama ayahnya. Sementara ibunya akan menyusul nanti setelah ijazah Safira dibagikan. Siangnya, aku melihat Bisma duduk menyepi di belakang sekolah. Dengan ragu, aku menghampirinya. Dia sama sekali tak melihatku yang kini berada disampingnya. Aku rasa ia tengah memikirkan sesuatu yang sangat penting.
"Apa tentang Safira?"tanyaku tiba-tiba
Bisma yang kaget mendongak menatapku sekilas, lalu menggeleng. Kini tatapannya lurus ke depan. Dia bergeser sedikit memberi isyarat agar aku duduk disampingnya. Akupun segera duduk.
"Lalu ada apa?"tanyaku hati-hati
"Bukan urusan kamu juga"jawab Bisma dingin
"Aku tahu. Aku hanya sekedar bertanya. Siapa tahu dengan bercerita akan mengurangi sedikit beban kamu"ucapku lembut
Bisma beralih menatapku. Membuatku lemah seketika kemudian aku menunduk.
"Maaf"lirihku
Bisma menyandarkan punggungnya pada bangku. Duduknya terlihat lebih santai walau tatapannya terlihat dingin, lurus ke depan.
"Diva!"panggilnya dengan nada dingin
Aku menoleh cepat kearahnya.
"Dua minggu lagi aku pindah ke Sydney. Aku akan kuliah disana"terang Bisma tanpa melihat kearahku
"Ap...apa?"kagetku seolah tak percaya
"Mungkin kamu bingung kenapa aku memberi tahu mu tentang ini. Ya...aku kira kamu juga pantas tahu"Bisma
Aku kembali menunduk.
Bisma melirik arloji di pergelangan tangannya.
"Maaf aku harus pergi"ujarnya kemudian pergi dari sisiku
Setetes air mataku terjatuh, disusul oleh puluhan tetes air mataku lainnya. Ingin sekali aku menahannya. Namun aku ingat, siapa aku. Aku sama sekali tak berarti baginya. Jadi percuma saja jika aku menahannya.
Waktu berlalu. Satu bulan lalu, aku mendapat kabar bahwa Bisma telah pergi ke Sydney. Dan sore ini pun aku akan terbang ke New York. Kata papa aku di terima di salah satu Universitas terbaik di sana. Dan minggu depan aku sudah mulai masuk kuliah. Aku bertekat untuk belajar sungguh-sungguh disana.
Empat tahun berlalu. Ini adalah pertama kalinya bagiku melangkahkan kaki di tanah kelahiranku, Indonesia. Pukul 10.00 WIB, kakakku sudah stay di depan bandara, siap membawakan koperku. Sampainya di rumah, aku bergegas turun dari mobil, berjalan cepat memasuki rumah. Namun saat aku sampai di tangga, kak Rafa memanggilku.
"Diva!"
Aku menoleh ke arahnya.
"Di kamar kamu ada kotak berwarna pink dari teman SMA kamu"kak Rafa
"Siapa?"tanyaku
"Entahlah. Kurir yang mengantarnya hanya berkata itu dari teman SMA mu"kak Rafa
Aku mengangguk lalu berlari kecil menuju kamar. Aku meraih kotak berwarna pink berukuran cukup besar itu, lalu membukanya.
"Snow globe?"pekikku
Kotak itu berisikan snow globe berwarna pink yang sangat cantik dan sebuah mahkota plastik berwarna senada. Tiba-tiba kepalaku pusing saat memegangi mahkota plastik itu. Tapi tanganku segera meraih amplop pink dibawahnya. Aku membaca surat yang ditulis dengan rapi itu.
"Dear Diva..
Maaf, selama kita SMA aku selalu mengacuhkanmu. Aku menjauhi, bahkan terkesan membencimu. Aku kecewa, karena kamu seperti tak mengenaliku saat awal masuk SMA. Namun, aku baru tahu, kalau saat kelas 1 SMP kamu kecelakaan hingga mengharuskanmu melupakan kenangan masa kecil kita.
Diva, apa kamu ingat mahkota kecil ini? Apa kamu ingat tentang masa kecilmu yang selalu berkhayal suatu hari kamu akan menjadi seorang puteri? Lalu, apa kamu ingat tentang pangeranmu saat kecil itu? Pangeran yang berjanji akan melindungi dan menyayangimu hingga ia mati. Hingga detik aku menulis surat ini, dia masih memegang janjinya, meski dengan luka dihatinya karena sang puteri telah melupakannya. Aku mencintaimu Diva, selalu, dan selamanya.
Bisma"
"Bisma..."lirihku
Kemudian bayangan itu datang. Bayangan dimana aku masih mengenakan seragam TK favorit. Saat itu aku bersama seseorang di taman halaman rumahku. Aku memakai sebuah mahkota berwarna pink dan berkata aku akan menjadi seorang puteri suatu saat nanti. Kemudian, pria kecil dihadapanku berkata bahwa setiap puteri pasti punya pangeran. Dan dia yang akan menjadi pangeranku kelak. Pangeran Bisma. Ia berjanji akan menjaga dan menyayangiku sampai akhir nafasnya.
Tiba-tiba, kak Rafa datang lalu menyandarkan kepalaku di bahunya. Entah apa yang aku rasakan, mendadak perasaanku tak enak.
"Dia sudah tiada, Diva"terangnya
"Siapa?"tanyaku mengangkat kepalaku dari bahunya
"Sahabat kecilmu, Bisma"lirih kak Rafa
Aku tak dapat menahan isak tangisku. Namun dengan sigap kak Rafa memelukku. Membiarkan aku menangis dalam pelukannya.
Malam harinya, aku meraih novel yang hingga detik ini tak kunjung usai ku baca. Aku membuka lembar pembatas yang aku pasang empat tahun lalu, kemudian melanjutkan membacanya. Di kisahkan, lima tahun setelah si gadis pergi, dia memutuskan untuk kembali. Sampainya di rumah, dia mendapat bingkisan yang dititipkan pada pembantunya. Ia membukanya dikamar. Isinya adalah sebuah beruang besar dan sebuah amolop berisi surat. Perlahan, ia membaca surat itu. Yang berisikan pengakuan cinta dari pria yang ia cintai saat SMA. Namun, beberapa saat kemudian sang ibu datang memberikan sebuah undangan pernikahan sembari berkata "Dia menikah hari ini. Nanti malam adalah resepsinya". Gadis itu semakin menyesal di buatnya. Andai saja ia datang lebih awal, mungkin pria itu akan menikahinya, bukan wanita lain. Dan pada akhirnya, dia datang ke resepsi pernikahan itu. Ia tersenyum melihat pria yang ia cintai itu bahagia bersama jodohnya.
Aku juga menyesal. Dulu sempat melupakan Bisma. Kenapa dulu aku bisa melupakannya begitu saja? Yang aku tahu aku mencintainya. Tanpa tahu siapa dia di masa laluku. Tapi kini aku tak bisa berbuat apa-apa. Dia sudah tenang di alam sana setelah mengalami kecelakaan tiga bulan lalu. Dan kak Rafa juga sudah berjanji, besok akan mengantarku ke makam Bisma. Semoga kamu tenang di alam sana Bis. Aku mencintaimu, selalu dan selamanya.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar